PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 48
TAHUN 2008
TENTANG
PENDANAAN
PENDIDIKAN
DENGAN RAHMAT
TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 46 ayat (3), Pasal 47 ayat (3), Pasal 48 ayat
(2), dan Pasal 49 ayat (5) Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, perlu menetapkan
Peraturan Pemerintah tentang Pendanaan Pendidikan;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN.
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah
adalah Pemerintah Pusat.
2. Pemerintah
daerah adalah Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, atau Pemerintah Kota.
3. Dana
pendidikan adalah sumber daya keuangan yang disediakan untuk menyelenggarakan
dan mengelola pendidikan.
4. Pendanaan
pendidikan adalah penyediaan sumberdaya keuangan yang diperlukan untuk
penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan.
5. Pemangku
kepentingan pendidikan adalah orang, kelompok orang, atau organisasi yang
memiliki kepentingan dan/atau kepedulian terhadap pendidikan.
6. Menteri
adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang pendidikan.
(1) Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat.
(2) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat;
b. peserta didik, orang tua atau wali peserta didik; dan
c. pihak lain selain yang dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang mempunyai
perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
Pasal 3
(1) Biaya pendidikan meliputi:
a. biaya satuan pendidikan;
b. biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan; dan
c. biaya pribadi peserta didik.
(2) Biaya satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri
atas:
a. biaya investasi, yang terdiri atas:
1. biaya investasi lahan pendidikan; dan
2. biaya investasi selain lahan pendidikan.
b. biaya operasi, yang terdiri atas:
1. biaya personalia; dan
2. biaya nonpersonalia.
c. bantuan biaya pendidikan; dan
d. beasiswa.
(3) Biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. biaya investasi, yang terdiri atas:
1. biaya investasi lahan pendidikan; dan
2. biaya investasi selain lahan pendidikan.
b. biaya operasi, yang terdiri atas:
1. biaya personalia; dan
2. biaya nonpersonalia.
(4) Biaya personalia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 1 dan
ayat (3) huruf b angka 1 meliputi:
a.
biaya personalia satuan
pendidikan, yang terdiri atas:
1. gaji pokok bagi pegawai pada satuan pendidikan;
2. tunjangan yang melekat pada gaji bagi pegawai pada satuan pendidikan;
3. tunjangan struktural bagi pejabat struktural pada satuan pendidikan;
4. tunjangan fungsional bagi pejabat fungsional di luar guru dan dosen;
5. tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional bagi guru dan dosen;
6. tunjangan profesi bagi guru dan
dosen;
7. tunjangan khusus bagi guru dan dosen;
8. maslahat tambahan bagi guru dan dosen; dan
9. tunjangan kehormatan bagi dosen yang memiliki jabatan profesor atau guru
besar.
b. biaya personalia penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan, yang
terdiri atas:
1. gaji pokok;
2. tunjangan yang melekat pada gaji;
3. tunjangan struktural bagi pejabat struktural; dan
4. tunjangan fungsional bagi pejabat fungsional.
(1) Investasi yang menjadi tanggung jawab Pemerintah atau pemerintah daerah,
baik lahan maupun selain lahan, yang menghasilkan aset fisik dibiayai melalui
belanja modal dan/atau belanja barang sesuai peraturan perundang-undangan.
(2) Investasi yang menjadi tanggung jawab Pemerintah atau pemerintah daerah
untuk meningkatkan kapasitas dan/atau kompetensi sumber daya manusia dan
investasi lain yang tidak menghasilkan aset fisik dibiayai melalui belanja
pegawai dan/atau belanja barang sesuai peraturan perundang-undangan.
(3) Pengeluaran operasi personalia yang menjadi tanggung jawab Pemerintah atau
pemerintah daerah dibiayai melalui belanja pegawai atau bantuan sosial sesuai
peraturan perundang-undangan.
(4) Pengeluaran operasi nonpersonalia yang menjadi tanggung jawab Pemerintah
atau pemerintah daerah dibiayai melalui belanja barang atau bantuan sosial
sesuai peraturan perundang-undangan.
(1) Pemerintah atau pemerintah daerah dapat mendanai investasi dan/atau biaya
operasi satuan pendidikan dalam bentuk hibah atau bantuan sosial sesuai
peraturan perundang-undangan.
(2) Pemerintah dapat memberikan hibah kepada daerah atau sebaliknya, untuk
kepentingan pendidikan sesuai peraturan perundang-undangan.
(3) Pemerintah atau pemerintah daerah dapat memberikan hibah kepada masyarakat
atau sebaliknya, untuk kepentingan pendidikan sesuai peraturan
perundang-undangan.
Biaya pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5
yang merupakan tanggung jawab Pemerintah dialokasikan dalam anggaran
Pemerintah, dan yang merupakan tanggung jawab pemerintah daerah dialokasikan
dalam anggaran pemerintah daerah sesuai dengan sistem penganggaran dalam
peraturan perundang-undangan.
Paragraf 1
(1) Pendanaan biaya investasi lahan satuan pendidikan dasar pelaksana program
wajib belajar, baik formal maupun nonformal, yang diselenggarakan oleh
Pemerintah menjadi tanggung jawab Pemerintah dan dialokasikan dalam anggaran
Pemerintah.
(2) Pendanaan biaya investasi lahan satuan pendidikan dasar pelaksana program
wajib belajar, baik formal maupun nonformal, yang diselenggarakan oleh
pemerintah daerah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah sesuai kewenangannya
dan dialokasikan dalam anggaran daerah.
(3) Pendanaan biaya investasi lahan satuan pendidikan bukan pelaksana program
wajib belajar, baik formal maupun nonformal, yang diselenggarakan oleh
Pemerintah menjadi tanggung jawab Pemerintah dan dialokasikan dalam anggaran
Pemerintah.
(4) Pendanaan biaya investasi lahan satuan pendidikan bukan pelaksana program
wajib belajar, baik formal maupun nonformal, yang diselenggarakan oleh
pemerintah daerah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah sesuai kewenangannya
dan dialokasikan dalam anggaran pemerintah daerah.
(5) Pendanaan biaya investasi lahan satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh Pemerintah atas inisiatif Pemerintah menjadi tanggung
jawab Pemerintah dan dialokasikan dalam anggaran Pemerintah.
(6) Pendanaan biaya investasi lahan satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan
oleh Pemerintah atas usulan pemerintah daerah menjadi tanggung jawab pemerintah
daerah sesuai kewenangannya dan dialokasikan dalam anggaran pemerintah daerah.
(7) Tanggung jawab pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan
ayat (6) dilaksanakan sampai dengan terpenuhinya Standar Nasional Pendidikan.
(1) Pemerintah daerah, pemangku kepentingan pendidikan, dan pihak asing dapat
membantu pendanaan biaya investasi lahan satuan pendidikan yang diselenggarakan
Pemerintah.
(2) Pemerintah, pemangku kepentingan pendidikan, dan pihak asing dapat membantu
pendanaan biaya investasi lahan satuan pendidikan yang diselenggarakan
pemerintah daerah.
(1) Pendanaan tambahan di atas biaya investasi lahan yang diperlukan untuk
pemenuhan rencana pengembangan satuan atau program pendidikan yang
diselenggarakan Pemerintah menjadi bertaraf internasional dan/atau berbasis
keunggulan lokal dapat bersumber dari:
a. Pemerintah;
b. pemerintah daerah;
c. masyarakat;
d. bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau
e. sumber lain yang sah.
(2) Pendanaan tambahan di atas biaya investasi lahan yang diperlukan untuk
pemenuhan rencana pengembangan program atau satuan pendidikan yang
diselenggarakan pemerintah daerah sesuai kewenangannya menjadi bertaraf
internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal dapat bersumber dari:
a. Pemerintah;
b. pemerintah daerah;
c. masyarakat;
d. bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau
e. sumber lain yang sah.
