MENTERI DALAM NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 27 TAHUN
2013
TENTANG
PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN
DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 34
ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Tahun Anggaran 2014;
Mengingat:
1.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
2.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
3. Peraturan Pemerintah Nomor
58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4578);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN
MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA TENTANG
PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini
yang dimaksud dengan:
1.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD,
adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui
bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan
daerah.
2. Pedoman Penyusunan APBD adalah pokok-pokok
kebijakan sebagai petunjuk dan arah bagi pemerintah daerah dalam penyusunan,
pembahasan dan penetapan APBD.
3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota.
4.
Kepala Daerah adalah Gubernur dan Bupati/Walikota.
Pasal 2
(1) Pedoman penyusunan APBD Tahun Anggaran 2014, meliputi:
a.
Sinkronisasi Kebijakan Pemerintah Daerah dengan Kebijakan Pemerintah;
b. Prinsip Penyusunan
APBD;
c.
Kebijakan Penyusunan APBD;
d. Teknis
Penyusunan APBD; dan
e. Hal-hal
Khusus Lainnya.
(2)
Uraian pedoman penyusunan APBD Tahun
Anggaran 2014 sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tercantum dalam Lampiran sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan
Peraturan Menteri ini.
Pasal 3
Peraturan Menteri ini mulai
berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri
Dalam Negeri ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
|
pada tanggal 8 Mei 2013
|
MENTERI DALAM NEGERI
REPUBLIK INDONESIA,
|
ttd
GAMAWAN FAUZI
|
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Mei 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK
ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR
690
Salinan
sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO
HUKUM
ttd
ZUDAN ARIF FAKRULLOH
Pembina Utama Muda (IV/c)
NIP.
19690824 199903 1 001
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI
DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 27
TAHUN 2013
TENTANG
PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN
DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014
URAIAN PEDOMAN PENYUSUNAN APBD TAHUN ANGGARAN 2014
I.
Sinkronisasi Kebijakan Pemerintah Daerah Dengan Kebijakan Pemerintah
Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) Tahun 2014 menetapkan bahwa
tema Pembangunan Nasional adalah “Memantapkan
Perekonomian Nasional untuk Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan”, dengan sasaran utama yang harus dicapai pada akhir tahun 2014 antara lain yaitu:
1.
Pencapaian target pertumbuhan
ekonomi sebesar 6,8 sampai dengan 7,2 persen;
2.
Penurunan angka pengangguran
menjadi 5,0 sampai dengan 6,0 persen;
3.
Penurunan angka kemiskinan menjadi
8,0 sampai dengan 10,0 persen; dan
4.
Laju Inflasi 4,5 persen dan
bertambah atau berkurang 1,0 persen.
Memperhatikan sasaran utama tersebut, ditetapkan 11
(sebelas) Prioritas Nasional dan 3 (tiga) Prioritas Lainnya yang harus disinergikan
dengan prioritas pembangunan daerah,
yaitu:
1.
Reformasi birokrasi dan tata kelola;
2.
Pendidikan;
3.
Kesehatan;
4.
Penanggulangan kemiskinan;
5.
Ketahanan pangan;
6.
Infrastruktur;
7.
Iklim investasi dan iklim usaha;
8.
Energi;
9.
Lingkungan hidup dan pengelolaan bencana;
10.
Daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pasca
konflik;
11.
Kebudayaan, ekonomi kreatif, dan inovasi
teknologi; dan
12.
3 (tiga) prioritas lainnya yaitu (1)
bidang politik, hukum, dan keamanan; (2) bidang perekonomian; dan (3) bidang
kesejahteraan rakyat.
Pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota harus mendukung tercapainya sasaran utama dan
prioritas pembangunan nasional tersebut sesuai dengan
potensi dan kondisi masing-masing daerah, mengingat keberhasilan pencapaian
sasaran utama dan prioritas pembangunan nasional dimaksud sangat tergantung pada sinkronisasi kebijakan antara pemerintah provinsi
dengan pemerintah dan antara pemerintah kabupaten/kota dengan pemerintah dan
pemerintah provinsi yang dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD).
Untuk itu, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam menyusun RKPD
Tahun 2014 mempedomani Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2013 tentang
Pedoman Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi RKPD Tahun 2014.