(3) Anggaran biaya investasi lahan satuan pendidikan yang dikembangkan menjadi
bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal harus merupakan
bagian integral dari anggaran tahunan satuan pendidikan yang diturunkan dari
rencana kerja tahunan yang merupakan pelaksanaan dari rencana strategis satuan
pendidikan.
Pasal 10
(1)
Pendanaan biaya
investasi selain lahan untuk satuan pendidikan dasar pelaksana program wajib
belajar, baik formal maupun nonformal, yang diselenggarakan oleh Pemerintah
menjadi tanggung jawab Pemerintah dan dialokasikan dalam anggaran Pemerintah.
(2)
Pendanaan biaya
investasi selain lahan untuk satuan pendidikan dasar pelaksana program wajib
belajar, baik formal maupun nonformal, yang diselenggarakan oleh pemerintah
daerah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah sesuai kewenangannya dan
dialokasikan dalam anggaran pemerintah daerah.
(3)
Tanggung jawab pendanaan
oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dilaksanakan sampai dengan terpenuhinya Standar Nasional Pendidikan.
(1)
Pendanaan biaya
investasi selain lahan untuk satuan pendidikan yang bukan pelaksana program
wajib belajar, baik formal maupun nonformal, yang diselenggarakan oleh
Pemerintah menjadi tanggung jawab bersama Pemerintah dan masyarakat.
(2)
Pendanaan biaya investasi
selain lahan untuk satuan pendidikan yang bukan pelaksana program wajib
belajar, baik formal maupun nonformal, yang diselenggarakan oleh pemerintah
daerah menjadi tanggung jawab bersama pemerintah daerah sesuai kewenangannya
dan masyarakat.
(1)
Pemerintah daerah,
pemangku kepentingan pendidikan, dan pihak asing dapat membantu pendanaan biaya
investasi selain lahan untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah.
(2)
Pemerintah, pemangku
kepentingan pendidikan, dan pihak asing dapat membantu pendanaan biaya
investasi selain lahan untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah
daerah.
Pasal 13
(1)
Pendanaan tambahan di
atas biaya investasi selain lahan yang diperlukan untuk pemenuhan rencana
pengembangan satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah menjadi
bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal dapat bersumber dari:
a.
Pemerintah;
b.
pemerintah daerah;
c.
masyarakat;
d.
bantuan pihak asing yang
tidak mengikat; dan/atau
e.
sumber lain yang sah.
(2)
Pendanaan tambahan di
atas biaya investasi selain lahan yang diperlukan untuk pemenuhan rencana
pengembangan satuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah daerah sesuai
kewenangannya menjadi bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal
dapat bersumber dari:
a.
Pemerintah;
b.
pemerintah daerah;
c.
masyarakat;
d.
bantuan pihak asing yang
tidak mengikat; dan/atau
e.
sumber lain yang sah.
(3)
Anggaran biaya investasi
selain lahan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah yang dikembangkan
menjadi bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal harus merupakan bagian integral dari anggaran
tahunan satuan pendidikan yang diturunkan dari rencana kerja tahunan yang
merupakan pelaksanaan dari rencana strategis satuan pendidikan.
Bagian Kedua
Pasal 14
(1) Pendanaan biaya investasi lahan untuk kantor penyelenggaraan dan/atau
pengelolaan pendidikan oleh Pemerintah menjadi tanggung jawab Pemerintah dan
dialokasikan dalam anggaran Pemerintah.
(2) Pendanaan biaya investasi lahan untuk kantor penyelenggaraan dan/atau
pengelolaan pendidikan oleh pemerintah daerah menjadi tanggung jawab pemerintah
daerah dan dialokasikan dalam anggaran pemerintah daerah.
(1) Pendanaan biaya investasi selain lahan untuk kantor penyelenggaraan
dan/atau pengelolaan pendidikan oleh Pemerintah menjadi tanggung jawab
Pemerintah dan dialokasikan dalam anggaran Pemerintah.
(2) Pendanaan biaya investasi selain lahan untuk kantor penyelenggaraan
dan/atau pengelolaan pendidikan oleh pemerintah daerah menjadi tanggung jawab
pemerintah daerah sesuai kewenangannya
dan dialokasikan dalam anggaran pemerintah daerah.
(1) Tanggung jawab Pemerintah terhadap pendanaan biaya personalia pegawai
negeri sipil di sektor pendidikan meliputi:
a. biaya personalia satuan pendidikan, baik formal maupun nonformal, yang
terdiri atas:
1. gaji pokok bagi pegawai negeri sipil pusat;
2. tunjangan yang melekat pada gaji bagi pegawai negeri sipil pusat;
3. tunjangan struktural bagi pejabat struktural pada satuan pendidikan bagi
pegawai negeri sipil pusat;
4. tunjangan fungsional bagi pejabat fungsional pegawai negeri sipil pusat di
luar guru dan dosen;
5. tunjangan fungsional bagi guru dan dosen pegawai negeri sipil pusat;
6. tunjangan profesi bagi guru dan dosen pegawai negeri sipil pusat;
7. tunjangan profesi bagi guru pegawai negeri sipil daerah;
8. tunjangan khusus bagi guru dan dosen pegawai negeri sipil pusat yang
ditugaskan di daerah khusus oleh Pemerintah;
9. tunjangan khusus bagi guru pegawai negeri sipil daerah yang
ditugaskan di daerah khusus oleh Pemerintah;
10. maslahat tambahan bagi guru dan dosen pegawai negeri sipil pusat; dan
11. tunjangan kehormatan bagi dosen pegawai negeri sipil pusat yang memiliki
jabatan profesor atau guru besar.
b. biaya personalia penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan, baik formal
maupun nonformal, oleh Pemerintah, yang terdiri atas:
1. gaji pokok bagi pegawai negeri sipil pusat;
2. tunjangan yang melekat pada gaji bagi pegawai negeri sipil pusat;
3. tunjangan struktural bagi pejabat struktural bagi pegawai negeri sipil
pusat di luar guru dan dosen; dan
4. tunjangan fungsional bagi pejabat fungsional bagi pegawai negeri sipil
pusat di luar guru dan dosen.
(2) Pendanaan biaya personalia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan
dalam anggaran Pemerintah.
(1) Tanggung jawab Pemerintah terhadap pendanaan biaya personalia bukan pegawai
negeri sipil di sektor pendidikan meliputi:
a. subsidi tunjangan fungsional bagi dosen tetap yang ditugaskan oleh
Pemerintah atau penyelenggara/satuan pendidikan yang didirikan masyarakat;
b. subsidi tunjangan fungsional bagi guru tetap madrasah dan pendidikan
keagamaan formal yang ditugaskan oleh Pemerintah atau penyelenggara/satuan pendidikan yang
didirikan masyarakat;
c. tunjangan profesi bagi guru yang ditugaskan oleh Pemerintah atau dosen yang
ditugaskan oleh Pemerintah atau
penyelenggara/satuan pendidikan yang didirikan masyarakat;
d. tunjangan khusus bagi guru atau dosen yang ditugaskan di daerah khusus oleh
Pemerintah;
e. tunjangan khusus bagi guru atau dosen yang ditugaskan di daerah khusus oleh
penyelenggara/satuan pendidikan yang didirikan masyarakat yang memperoleh persetujuan dari Pemerintah;
f. tunjangan kehormatan bagi dosen tetap yang memiliki jabatan profesor atau
guru besar yang ditugaskan oleh Pemerintah atau
penyelenggara/satuan pendidikan yang didirikan masyarakat;
g. honorarium bagi guru honor yang ditugaskan oleh Pemerintah; dan
h. honorarium bagi personalia pendidikan kesetaraan, keaksaraan, dan
pendidikan nonformal lainnya yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau
masyarakat atas inisiatif Pemerintah.
(2) Pendanaan biaya personalia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan
dalam anggaran Pemerintah.
(1) Tanggung jawab pemerintah daerah terhadap pendanaan biaya personalia
pegawai negeri sipil di sektor pendidikan meliputi:
a. biaya personalia satuan pendidikan, baik formal maupun nonformal, terdiri
atas:
1. gaji pokok bagi pegawai negeri sipil daerah;
2. tunjangan yang melekat pada gaji bagi pegawai negeri sipil daerah;
3. tunjangan struktural bagi pejabat struktural pada satuan pendidikan bagi
pegawai negeri sipil daerah;
4. tunjangan fungsional bagi pejabat fungsional pegawai negeri sipil daerah di
luar guru;
5. tunjangan fungsional bagi guru pegawai negeri sipil daerah; dan
6. konsekuensi anggaran dari maslahat tambahan bagi guru pegawai negeri sipil
daerah.
b. biaya personalia penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan, baik formal
maupun nonformal, oleh pemerintah daerah terdiri atas:
1. gaji pokok bagi pegawai negeri sipil daerah;
2. tunjangan yang melekat pada gaji bagi pegawai negeri sipil daerah;
3. tunjangan struktural bagi pejabat struktural bagi pegawai negeri sipil
daerah di luar guru dan dosen; dan
4. tunjangan fungsional bagi pejabat fungsional bagi pegawai negeri sipil
daerah di luar guru dan dosen.
(2) Pendanaan biaya personalia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan
dalam anggaran pemerintah daerah.
(1) Tanggung jawab pemerintah daerah terhadap pendanaan biaya personalia bukan
pegawai negeri sipil di sektor pendidikan meliputi:
a. subsidi tunjangan fungsional bagi guru tetap sekolah yang ditugaskan oleh
pemerintah daerah atau
penyelenggara/satuan pendidikan yang didirikan masyarakat;
b. honorarium bagi guru honor yang ditugaskan oleh pemerintah daerah; dan
c. honorarium bagi personalia pendidikan kesetaraan, keaksaraan, dan
pendidikan nonformal lainnya yang diselenggarakan pemerintah daerah atau
masyarakat atas inisiatif pemerintah daerah.
(2) Pendanaan biaya personalia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan
dalam anggaran pemerintah daerah.
(1) Pendanaan tambahan di atas biaya personalia yang diperlukan untuk pemenuhan
rencana pengembangan satuan atau program pendidikan yang diselenggarakan
Pemerintah menjadi bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal
dapat bersumber dari:
a. Pemerintah;
b. pemerintah daerah;
c. masyarakat;
d. bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau
e. sumber lain yang sah.
(2) Pendanaan tambahan di atas biaya personalia yang diperlukan untuk pemenuhan
rencana pengembangan satuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah daerah
sesuai kewenangannya menjadi bertaraf internasional dan/atau berbasis
keunggulan lokal dapat bersumber dari:
a. Pemerintah;
b. pemerintah daerah;
c. masyarakat;
d. bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau
e. sumber lain yang sah.
(3) Anggaran biaya personalia satuan pendidikan dasar dan menengah yang
dikembangkan menjadi bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan
lokal harus merupakan bagian integral
dari anggaran tahunan satuan pendidikan yang diturunkan dari rencana kerja
tahunan yang merupakan pelaksanaan dari rencana strategis satuan pendidikan.
Paragraf 2
Biaya Non Personalia
(1) Pendanaan biaya nonpersonalia untuk satuan pendidikan dasar pelaksana
program wajib belajar, baik formal maupun nonformal, yang diselenggarakan oleh Pemerintah, menjadi
tanggung jawab Pemerintah dan dialokasikan dalam anggaran Pemerintah.
(2) Pendanaan biaya nonpersonalia untuk satuan pendidikan dasar pelaksana
program wajib belajar, baik formal maupun nonformal, yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah
sesuai kewenangannya, menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dan dialokasikan
dalam anggaran pemerintah daerah.
(3) Tangung jawab pendanaan biaya nonpersonalia oleh Pemerintah dan pemerintah
daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sampai
dengan terpenuhinya Standar Nasional Pendidikan.
(1) Pendanaan biaya nonpersonalia satuan pendidikan yang bukan pelaksana program
wajib belajar, baik formal maupun nonformal,
yang diselenggarakan oleh Pemerintah menjadi tanggung jawab bersama
antara Pemerintah dan masyarakat.
(2) Pendanaan biaya nonpersonalia satuan pendidikan yang bukan pelaksana
program wajib belajar, baik formal maupun nonformal, yang diselenggarakan oleh
pemerintah daerah sesuai kewenangannya menjadi tanggung jawab bersama antara
pemerintah daerah dan masyarakat.
(1) Pemerintah daerah, pemangku kepentingan pendidikan, dan pihak asing dapat
membantu pendanaan biaya nonpersonalia satuan atau program pendidikan yang
diselenggarakan Pemerintah.
(2) Pemerintah, pemangku kepentingan pendidikan, dan pihak asing dapat membantu
pendanaan biaya nonpersonalia satuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah
daerah.
(3) Pemerintah dan pemerintah daerah dapat membantu pendanaan biaya
nonpersonalia satuan atau program pendidikan, baik formal maupun nonformal,
yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(1) Pendanaan tambahan di atas biaya nonpersonalia yang diperlukan untuk pemenuhan
rencana pengembangan satuan atau program pendidikan yang diselenggarakan
Pemerintah menjadi bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal
dapat bersumber dari:
a. Pemerintah;
b. pemerintah daerah;
c. masyarakat;
d. bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau
e. sumber lain yang sah.
(2) Pendanaan tambahan di atas biaya nonpersonalia yang diperlukan untuk
pemenuhan rencana pengembangan satuan atau program pendidikan yang
diselenggarakan pemerintah daerah sesuai kewenangannya menjadi bertaraf internasional
dan/atau berbasis keunggulan lokal dapat bersumber dari:
a. Pemerintah;
b. pemerintah daerah;
c. masyarakat;
d. bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau
e. sumber lain yang sah.
(3) Anggaran biaya nonpersonalia satuan pendidikan dasar dan menengah yang dikembangkan
menjadi bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal harus merupakan bagian integral dari anggaran
tahunan satuan pendidikan yang diturunkan dari rencana kerja tahunan yang
merupakan pelaksanaan dari rencana strategis satuan pendidikan.
(1) Pendanaan biaya personalia kantor penyelenggaraan dan/atau pengelolaan
pendidikan oleh Pemerintah menjadi tanggung jawab Pemerintah dan dialokasikan
dalam anggaran Pemerintah.
(2) Pendanaan biaya personalia kantor penyelenggaraan dan/atau pengelolaan
pendidikan oleh pemerintah daerah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah
sesuai kewenangannya dan dialokasikan dalam anggaran pemerintah daerah.
(1) Pendanaan biaya nonpersonalia kantor penyelenggaraan dan/atau pengelolaan
pendidikan oleh Pemerintah menjadi tanggung jawab Pemerintah dan dialokasikan
dalam anggaran Pemerintah.
(2) Pendanaan biaya nonpersonalia kantor penyelenggaraan dan/atau pengelolaan
pendidikan oleh pemerintah daerah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah
sesuai kewenangannya dan dialokasikan dalam anggaran pemerintah daerah.
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai kewenangannya memberi bantuan biaya
pendidikan atau beasiswa kepada peserta didik yang orang tua atau walinya tidak
mampu membiayai pendidikannya.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai kewenangannya dapat memberi
beasiswa kepada peserta didik yang berprestasi.
(1) Bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1)
mencakup sebagian atau seluruh biaya pendidikan yang harus ditanggung peserta
didik, termasuk biaya pribadi peserta didik.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian bantuan biaya pendidikan oleh
Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) diatur dengan Peraturan
Menteri atau Peraturan Menteri Agama sesuai kewenangan masing-masing.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian bantuan biaya pendidikan oleh
pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) diatur dengan peraturan kepala daerah.
(1) Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 mencakup sebagian atau seluruh
biaya pendidikan yang harus ditanggung peserta didik, termasuk biaya pribadi
peserta didik.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian beasiswa oleh Pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 diatur dengan Peraturan Menteri atau
Peraturan Menteri Agama sesuai kewenangan masing-masing.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian beasiswa oleh pemerintah daerah
sesuai kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 diatur dengan
peraturan kepala daerah.