Sinkronisasi kebijakan
pemerintah daerah dan pemerintah antara lain diwujudkan dalam penyusunan
rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran
Sementara (PPAS) yang disepakati bersama antara pemerintah daerah dan DPRD
sebagai dasar dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Tahun
Anggaran 2014. KUA dan PPAS pemerintah provinsi Tahun 2014 berpedoman pada
RKPD provinsi Tahun 2014 yang telah disinkronisasikan dengan RKP
Tahun 2014, sedangkan KUA dan
PPAS pemerintah kabupaten/kota berpedoman pada RKPD
kabupaten/kota Tahun 2014 yang telah
disinkronisasikan dengan RKP Tahun 2014 dan RKPD provinsi
Tahun 2014.
Hasil sinkronisasi kebijakan tersebut dicantumkan
pada PPAS yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006,
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 21 Tahun 2011, dalam bentuk Tabel 1 dan Tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 1
Sinkronisasi
Kebijakan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dalam Rancangan Peraturan Daerah
tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
dengan Prioritas Nasional
No
|
Prioritas Nasional
|
Anggaran
Belanja Dalam Rancangan APBD
|
Jumlah
|
|
Belanja
Langsung
|
Belanja
Tidak Langsung
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
5=3+4
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
|
Reformasi Birokrasi
dan Tata Kelola;
Pendidikan;
Kesehatan;
Penanggulangan
Kemiskinan;
Ketahanan Pangan;
Infrastruktur;
Iklim Investasi dan
Iklim Usaha;
Energi;
Lingkungan Hidup dan
Pengelolaan Bencana;
Daerah Tertinggal,
Terdepan, Terluar, dan Pasca Konflik;
Kebudayaan, Ekonomi
Kreatif, dan Inovasi Teknologi;
Prioritas Lainnya:
a.
Bidang Politik, Hukum, dan
Keamanan;
b.
Bidang Perekonomian; dan
c.
Bidang Kesejahteraan Rakyat.
|
Keterangan:
1. Kolom 3 dan Kolom 4 untuk:
a.
Prioritas 1 Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola diisi dengan jumlah anggaran belanja untuk urusan
Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat
Daerah, Kepegawaian dan Persandian;
b. Prioritas 2 Pendidikan diisi dengan jumlah anggaran belanja untuk urusan
Pendidikan, urusan Kepemudaan dan Olahraga serta urusan Perpustakaan;
c.
Prioritas 3 Kesehatan diisi dengan jumlah anggaran belanja untuk urusan
Kesehatan;
d. Prioritas 4 Penanggulangan
Kemiskinan diisi dengan jumlah anggaran
belanja untuk urusan Sosial, urusan Ketenagakerjaan, urusan Pemberdayaan
Masyarakat dan Desa, urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,
urusan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera, urusan Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah;
e. Prioritas 5 Ketahanan
Pangan diisi dengan jumlah anggaran
belanja untuk urusan Kelautan dan Perikanan, urusan
Pertanian dan urusan Ketahanan Pangan;
f.
Prioritas 6 Infrastruktur diisi dengan jumlah anggaran belanja untuk urusan
Perumahan Rakyat, urusan Penataan Ruang, urusan Pekerjaan Umum, urusan
Perencanaan Pembangunan dan urusan Perhubungan;
g.
Prioritas 7 Iklim Investasi dan Iklim Usaha diisi dengan jumlah anggaran belanja untuk urusan
Penanaman Modal dan urusan Komunikasi dan Informatika;
h. Prioritas 8 Energi diisi dengan jumlah anggaran belanja untuk urusan
Energi dan Sumber Daya Mineral dan urusan Industri;
i.
Prioritas 9 Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana diisi dengan jumlah anggaran belanja untuk urusan
Lingkungan Hidup;
j.
Prioritas 10 Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca
Konflik diisi dengan jumlah anggaran
belanja untuk urusan Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri;
k.
Prioritas 11 Kebudayaan, Ekonomi Kreatif, dan Inovasi Teknologi diisi dengan jumlah anggaran belanja untuk urusan
Kebudayaan dan urusan Pariwisata; dan
l.
Prioritas 12 tidak diisi.
2.
Kolom 5 diisi dengan jumlah antara kolom 3 dan kolom 4.
Tabel 2.
Sinkronisasi Kebijakan Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan
Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD dengan Prioritas Provinsi
No.
|
Prioritas Provinsi
|
Anggaran Belanja Dalam Rancangan APBD
|
Jumlah
|
|
Belanja Langsung
|
Belanja Tidak Langsung
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
3+4=5
|
1.
|
||||
2.
|
||||
3.
|
||||
dst
|
Keterangan:
1.
Kolom 2 diisi dengan prioritas provinsi;
2.
Kolom 3 dan kolom 4 diisi dengan jumlah anggaran
belanja langsung dan tidak langsung sesuai prioritas provinsi yang didasarkan
pada urusan pemerintahan kabupaten/kota; dan
3.
Kolom 5 diisi dengan jumlah antara kolom 3 dan
kolom 4.
II.
Prinsip
Penyusunan APBD
Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2014
didasarkan prinsip sebagai berikut:
1.
Sesuai dengan kebutuhan
penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan urusan dan kewenangannya;
2.
Tepat waktu,
sesuai dengan tahapan dan jadwal yang telah ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan;
3.
Transparan, untuk
memudahkan masyarakat mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya
tentang APBD;
4.
Partisipatif,
dengan melibatkan masyarakat;
5.
Memperhatikan asas
keadilan dan kepatutan; dan
6.
Tidak bertentangan
dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan peraturan daerah
lainnya.
III.
Kebijakan Penyusunan
APBD
Kebijakan yang perlu mendapat perhatian
pemerintah daerah dalam penyusunan APBD Tahun Anggaran 2014 terkait dengan pendapatan daerah,
belanja daerah dan pembiayaan daerah adalah sebagai berikut:
1.
Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara
rasional dan memiliki kepastian serta dasar hukum penerimaannya.
a. Pendapatan
Asli Daerah (PAD)
Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari PAD
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Kondisi perekonomian
yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, perkiraan pertumbuhan ekonomi pada
tahun 2014 dan realisasi
penerimaan PAD tahun sebelumnya, serta ketentuan peraturan perundang-undangan
terkait.
2) Tidak memberatkan
masyarakat dan dunia usaha.
3) Peraturan daerah
tentang pajak daerah dan retribusi daerah berpedoman pada Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan
Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan
Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing, sehingga dilarang
menganggarkan penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah yang peraturan
daerahnya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012
tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan Izin
Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing dan/atau telah
dibatalkan.
Dalam penetapan target pajak daerah
dan retribusi daerah, agar memperhatikan potensi pajak daerah dan retribusi
daerah pada masing-masing pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
4) Penerimaan atas jasa layanan
kesehatan masyarakat yang dananya bersumber dari hasil klaim kepada Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang diterima oleh SKPD atau Unit Kerja pada SKPD yang
belum menerapkan PPK-BLUD, dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok
pendapatan PAD, jenis pendapatan Retribusi Daerah, obyek pendapatan Retribusi
Jasa Umum, rincian obyek pendapatan Retribusi Pelayanan Kesehatan.
5)
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan atas penyertaan modal atau
investasi daerah lainnya, harus rasional dengan memperhitungkan nilai kekayaan daerah
yang dipisahkan, sesuai dengan tujuan penyertaan modal dimaksud.
Pengertian hasil yang rasional dalam konteks hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan:
a) Bagi perusahaan daerah yang menjalankan fungsi
pemupukan laba (profit oriented) adalah selain menjamin kelangsungan dan
pengembangan usaha, juga mampu menghasilkan keuntungan atau deviden dalam
rangka meningkatkan PAD; dan
b) Bagi perusahaan daerah yang menjalankan fungsi
kemanfaatan umum (public service oriented) adalah mampu menjamin kelangsungan
dan pengembangan usaha.
6)
Penerimaan hasil pengelolaan dana bergulir sebagai salah
satu bentuk investasi jangka panjang non permanen, dianggarkan pada akun
pendapatan, kelompok PAD, jenis Lain-lain PAD Yang Sah, obyek Hasil Pengelolaan Dana Bergulir,
rincian obyek Hasil Pengelolaan Dana Bergulir dari Kelompok Masyarakat Penerima.
7)
Penerimaan bunga atau jasa giro dari dana cadangan, dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok
PAD, jenis Lain-Lain PAD Yang Sah, obyek Bunga atau Jasa Giro Dana Cadangan, rincian obyek Bunga atau Jasa Giro Dana Cadangan sesuai peruntukannya.
b.
Dana Perimbangan
Penganggaran pendapatan daerah yang
bersumber dari dana perimbangan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1)
Penganggaran Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak yang terdiri
atas DBH-Pajak Bumi dan Bangunan (DBH-PBB) selain PBB Perkotaan dan Perdesaan,
DBH-Pajak Penghasilan (DBH-PPh) dan DBH-Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT)
dialokasikan sesuai Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi Sementara
DBH-Pajak Tahun Anggaran 2014.