(1) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah
daerah sesuai kewenangannya, wajib menerima bantuan biaya nonpersonalia dari
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
(2) Dalam hal terdapat penolakan terhadap bantuan biaya nonpersonalia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), satuan pendidikan dilarang memungut biaya
tersebut dari peserta didik, orang tua atau wali peserta didik.
(3) Satuan pendidikan yang memungut biaya nonpersonalia sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Tanggung jawab pendanaan
satuan pendidikan yang dikelola oleh Pemerintah di luar negeri diatur dengan
Peraturan Menteri.
TANGGUNG
JAWAB PENDANAAN PENDIDIKAN OLEH PENYELENGGARA ATAU SATUAN PENDIDIKAN YANG
DIDIRIKAN MASYARAKAT
(1) Lahan untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh penyelenggara atau
satuan pendidikan yang didirikan masyarakat
harus memenuhi Standar Nasional Pendidikan.
(2) Pendanaan biaya investasi untuk lahan satuan pendidikan, baik formal maupun
nonformal, yang diselenggarakan masyarakat menjadi tanggung jawab penyelenggara
atau satuan pendidikan yang bersangkutan.
(3) Tanggung jawab penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan
masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) adalah sampai dengan terpenuhinya Standar Nasional Pendidikan.
(4) Pemerintah, pemerintah daerah, pemangku kepentingan pendidikan, dan pihak
asing dapat membantu pendanaan investasi untuk lahan satuan dan/atau program
pendidikan, baik formal maupun nonformal, yang diselenggarakan masyarakat.
(1)
Pendanaan tambahan di
atas biaya investasi lahan satuan pendidikan yang diperlukan untuk
mengembangkan satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat menjadi
bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal dapat bersumber dari:
a. penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat;
b. orang tua atau wali peserta didik;
c. masyarakat di luar orang tua atau wali peserta didik;
d. Pemerintah;
e. pemerintah daerah;
f. pihak asing yang tidak
mengikat; dan/atau
g. sumber lain yang sah.
(2) Syarat pemberian bantuan pendanaan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d diatur dengan Peraturan Menteri dan Peraturan Menteri
Agama sesuai kewenangan masing-masing.
(3) Syarat pemberian bantuan pendanaan oleh pemerintah daerah sesuai
kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e diatur dengan
peraturan kepala daerah.
(4) Investasi lahan untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan
masyarakat dan dikembangkan menjadi
bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal harus merupakan bagian integral dari anggaran
tahunan satuan pendidikan yang diturunkan dari rencana kerja tahunan yang
merupakan pelaksanaan dari rencana strategis satuan pendidikan.
Pasal 34
(1)
Investasi selain lahan
untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat harus memenuhi Standar Nasional Pendidikan.
(2)
Pendanaan biaya investasi selain
lahan untuk satuan pendidikan penyelenggara program wajib belajar, baik formal
maupun nonformal, yang diselenggarakan masyarakat, menjadi tanggung jawab
penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat.
(3)
Tanggung jawab pendanaan
oleh penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sampai dengan terpenuhinya Standar Nasional Pendidikan.
(4)
Pendanaan biaya
investasi selain lahan untuk satuan pendidikan bukan penyelenggara program
wajib belajar, baik formal maupun nonformal, yang diselenggarakan masyarakat,
menjadi tanggung jawab bersama penyelenggara atau satuan pendidikan yang
bersangkutan dan masyarakat.
(5)
Pemerintah, pemerintah
daerah, pemangku kepentingan pendidikan, dan pihak asing dapat membantu
pendanaan biaya investasi selain lahan untuk satuan dan/atau program pendidikan
formal dan nonformal yang diselenggarakan masyarakat.
(1)
Pendanaan tambahan di
atas biaya investasi selain lahan yang diperlukan untuk pengembangan satuan
atau program pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat menjadi bertaraf
internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal dapat bersumber dari:
a. penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat;
b. orang tua atau wali peserta didik;
c. masyarakat di luar orang tua atau wali peserta didik;
d. Pemerintah;
e. pemerintah daerah;
f. pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau
g. sumber lain yang sah.
(2)
Syarat pemberian bantuan
pendanaan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur
dengan Peraturan Menteri dan Peraturan Menteri Agama sesuai kewenangan
masing-masing.
(3)
Syarat pemberian bantuan
pendanaan oleh pemerintah daerah sesuai kewenangannya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e diatur dengan peraturan kepala daerah.
(4)
Investasi selain lahan
untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dan dikembangkan menjadi bertaraf
internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal harus merupakan bagian integral dari anggaran
tahunan satuan pendidikan yang diturunkan dari rencana kerja tahunan yang
merupakan pelaksanaan dari rencana strategis satuan pendidikan.
Pasal 36
Pendanaan investasi untuk lahan kantor penyelenggaraan dan/atau
pengelolaan pendidikan oleh masyarakat
menjadi tanggung jawab penyelenggara atau satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pendanaan biaya investasi selain lahan untuk kantor penyelenggaraan
dan/atau pengelolaan pendidikan oleh masyarakat menjadi tanggung jawab
penyelenggara atau satuan pendidikan yang bersangkutan.
(1) Biaya personalia satuan pendidikan, baik formal maupun nonformal, yang
diselenggarakan oleh masyarakat yang menjadi tanggung jawab penyelenggara atau satuan pendidikan yang bersangkutan
sekurang-kurangnya mencakup:
a. gaji pokok;
b. tunjangan yang melekat pada gaji;
c. tunjangan fungsional bagi guru dan dosen; dan
d. maslahat tambahan bagi guru dan dosen.
(2) Biaya personalia sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja antara penyelenggara atau satuan
pendidikan yang didirikan masyarakat
dengan masing-masing pendidik/tenaga kependidikan, atau kesepakatan
kerja bersama antara penyelenggara atau satuan pendidikan yang bersangkutan dengan
keseluruhan pendidik/ tenaga kependidikan.
(3) Pemerintah, pemerintah daerah, pemangku kepentingan pendidikan, dan pihak
asing dapat membantu pendanaan biaya personalia pada satuan pendidikan, baik
formal maupun nonformal, yang diselenggarakan masyarakat.
(1) Pendanaan tambahan di atas biaya personalia yang diperlukan untuk
mengembangkan satuan atau program pendidikan yang diselenggarakan
masyarakat menjadi bertaraf
internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal, dapat bersumber dari:
a. penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat;
b. orang tua atau wali peserta didik;
c. masyarakat di luar orang tua atau wali peserta didik;
d. Pemerintah;
e. pemerintah daerah;
f. pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau
g. sumber lain yang sah.
(2) Syarat pemberian bantuan pendanaan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d diatur dengan Peraturan Menteri dan Peraturan Menteri
Agama sesuai kewenangan masing-masing.
(3) Syarat pemberian bantuan pendanaan oleh pemerintah daerah sesuai
kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e diatur dengan
peraturan kepala daerah.
(4) Biaya personalia satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dan dikembangkan menjadi bertaraf
internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal harus merupakan bagian integral dari anggaran
tahunan satuan pendidikan yang diturunkan dari rencana kerja tahunan yang
merupakan pelaksanaan dari rencana strategis satuan pendidikan.
Paragraf 2
Biaya Non personalia
(1) Pendanaan biaya nonpersonalia untuk satuan pendidikan dasar madrasah
pelaksana program wajib belajar yang diselenggarakan oleh masyarakat menjadi tanggung jawab Pemerintah dan
dialokasikan dalam anggaran Pemerintah.
(2) Pendanaan biaya nonpersonalia untuk satuan pendidikan dasar sekolah
pelaksana program wajib belajar yang diselenggarakan oleh masyarakat menjadi
tanggung jawab pemerintah daerah sesuai kewenangannya dan dialokasikan dalam
anggaran pemerintah daerah.
(3) Tanggung jawab pendanaan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sampai dengan terpenuhinya
Standar Nasional Pendidikan.