Apabila Peraturan
Menteri Keuangan dimaksud belum ditetapkan, penganggaran pendapatan dari
DBH-Pajak didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi Sementara
DBH-Pajak Tahun Anggaran 2013, dengan memperhatikan realisasi penerimaan
DBH-Pajak Tahun Anggaran 2012 dan 2011.
Dalam hal Peraturan Menteri Keuangan tentang
Alokasi Sementara DBH-Pajak tersebut di luar DBH-CHT ditetapkan setelah
peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2014 ditetapkan, maka pemerintah
daerah harus menyesuaikan alokasi DBH-Pajak dimaksud pada peraturan daerah
tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014 atau dicantumkan dalam LRA bagi
pemerintah daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014.
2)
Penganggaran Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH-SDA),
yang terdiri dari DBH-Kehutanan, DBH-Pertambangan Umum, DBH-Perikanan,
DBH-Minyak dan Gas Bumi, DBH-Panas Bumi dialokasikan sesuai Peraturan Menteri
Keuangan mengenai Perkiraan Alokasi DBH-SDA Tahun Anggaran 2014.
Apabila Peraturan
Menteri Keuangan dimaksud belum ditetapkan, penganggaran pendapatan dari
DBH-SDA didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai Perkiraan Alokasi
DBH-SDA Tahun Anggaran 2013, dengan memperhatikan realisasi penerimaan DBH-SDA
Tahun Anggaran 2012 dan 2011 serta mengantisipasi kemungkinan tidak stabilnya
harga dan hasil produksi/lifting (minyak dan gas bumi) tahun 2014.
Dalam hal Peraturan Menteri Keuangan tentang
Alokasi Sementara DBH-SDA tersebut di luar Dana Reboisasi yang merupakan bagian
dari DBH-Kehutanan, ditetapkan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun
Anggaran 2014 ditetapkan, maka pemerintah daerah harus menyesuaikan alokasi
DBH-SDA dimaksud pada peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran
2014 atau dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah daerah yang tidak melakukan
Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014.
Apabila terdapat penerimaan lebih DBH-SDA
diluar perkiraan alokasi DBH-SDA tahun 2014 seperti penerimaan kurang salur
tahun-tahun sebelumnya atau selisih penerimaan tahun 2013, maka penerimaan
lebih tersebut juga dianggarkan dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD
Tahun Anggaran 2014 atau dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah daerah yang
tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014.
3)
Penganggaran Dana Alokasi Umum (DAU) dialokasikan sesuai
Peraturan Presiden mengenai Dana Alokasi Umum Daerah Provinsi, Kabupaten, dan
Kota Tahun Anggaran 2014.
Dalam hal Peraturan Presiden dimaksud belum
ditetapkan, maka penganggaran DAU didasarkan pada alokasi DAU daerah provinsi,
kabupaten dan kota Tahun Anggaran 2014 yang diinformasikan secara resmi oleh
Kementerian Keuangan atau Surat Edaran Menteri Keuangan setelah Rancangan
Undang-Undang tentang APBN Tahun Anggaran 2014 disetujui bersama antara
Pemerintah dan DPR-RI.
Apabila Peraturan Presiden atau informasi resmi oleh
Kementerian Keuangan atau Surat Edaran Menteri Keuangan dimaksud belum
diterbitkan, maka penganggaran DAU tersebut
didasarkan pada alokasi DAU Tahun Anggaran 2013 dengan memperhatikan realisasi
DAU Tahun Anggaran 2012.
Apabila Peraturan Presiden atau
informasi resmi oleh Kementerian Keuangan atau Surat Edaran Menteri
Keuangan tersebut diterbitkan setelah peraturan
daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2014 ditetapkan, maka pemerintah daerah
harus menyesuaikan alokasi DAU dimaksud pada peraturan daerah tentang Perubahan
APBD Tahun Anggaran 2014 atau dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah daerah yang
tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014.
4)
Penganggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) dianggarkan sesuai
Peraturan Menteri Keuangan tentang Alokasi DAK Tahun Anggaran 2014.