(4) Pendanaan biaya nonpersonalia untuk satuan pendidikan bukan pelaksana
program wajib belajar, baik formal maupun nonformal, yang diselenggarakan
masyarakat, menjadi tanggung jawab bersama antara penyelenggara atau satuan
pendidikan yang didirikan masyarakat dan
peserta didik atau orang tua/walinya.
(5) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan pihak asing dapat membantu
pendanaan biaya nonpersonalia satuan pendidikan yang diselenggarakan
penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat.
(6) Pendanaan biaya nonpersonalia penyelenggara atau satuan pendidikan yang
didirikan masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dapat bersumber dari:
a. Pemerintah;
b. pemerintah daerah;
c. pemangku kepentingan satuan pendidikan di luar peserta didik atau orang
tua/walinya;
d. bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau
e. sumber lainnya yang sah.
Pasal 41
(1) Pendanaan tambahan di atas biaya nonpersonalia yang diperlukan untuk
pengembangan satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat menjadi bertaraf internasional dan/atau
berbasis keunggulan lokal, dapat bersumber dari:
a. penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat;
b. Pemerintah;
c. pemerintah daerah;
d. peserta didik atau orang tua/walinya;
e. pemangku kepentingan di luar peserta didik atau orang tua/walinya;
f. bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau
g. sumber lainnya yang sah.
(2) Syarat pemberian bantuan pendanaan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri dan Peraturan Menteri
Agama sesuai kewenangan masing-masing.
(3) Syarat pemberian bantuan pendanaan oleh pemerintah daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c diatur dengan peraturan kepala daerah sesuai
kewenangannya.
(4) Biaya nonpersonalia satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dan dikembangkan untuk bertaraf internasional
dan/atau berbasis keunggulan lokal harus
merupakan bagian integral dari anggaran tahunan satuan pendidikan yang
diturunkan dari rencana kerja tahunan yang merupakan pelaksanaan dari rencana
strategis satuan pendidikan.
Pendanaan biaya personalia untuk kantor penyelenggaraan dan/atau
pengelolaan pendidikan oleh penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan
masyarakat menjadi tanggung jawab penyelenggara atau satuan pendidikan yang
bersangkutan.
Pendanaan biaya nonpersonalia untuk kantor penyelenggaraan dan/atau
pengelolaan pendidikan oleh penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan
masyarakat menjadi tanggung jawab
penyelenggara atau satuan pendidikan yang bersangkutan.
(1) Penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat memberi
bantuan biaya pendidikan atau beasiswa kepada peserta didik atau orang tua atau
walinya yang tidak mampu membiayai pendidikannya.
(2) Penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat dapat
memberi beasiswa kepada peserta didik yang berprestasi.
(3) Pendanaan bantuan biaya pendidikan dan beasiswa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dapat bersumber dari:
a. penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat;
b. Pemerintah;
c. pemerintah daerah;
d. orang tua/wali peserta didik;
e. pemangku kepentingan di luar peserta didik dan orang tua/walinya;
f. bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau
g. sumber lainnya yang sah.
Pasal 45
(1) Bantuan biaya pendidikan dan beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44
mencakup sebagian atau seluruh biaya pendidikan yang harus ditanggung peserta
didik, termasuk biaya personal.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian bantuan biaya pendidikan dan
beasiswa oleh penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan
masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 44 diatur dengan peraturan penyelenggara atau satuan pendidikan yang
bersangkutan.
Pasal 46
Satuan pendidikan pelaksana program wajib belajar yang diselenggarakan
masyarakat, yang tidak dikembangkan menjadi bertaraf internasional atau
berbasis keunggulan lokal, wajib menerima bantuan biaya nonpersonalia dari
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
BAB
IV
TANGGUNG JAWAB PENDANAAN PENDIDIKAN OLEH
MASYARAKAT DI LUAR PENYELENGGARA
DAN SATUAN PENDIDIKAN YANG
DIDIRIKAN MASYARAKAT
Pasal 47
Peserta didik, orang tua, dan/atau wali peserta didik bertanggung jawab
atas:
a. biaya pribadi peserta didik;
b. pendanaan biaya investasi selain lahan untuk satuan pendidikan bukan
pelaksana program wajib belajar, baik formal maupun nonformal, yang diperlukan
untuk menutupi kekurangan pendanaan yang disediakan oleh penyelenggara dan/atau
satuan pendidikan;
c. pendanaan biaya personalia pada satuan pendidikan bukan pelaksana program
wajib belajar, baik formal maupun nonformal, yang diperlukan untuk menutupi
kekurangan pendanaan yang disediakan oleh penyelenggara dan/atau satuan
pendidikan;
d. pendanaan biaya nonpersonalia pada satuan pendidikan bukan pelaksana
program wajib belajar, baik formal maupun nonformal, yang diperlukan untuk
menutupi kekurangan pendanaan yang disediakan oleh penyelenggara dan/atau
satuan pendidikan; dan
e. pendanaan sebagian biaya investasi pendidikan dan/atau sebagian biaya
operasi pendidikan tambahan yang diperlukan untuk mengembangkan satuan
pendidikan menjadi bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal.
Pasal 48
Tanggung jawab peserta didik, orang tua, dan/atau wali peserta didik dalam
pendanaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 47 huruf b sampai dengan huruf e ditujukan untuk:
a. menutupi kekurangan pendanaan satuan pendidikan dalam memenuhi Standar
Nasional Pendidikan; dan
b. mendanai program peningkatan mutu satuan pendidikan di atas Standar
Nasional Pendidikan.
Tanggung
Jawab Pendanaan Pendidikan oleh Masyarakat di
luar Penyelenggara dan Satuan Pendidikan yang didirikan masyarakat
serta Peserta
Didik atau Orang Tua/Walinya
Pasal 49
(1) Masyarakat di luar penyelenggara dan satuan pendidikan yang didirikan
masyarakat serta peserta didik atau orang tua/walinya dapat memberikan
sumbangan pendidikan secara sukarela dan sama sekali tidak mengikat kepada
satuan pendidikan.
(2) Sumbangan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibukukan dan
dipertanggungjawabkan secara transparan kepada pemangku kepentingan satuan
pendidikan.
(3) Penerimaan, penyimpanan, dan penggunaan sumbangan pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diaudit oleh akuntan publik, diumumkan
secara transparan di media cetak berskala nasional, dan dilaporkan kepada
Menteri apabila jumlahnya lebih besar dari jumlah tertentu yang ditetapkan oleh
Menteri.
BAB V
Pasal 50
(1) Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan,
kecukupan, dan keberlanjutan.
(2) Prinsip keadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berarti bahwa besarnya pendanaan
pendidikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat disesuaikan
dengan kemampuan masing-masing.
(3) Prinsip kecukupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berarti bahwa
pendanaan pendidikan cukup untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang
memenuhi Standar Nasional Pendidikan.
(4) Prinsip keberlanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berarti bahwa
pendanaan pendidikan dapat digunakan secara berkesinambungan untuk memberikan
layanan pendidikan yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan.
Pasal 51
(1) Pendanaan pendidikan bersumber dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat.
(2) Dana pendidikan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
bersumber dari:
a. anggaran Pemerintah;
b. anggaran pemerintah daerah;
c. bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau
d. sumber lain yang sah.
(3) Dana pendidikan penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan
masyarakat dapat bersumber dari:
a. pendiri penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan
masyarakat;
b. bantuan dari masyarakat, di luar peserta didik atau orang tua/ walinya;
c. bantuan Pemerintah;
d. bantuan pemerintah daerah;
e. bantuan pihak asing yang tidak mengikat;
f. hasil usaha penyelenggara atau satuan pendidikan; dan/atau
g. sumber lainnya yang sah.
(4) Dana pendidikan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah
dapat bersumber dari:
a. anggaran Pemerintah;
b. bantuan pemerintah daerah;
c. pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya yang dilaksanakan sesuai
peraturan perundang-undangan;
d. bantuan dari pemangku kepentingan satuan pendidikan di luar peserta didik
atau orang tua/walinya;
e. bantuan dari pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau
f. sumber lainnya yang sah.
(5) Dana pendidikan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah
daerah dapat bersumber dari:
a. bantuan pemerintah daerah;
b. bantuan Pemerintah;
c. pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya yang dilaksanakan sesuai
peraturan perundang-undangan;
d. bantuan dari pemangku kepentingan satuan pendidikan di luar peserta didik
atau orang tua/walinya;
e. bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau
f. sumber lainnya yang sah.
(6) Dana pendidikan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh penyelenggara
atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat dapat bersumber dari:
a. bantuan dari penyelenggara atau satuan pendidikan yang bersangkutan;
b. bantuan dari Pemerintah;
c. bantuan dari pemerintah daerah;
d. pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya yang dilaksanakan sesuai
peraturan perundang-undangan;
e. bantuan dari pemangku kepentingan satuan pendidikan di luar peserta didik
atau orang tua/walinya;
f. bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau
g. sumber lainnya yang sah.
Pasal 52
Pungutan oleh satuan
pendidikan dalam rangka memenuhi tanggung jawab peserta didik, orang tua,
dan/atau walinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 dan Pasal 51 ayat
(4) huruf c, ayat (5) huruf c, dan ayat (6)
huruf d wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. didasarkan pada perencanaan investasi dan/atau operasi yang jelas dan
dituangkan dalam rencana strategis, rencana kerja tahunan, serta anggaran
tahunan yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan;
b. perencanaan investasi dan/atau operasi sebagaimana dimaksud pada huruf a
diumumkan secara transparan kepada pemangku kepentingan satuan pendidikan;
c. dana yang diperoleh disimpan dalam rekening atas nama satuan pendidikan;
d. dana yang diperoleh dibukukan secara khusus oleh satuan pendidikan terpisah
dari dana yang diterima dari penyelenggara satuan pendidikan;
e. tidak dipungut dari peserta didik atau orang tua/walinya yang tidak mampu
secara ekonomis;
f. menerapkan sistem subsidi silang yang diatur sendiri oleh satuan
pendidikan;
g. digunakan sesuai dengan perencanaan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
h. tidak dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta didik,
penilaian hasil belajar peserta didik, dan/atau kelulusan peserta didik dari
satuan pendidikan;
i. sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari total dana pungutan peserta
didik atau orang tua/walinya digunakan untuk peningkatan mutu pendidikan;
j. tidak dialokasikan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk
kesejahteraan anggota komite sekolah/madrasah atau lembaga representasi pemangku
kepentingan satuan pendidikan;
k. pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan dana diaudit oleh akuntan publik
dan dilaporkan kepada Menteri, apabila jumlahnya lebih dari jumlah tertentu
yang ditetapkan oleh Menteri;
l. pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan dana dipertanggung jawabkan oleh
satuan pendidikan secara transparan kepada pemangku kepentingan pendidikan
terutama orang tua/wali peserta didik, dan penyelenggara satuan pendidikan; dan
m. sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menteri atau Menteri
Agama, sesuai kewenangan masing-masing, dapat membatalkan pungutan sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 52 apabila melanggar peraturan perundang-undangan atau dinilai
meresahkan masyarakat.
Apabila dana pungutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 yang diterima satuan pendidikan pada suatu
tahun ajaran melebihi jumlah dana yang diperlukan menurut perencanaan investasi
dan/atau operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf a, maka kelebihannya
dimasukkan dalam anggaran tahun berikutnya.
(1)
Peserta didik atau orang
tua/walinya dapat memberikan sumbangan pendidikan yang sama sekali tidak
mengikat kepada satuan pendidikan secara sukarela di luar yang telah diatur
dalam Pasal 52.
(2)
Penerimaan, penyimpanan,
dan penggunaan sumbangan pendidikan yang bersumber dari peserta didik atau
orang tua/walinya, diaudit oleh akuntan publik, diumumkan secara transparan di
media cetak berskala nasional, dan dilaporkan kepada Menteri apabila jumlahnya
lebih besar dari jumlah tertentu yang ditetapkan oleh Menteri.
(1) Bantuan dari pihak asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) huruf
c, ayat (3) huruf e, ayat (4) huruf e, ayat (5) huruf e, dan ayat (6) huruf f
berbentuk utang atau hibah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Bantuan dari pihak asing kepada penyelenggara atau satuan pendidikan yang
didirikan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada
Menteri atau Menteri Agama, dan Menteri Keuangan.
(1) Satuan pendidikan dapat memiliki dana pengembangan.
(2) Dana pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas pokok
dana pengembangan dan hasil pengelolaan pokok dana pengembangan.
(3) Pokok dana pengembangan dapat bersumber dari:
a. bantuan Pemerintah;
b. bantuan pemerintah daerah;
c. bantuan masyarakat di luar peserta didik atau orang tua/walinya;
d. sebagian dana peningkatan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
52 huruf i;
e. bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau
f. sumber lain yang sah.
(4) Pokok dana pengembangan tidak boleh digunakan kecuali jika:
a. pengelolaan dana pengembangan mengalami kerugian;
b. dana pengembangan digunakan untuk menyelamatkan eksistensi satuan
pendidikan ketika mengalami kesulitan keuangan yang menjurus pada
kepailitan; atau
c. digunakan untuk menyelamatkan satuan pendidikan ketika terkena bencana.
(5) Hasil pengelolaan pokok dana pengembangan dapat digunakan untuk:
a. pendanaan biaya investasi dan/atau biaya operasi satuan pendidikan;
b. bantuan biaya pendidikan bagi peserta didik yang tidak mampu membiayai
pendidikannya; dan/atau
c. beasiswa bagi peserta didik, pendidik, dan/atau tenaga kependidikan pada
satuan pendidikan yang bersangkutan.
(6) Pokok dan hasil dana pengembangan tidak boleh digunakan untuk:
a. dipinjamkan sebagai piutang baik langsung maupun tidak langsung; dan/atau
b. dijadikan jaminan utang baik langsung maupun tidak langsung.
(7) Dana pengembangan dikelola berdasarkan prinsip transparansi dan akuntabilitas dan tidak boleh diinvestasikan
pada usaha yang beresiko tinggi atau melanggar peraturan perundang-undangan.
(8) Dana pengembangan disimpan dalam rekening khusus dana pengembangan atas
nama satuan pendidikan.
(9) Dana pengembangan dibukukan terpisah dari dana lain.
(10) Dana pengembangan dipertanggungjawabkan oleh pemimpin satuan pendidikan
kepada pemangku kepentingan pendidikan secara periodik tahunan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan penyelenggara atau satuan
pendidikan.
Prinsip dalam pengelolaan dana pendidikan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, penyelenggara dan satuan pendidikan yang didirikan oleh
masyarakat terdiri atas:
a.
prinsip
keadilan;
b.
prinsip
efisiensi;
c.
prinsip
transparansi; dan
d.
prinsip
akuntabilitas publik.
(2)
Prinsip keadilan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dilakukan dengan memberikan akses pelayanan pendidikan yang
seluas-luasnya dan merata kepada peserta didik atau calon peserta didik, tanpa
membedakan latar belakang suku, ras, agama, jenis kelamin, dan kemampuan atau
status sosial-ekonomi.
(3)
Prinsip
efisiensi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dilakukan dengan mengoptimalkan akses, mutu, relevansi,
dan daya saing pelayanan pendidikan.
(4)
Prinsip
transparansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan
memenuhi asas kepatutan dan tata kelola yang baik oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat, dan satuan pendidikan
sehingga:
a. dapat diaudit atas dasar standar audit yang berlaku, dan menghasilkan opini
audit wajar tanpa perkecualian; dan
b. dapat dipertanggungjawabkan secara transparan kepada pemangku kepentingan
pendidikan.