Dalam hal
Peraturan Menteri Keuangan dimaksud belum ditetapkan, maka penganggaran DAK
didasarkan pada alokasi DAK daerah provinsi dan kabupaten/kota Tahun Anggaran
2014 yang diinformasikan secara resmi oleh Kementerian Keuangan atau Surat
Edaran Menteri Keuangan setelah Rancangan Undang-Undang tentang APBN Tahun
Anggaran 2014 disetujui bersama antara Pemerintah dan DPR-RI.
c.
Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah
Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber
dari Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
2.
Belanja Daerah
Belanja daerah harus digunakan untuk pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang
ditetapkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Belanja penyelenggaraan urusan wajib
diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat
dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan
pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum
yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Pelaksanaan urusan wajib dimaksud
berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang telah ditetapkan.
Pemerintah daerah menetapkan target capaian
kinerja setiap belanja, baik dalam konteks daerah, satuan kerja perangkat
daerah, maupun program dan kegiatan, yang bertujuan untuk meningkatkan
akuntabilitas perencanaan anggaran dan memperjelas efektifitas dan efisiensi
penggunaan anggaran. Program
dan kegiatan harus memberikan informasi yang jelas dan terukur serta memiliki
korelasi langsung dengan keluaran yang diharapkan dari program dan kegiatan
dimaksud ditinjau dari aspek indikator, tolok ukur dan target kinerjanya.
a.
Belanja Tidak
Langsung
Penganggaran
belanja tidak langsung memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1)
Belanja Pegawai
a) Besarnya
penganggaran untuk gaji pokok dan tunjangan PNSD disesuaikan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan serta memperhitungkan rencana kenaikan gaji pokok
dan tunjangan PNSD serta pemberian gaji ketiga belas.
b) Penganggaran belanja pegawai untuk
kebutuhan pengangkatan Calon PNSD sesuai formasi pegawai tahun 2014.
c) Penganggaran belanja pegawai untuk
kebutuhan kenaikan gaji berkala, kenaikan pangkat, tunjangan keluarga dan
mutasi pegawai dengan memperhitungkan acress yang besarnya maksimum 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah belanja pegawai untuk gaji
pokok dan tunjangan.
d) Penyediaan dana penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi PNSD yang dibebankan pada APBD berpedoman pada Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Terkait dengan hal tersebut, penyediaan anggaran untuk
pengembangan cakupan jaminan
kesehatan bagi PNSD di luar cakupan jaminan kesehatan yang disediakan oleh BPJS, tidak diperkenankan dianggarkan dalam APBD, kecuali
ditentukan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan.
e) Penganggaran Tambahan Penghasilan PNSD harus
memperhatikan kemampuan keuangan daerah dengan persetujuan DPRD sesuai amanat Pasal 63 ayat (2)
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005. Kebijakan dan penentuan kriterianya ditetapkan terlebih dahulu dengan
peraturan kepala daerah sebagaimana diatur Pasal 39 Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
21 Tahun 2011.
f) Penganggaran
Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mempedomani Peraturan
Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan
Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
g)
Dalam hal tunjangan profesi guru PNSD dan
dana tambahan penghasilan guru PNSD dianggarkan dalam APBN Tahun Anggaran 2014
pada dana transfer ke daerah, tunjangan profesi guru PNSD dan dana tambahan
penghasilan guru PNSD dimaksud dianggarkan dalam APBD pada jenis belanja
pegawai, dan diuraikan kedalam obyek dan rincian obyek belanja sesuai dengan
kode rekening berkenaan.
2)
Belanja Bunga
Bagi daerah yang
belum memenuhi kewajiban pembayaran bunga pinjaman, baik jangka menengah,
maupun jangka panjang supaya dianggarkan pembayarannya dalam APBD Tahun
Anggaran 2014.
3) Belanja Subsidi
Belanja Subsidi hanya diberikan kepada
perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual dari hasil produksinya terjangkau
oleh masyarakat yang daya belinya terbatas. Produk yang diberi subsidi
merupakan kebutuhan dasar dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Sebelum
belanja subsidi tersebut dianggarkan dalam APBD harus terlebih dahulu dilakukan
pengkajian agar diketahui besaran subsidi yang akan diberikan, tepat sasaran dan
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
4) Belanja Hibah dan Bantuan Sosial
Tata cara penganggaran, pelaksanaan dan
penatausahaan, pelaporan dan pertanggung-jawaban serta monitoring dan evaluasi
pemberian hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari APBD harus mempedomani
peraturan kepala daerah yang telah disesuaikan dengan peraturan
perundang-undangan di bidang hibah dan bantuan sosial.