(5) Prinsip akuntabilitas publik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan dengan memberikan pertanggungjawaban
atas kegiatan yang dijalankan oleh penyelenggara atau satuan pendidikan kepada
pemangku kepentingan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 2
Pasal 60
(1) Pengelolaan dana pendidikan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengelolaan dana pendidikan oleh penyelenggara atau satuan pendidikan yang
didirikan masyarakat dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan dan
anggaran dasar/anggaran rumah tangga penyelenggara atau satuan pendidikan yang
bersangkutan.
(3) Pengelolaan dana pendidikan oleh satuan pendidikan dilaksanakan sesuai
peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
penyelenggara atau satuan pendidikan, serta peraturan satuan pendidikan.
(1) Seluruh dana pendidikan Pemerintah dikelola sesuai sistem anggaran
Pemerintah.
(2) Seluruh dana pendidikan pemerintah daerah dikelola sesuai sistem anggaran
daerah.
(4) Seluruh dana satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah
dikelola sesuai sistem anggaran daerah.
(1) Pengelolaan dana pendidikan oleh penyelenggara atau satuan pendidikan yang
didirikan masyarakat diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
penyelenggara atau satuan pendidikan yang bersangkutan.
(2) Dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) digunakan oleh penyelenggara atau satuan pendidikan yang
didirikan masyarakat untuk:
a. biaya investasi pada satuan pendidikan;
b. biaya operasi satuan pendidikan; dan/atau
c. bantuan kepada satuan pendidikan dalam bentuk hibah untuk mendukung biaya
operasi satuan pendidikan.
(3) Dana pendidikan yang dikelola oleh penyelenggara atau satuan pendidikan yang
didirikan masyarakat disimpan dalam rekening
penyelenggara atau satuan pendidikan yang bersangkutan.
(4) Seluruh dana satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat
dikelola melalui mekanisme yang diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga penyelenggara atau satuan pendidikan yang bersangkutan dan
disimpan di dalam rekening bendahara satuan pendidikan yang dibuka dengan
seizin ketua penyelenggara atau pemimpin satuan pendidikan yang
bersangkutan.
(1) Penerimaan dana pendidikan yang bersumber dari masyarakat oleh satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh Pemerintah dikelola sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Dana pendidikan pada satuan pendidikan bukan
penyelenggara program wajib belajar yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah yang belum berbadan hukum dikelola dengan menggunakan pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
Bagian
Kedua
Perencanaan
anggaran pendidikan oleh
Pemerintah harus sejalan dengan:
a.
rencana pembangunan
jangka panjang;
b.
rencana pembangunan
jangka menengah;
c.
rencana kerja
Pemerintah; dan
d.
rencana strategis
pendidikan nasional.
Pasal 65
Perencanaan
anggaran pendidikan oleh pemerintah daerah harus sejalan dengan:
a.
rencana pembangunan
jangka panjang;
b.
rencana pembangunan
jangka menengah;
c.
rencana kerja
Pemerintah;
d.
rencana strategis
pendidikan nasional; dan
e.
rencana strategis
daerah.
Perencanaan anggaran
pendidikan oleh satuan pendidikan tinggi harus sejalan dengan:
a. rencana pembangunan jangka panjang;
b. rencana pembangunan jangka menengah;
c. rencana kerja Pemerintah;
d. rencana strategis pendidikan nasional;
e. rencana strategis satuan pendidikan; dan
f. rencana kerja tahunan satuan pendidikan.
(1)
Rencana tahunan
penerimaan dan pengeluaran dana pendidikan oleh Pemerintah dituangkan dalam
rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga sesuai peraturan
perundang-undangan.
(2)
Rencana tahunan
penerimaan dan pengeluaran dana pendidikan oleh pemerintah daerah dituangkan
dalam rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah sesuai peraturan
perundang-undangan.
(3)
Rencana tahunan
penerimaan dan pengeluaran dana pendidikan oleh satuan pendidikan dituangkan
dalam rencana kerja dan anggaran tahunan satuan pendidikan sesuai peraturan
perundang-undangan.
(1) Penggunaan dana pendidikan oleh Pemerintah dilaksanakan melalui sistem
anggaran Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Penggunaan dana pendidikan oleh pemerintah daerah dilaksanakan melalui
sistem anggaran pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(1) Penggunaan dana pendidikan oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah dilaksanakan melalui sistem anggaran Pemerintah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Penggunaan dana pendidikan oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
pemerintah daerah dilaksanakan melalui sistem anggaran pemerintah daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Penggunaan dana pendidikan oleh satuan pendidikan dilaksanakan melalui
mekanisme yang diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
penyelenggara atau satuan pendidikan, serta sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(1) Realisasi penerimaan dan pengeluaran dana pendidikan Pemerintah dibukukan
dan dilaporkan sesuai standar akuntansi yang berlaku bagi instansi Pemerintah.
(2) Realisasi pengeluaran dana pendidikan Pemerintah oleh satuan kerja
pemerintah daerah dilaporkan kepada Menteri atau Menteri Agama sesuai
kewenangan masing-masing, dan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Realisasi penerimaan dan pengeluaran dana pendidikan Pemerintah oleh satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dilaporkan kepada Menteri atau
Menteri Agama sesuai kewenangan
masing-masing, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(1) Realisasi penerimaan dan pengeluaran dana pendidikan pemerintah daerah
dibukukan dan dilaporkan sesuai standar akuntansi yang berlaku bagi instansi
pemerintah daerah.
(2) Realisasi penerimaan dan pengeluaran dana pendidikan pemerintah daerah oleh
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dilaporkan kepada
kepala daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan paling lambat
dalam waktu 15 (lima belas) hari kalender.
Pasal 72
Realisasi penerimaan dan
pengeluaran dana pendidikan satuan pendidikan dibukukan dan dilaporkan sesuai
standar akuntansi keuangan nirlaba yang berlaku bagi satuan pendidikan.
Pasal 73
Pelaporan mengenai
penggunaan dana pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dan Pasal 69
serta realisasi penerimaan dan pengeluaran dana pendidikan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 70, Pasal 71, dan Pasal 72 diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Menteri.
(1) Pengawasan penerimaan dan penggunaan dana pendidikan Pemerintah dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemeriksaan penerimaan dan penggunaan dana pendidikan dalam rangka
pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(1) Pengawasan penerimaan dan penggunaan dana pendidikan pemerintah daerah
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemeriksaan penerimaan dan penggunaan dana pendidikan dalam rangka
pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 76
(1) Pengawasan penerimaan dan penggunaan dana satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pemeriksaan penerimaan dan penggunaan dana dalam rangka pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(1) Pengawasan penerimaan dan penggunaan dana satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh pemerintah daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pemeriksaan penerimaan dan penggunaan dana dalam rangka pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2)
Pengawasan penerimaan
dan penggunaan dana satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan anggaran dasar serta anggaran rumah tangga penyelenggara
atau satuan pendidikan yang bersangkutan.
(3)
Pemeriksaan penerimaan
dan penggunaan dana dalam rangka pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kelima
Pertanggungjawaban
(1)
Dana pendidikan Pemerintah dan
pemerintah daerah dipertanggungjawabkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)
Dana pendidikan pada satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah
dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dana pendidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat dipertanggungjawabkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar serta anggaran
rumah tangga penyelenggara atau satuan pendidikan yang bersangkutan.
(1) Anggaran belanja untuk melaksanakan fungsi pendidikan pada sektor
pendidikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara setiap tahun anggaran
sekurang-kurangnya dialokasikan 20% (dua puluh perseratus) dari belanja negara.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai alokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur oleh Menteri Keuangan.
Pasal 81
(1) Anggaran belanja untuk melaksanakan fungsi pendidikan pada sektor
pendidikan dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah setiap tahun anggaran
sekurang-kurangnya dialokasikan 20% (dua puluh perseratus) dari belanja daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai alokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur oleh Menteri Keuangan.
Pasal 82
(1) Dana pendidikan dari Pemerintah diberikan kepada pemerintah daerah dalam
bentuk hibah.