5) Belanja Bagi Hasil Pajak
Penganggaran dana Bagi Hasil Pajak Daerah yang bersumber dari pendapatan
pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota harus mempedomani
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Tata cara penganggaran dana bagi hasil
tersebut harus memperhitungkan rencana pendapatan pajak daerah pada Tahun
Anggaran 2014,
sedangkan pelampauan target Tahun Anggaran 2013 yang belum direalisasikan kepada
pemerintah kabupaten/kota ditampung dalam Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014 atau dicantumkan
dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun
Anggaran 2014.
Dari aspek teknis
penganggaran, pendapatan Bagi Hasil Pajak Daerah dari pemerintah provinsi untuk
pemerintah kabupaten/kota dalam APBD harus diuraikan ke dalam daftar nama
pemerintah kabupaten/kota selaku penerima sebagai rincian obyek penerima bagi
hasil pajak daerah sesuai kode rekening berkenaan.
6)
Belanja Bantuan Keuangan
a) Pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota dapat
menganggarkan bantuan keuangan kepada pemerintah daerah lainnya dan kepada desa
yang didasarkan pada pertimbangan untuk mengatasi kesenjangan fiskal, membantu
pelaksanaan urusan pemerintahan daerah yang tidak tersedia alokasi dananya,
sesuai kemampuan keuangan masing-masing daerah.
Pemberian bantuan keuangan dapat bersifat umum dan bersifat
khusus. Bantuan keuangan yang bersifat umum digunakan untuk mengatasi
kesenjangan fiskal dengan menggunakan formula antara lain variabel: pendapatan
daerah, jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin dan luas wilayah yang
ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Bantuan keuangan yang bersifat
khusus digunakan untuk membantu capaian kinerja program prioritas pemerintah
daerah/desa penerima bantuan keuangan sesuai dengan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan penerima bantuan. Pemanfaatan bantuan keuangan yang bersifat
khusus ditetapkan terlebih dahulu oleh pemberi bantuan.
b) Bantuan keuangan kepada partai politik dianggarkan pada
jenis belanja bantuan keuangan, obyek belanja bantuan keuangan kepada
partai politik dan rincian obyek belanja nama partai politik penerima
bantuan keuangan. Besaran penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban
bantuan keuangan kepada partai politik berpedoman pada peraturan
perundang-undangan di bidang bantuan keuangan kepada partai politik.
c)
Pemerintah kabupaten/kota menganggarkan bantuan keuangan
kepada pemerintah desa paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang
diterima oleh kabupaten/kota yang terdiri dari Dana Alokasi Umum dan Bagi Hasil
(Pajak, terdiri dari: PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam
Negeri dan PPh Pasal 21 dan Sumber Daya Alam, terdiri dari: kehutanan,
pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi dan pertambangan panas
bumi) setelah dikurangi belanja pegawai. Bantuan
keuangan ini merupakan Alokasi Dana Desa (ADD) sesuai Pasal 68 Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Selain itu, pemerintah provinsi
dan kabupaten/kota dapat memberikan bantuan keuangan lainnya kepada pemerintah
desa dalam rangka pemberdayaan masyarakat dan percepatan
pembangunan desa sesuai kemampuan keuangan daerah.
d) Sistem dan prosedur penganggaran, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban belanja bantuan keuangan ditetapkan dalam peraturan kepala
daerah, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 47 dan Pasal 133 Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah,
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun
2011 dan peraturan perundang-undangan lainnya.
e) Dari aspek teknis penganggaran, dalam
APBD pemberi bantuan keuangan, belanja bantuan keuangan tersebut harus
diuraikan daftar nama pemerintah daerah/desa selaku penerima bantuan keuangan
sebagai rincian obyek penerima bantuan keuangan sesuai kode rekening berkenaan.
7)
Belanja Tidak Terduga
Penganggaran
belanja tidak terduga dilakukan secara rasional dengan mempertimbangkan
realisasi Tahun Anggaran 2012 dan kemungkinan adanya
kegiatan-kegiatan yang sifatnya tidak dapat diprediksi sebelumnya, diluar
kendali dan pengaruh pemerintah daerah. Belanja tidak terduga merupakan belanja
untuk mendanai kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan terjadi
berulang, seperti kebutuhan tanggap darurat bencana, penanggulangan bencana
alam dan bencana sosial, yang tidak tertampung dalam bentuk program dan
kegiatan pada Tahun Anggaran 2014, termasuk pengembalian atas kelebihan
penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya.
b.