(2) Dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk:
a. dana dekonsentrasi;
b. dana tugas pembantuan; dan
c. dana alokasi khusus bidang pendidikan.
(3) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam naskah perjanjian
hibah daerah antara Menteri Keuangan atau kuasanya dengan kepala daerah.
(1) Dana pendidikan dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah diberikan kepada
satuan pendidikan dalam bentuk hibah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Dalam proses penyaluran dana pendidikan dari Pemerintah dan/atau pemerintah
daerah ke satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), petugas
dan/atau lembaga yang terlibat dalam penyaluran dana harus sudah menyalurkan
dana tersebut secara langsung kepada satuan pendidikan dalam waktu paling lama
5 (lima) hari kerja setelah terbitnya surat perintah membayar dari kantor
pelayanan perbendaharaan negara atau kantor pelayanan perbendaharaan daerah.
(3) Biaya penyaluran dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
boleh dibebankan kepada satuan pendidikan.
Pasal 84
Penerima hibah dari perseorangan, lembaga, dan/atau pemerintah negara lain
wajib melaporkan jumlah dana yang diterima dan penggunaannya kepada Menteri
atau Menteri Agama, dan Menteri Keuangan.
Pasal 85
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku peraturan
perundang-undangan mengenai pendanaan pendidikan masih tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini atau belum diganti
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
BAB
IX
Pasal 86
Dengan berlakunya
Peraturan Pemerintah ini, ketentuan mengenai pembiayaan dalam Bab IX Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1990 Nomor 35 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3411), Bab XI Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 36 dan Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3412),
Bab XI Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 37 dan Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3413), Bab XIII Peraturan Pemerintah Nomor 72
Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1991 Nomor 94 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3460), Bab XII Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan
Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 115 dan Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3859) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 87
Semua peraturan yang diperlukan untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah ini
harus diselesaikan paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak diundangkan
Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 88
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Juli 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 4
Juli 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 91
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 48
TAHUN 2008
TENTANG
PENDANAAN PENDIDIKAN
I. UMUM
Pengaturan mengenai pendanaan
pendidikan dalam Pasal 46, Pasal 47,
Pasal 48, dan Pasal 49, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional disusun berdasarkan semangat desentralisasi dan otonomi
satuan pendidikan dalam perimbangan pendanaan pendidikan antara pusat dan
daerah. Dengan demikian pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama
antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Tanggung jawab Pemerintah dan
pemerintah daerah untuk menyediakan anggaran pendidikan berdasarkan prinsip
keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan. Dalam rangka memenuhi tanggung jawab
pendanaan tersebut, Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat mengerahkan
sumberdaya yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang dikelola
berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas
publik.
Untuk melaksanakan amanat
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional tersebut di atas perlu ditetapkan Peraturan
Pemerintah tentang Pendanaan Pendidikan.
Pendanaan pendidikan dalam
Peraturan Pemerintah ini meliputi pengaturan lebih lanjut mengenai tanggung
jawab pendanaan, sumber pendanaan, pengelolaan dana, dan pengalokasian dana.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Cukup jelas.
Pasal 2 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Huruf a, b, Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “pihak lain” misalnya pengusaha, alumni, dan
organisasi sosial.
Pasal 3 Ayat (1)
Huruf a
Biaya satuan pendidikan merupakan biaya penyelenggaraan pendidikan pada
tingkat satuan pendidikan.
Huruf b
Biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan merupakan biaya
penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan oleh Pemerintah, pemerintah
provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau penyelenggara/satuan pendidikan yang
didirikan masyarakat.
Huruf c
Biaya pribadi peserta didik merupakan biaya personal yang meliputi biaya
pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti
proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
Ayat (2)
Huruf a, b. Cukup jelas.
Huruf c
Bantuan biaya pendidikan adalah dana pendidikan yang diberikan kepada peserta
didik yang orang tua atau walinya tidak mampu membiayai pendidikannya.
Huruf d
Beasiswa adalah bantuan dana
pendidikan yang diberikan kepada peserta didik yang berprestasi.
Ayat (3)
Huruf a
Biaya investasi satuan pendidikan
meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya
manusia, dan modal kerja tetap.
Angka 1, 2. Cukup jelas.
Huruf b
Angka 1
Biaya personalia meliputi gaji
pendidik dan tenaga kependidikan serta tunjangan yang melekat pada gaji.
Angka 2
Biaya nonpersonalia meliputi bahan
atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya tak langsung berupa daya, air,
jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur,
transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan
lain sebagainya.
Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 4, 5, 6, 7, 8, 9 Ayat (1) Huruf a, b, c, d, Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan sumber lain
yang sah misalnya keuntungan dari unit usaha.
Ayat (2), (3). Cukup jelas.
Pasal 10, 11, 12, Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pendanaan tambahan di atas biaya investasi selain
lahan, antara lain bangunan, ruang kerja, perabot, alat kerja, instalasi daya
dan jasa, serta ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang
penyelenggaraan dan atau pengelolaan pendidikan.
Ayat (2),
(3). Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pendanaan biaya investasi lahan untuk kantor
penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan oleh Pemerintah” antara lain
adalah lahan untuk kantor Departemen, unit eselon I, II, III, IV, dan V, serta
unit pelaksana teknis lainnya selain satuan pendidikan di bawah Departemen.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pendanaan biaya investasi lahan untuk kantor
penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan oleh pemerintah daerah” antara
lain adalah lahan untuk kantor pemerintah daerah yang menangani urusan
pendidikan, unit eselon I, II, III, IV, dan V, serta unit pelaksana teknis
lainnya selain satuan pendidikan di bawah pemerintah daerah yang menangani
urusan pendidikan.
Pasal 15, 16, Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dosen tetap adalah
dosen yang bekerja penuh waktu yang berstatus sebagai pendidik tetap pada
satuan pendidikan tertentu.
Huruf b
Yang dimaksud dengan guru tetap
adalah guru yang diangkat oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau penyelenggara
pendidikan dan satuan pendidikan yang didirikan masyarakat, untuk jangka waktu
paling sedikit 2 (dua) tahun secara terus menerus, dan tercatat pada satuan
administrasi pangkal di satuan pendidikan yang memiliki izin pendirian dari
Pemerintah atau pemerintah daerah serta melaksanakan tugas pokok sebagai guru.
Huruf c
Guru dan dosen yang berhak
memperoleh tunjangan profesi adalah mereka yang telah memiliki sertifikat
pendidik. Tunjangan profesi ini diberikan pada tahun anggaran berikutnya setelah
memperoleh sertifikat pendidik.
Huruf d
Guru atau dosen di daerah khusus
meliputi guru atau dosen yang telah bekerja sebagai guru atau dosen di daerah
tersebut dan guru atau dosen yang ditugaskan oleh Pemerintah dari daerah lain
yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Huruf e, f, g, h, dan Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25,
26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39. Cukup jelas.
Pasal 40
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pendidikan dasar madrasah pelaksana program wajib
belajar” termasuk pendidikan keagamaan formal sederajat dengan madrasah
ibtidaiyah (MI) atau madrasah tsanawiyah (MTs).
Ayat (2), (3), (4), (5), (6), Cukup jelas.
Pasal 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48,
49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56. Cukup jelas.
Pasal 57
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan dana pengembangan adalah endowment fund yang
lazim dimiliki oleh satuan pendidikan kelas dunia.
Ayat (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8), (9), (10). Cukup jelas.
Pasal 58, 59, 60, 61, 62, Cukup jelas.
Pasal 63 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan satuan pendidikan yang belum berbadan hukum adalah
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah
sebagai unit pelaksana teknis atau belum ditetapkan menjadi badan hukum yang
otonom atau independen dari Pemerintah atau pemerintah daerah. Adapun contoh
satuan pendidikan yang sudah berbadan hukum adalah Badan Hukum Milik Negara.
Pasal 64, 65, 66, 67, 68, 69, 70, 71,
72, 73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 85, 86, 87, 88. Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4864
Posting Komentar