Belanja Langsung
Penganggaran belanja langsung dalam
rangka melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
1) Alokasi belanja langsung dalam
APBD digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan daerah, yang terdiri dari
urusan wajib dan urusan pilihan. Belanja langsung dituangkan dalam bentuk
program dan kegiatan, yang manfaat capaian kinerjanya dapat dirasakan langsung
oleh masyarakat dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik dan
keberpihakan pemerintah daerah kepada kepentingan publik. Penyusunan anggaran
belanja untuk setiap program dan kegiatan mempedomani SPM yang telah
ditetapkan, Analisis Standar Belanja (ASB), dan standar satuan harga. ASB dan
standar satuan harga ditetapkan dengan keputusan kepala daerah dan digunakan sebagai dasar penyusunan
RKA-SKPD dan RKA-PPKD.
2) Belanja Pegawai
Dalam rangka meningkatkan efisiensi
anggaran daerah, penganggaran honorarium bagi PNSD dan Non PNSD memperhatikan
asas kepatutan, kewajaran dan rasionalitas dalam pencapaian sasaran program dan
kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan waktu pelaksanaan kegiatan dalam rangka
mencapai target kinerja kegiatan dimaksud. Berkaitan dengan hal tersebut, pemberian honorarium bagi PNSD dan Non
PNSD dibatasi dan hanya didasarkan pada pertimbangan bahwa keberadaan PNSD dan
Non PNSD dalam kegiatan benar-benar memiliki peranan dan kontribusi nyata
terhadap efektifitas pelaksanaan kegiatan dimaksud dengan
memperhatikan pemberian Tambahan Penghasilan bagi PNSD sesuai ketentuan
tersebut pada a.1).e) dan pemberian Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah sesuai ketentuan tersebut pada a.1).f). Suatu kegiatan tidak diperkenankan diuraikan
hanya ke dalam jenis belanja pegawai, obyek
belanja honorarium dan rincian obyek belanja honorarium Non PNSD. Besaran
honorarium bagi PNSD dan Non PNSD dalam kegiatan ditetapkan dengan keputusan
kepala daerah.
3)
Belanja Barang dan Jasa
4)
Belanja Modal
5)
Surplus/Defisit APBD
a)
Surplus atau defisit APBD adalah selisih antara anggaran pendapatan daerah dengan anggaran
belanja daerah.
b)
Dalam hal APBD diperkirakan surplus, penggunaan surplus tersebut diutamakan untuk pembayaran pokok utang, penyertaan modal
(investasi) daerah, pemberian pinjaman kepada pemerintah pusat/pemerintah
daerah lain dan/atau pendanaan belanja peningkatan
jaminan sosial. Pendanaan belanja peningkatan jaminan sosial tersebut
diwujudkan dalam bentuk program dan kegiatan pelayanan dasar masyarakat
yang dianggarkan pada
SKPD yang secara
fungsional terkait dengan
tugasnya melaksanakan program dan kegiatan tersebut.
c)
Dalam hal APBD diperkirakan defisit, pemerintah daerah menetapkan penerimaan pembiayaan
untuk menutup defisit tersebut, yang bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran
sebelumnya, pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang
dipisahkan, penerimaan pinjaman, dan/atau penerimaan
kembali pemberian pinjaman atau penerimaan piutang.
d)
Pemerintah Daerah wajib mempedomani penetapan batas maksimal defisit APBD Tahun Anggaran
2014 yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan melaporkan posisi surplus/defisit APBD kepada Menteri Dalam Negeri
dan Menteri Keuangan setiap semester Tahun Anggaran 2014. Pelanggaran terhadap ketentuan dimaksud, dapat dilakukan penundaan atas
penyaluran dana perimbangan.
3.
Pembiayan Daerah
a.
Penerimaan Pembiayaan
1)
Penganggaran
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya (SiLPA) harus didasarkan pada
penghitungan yang cermat dan rasional dengan mempertimbangkan perkiraan realisasi
anggaran Tahun Anggaran 2013 dalam rangka menghindari kemungkinan
adanya pengeluaran pada Tahun Anggaran 2014 yang tidak dapat didanai akibat
tidak tercapainya SiLPA yang direncanakan. Selanjutnya SiLPA dimaksud harus
diuraikan pada obyek dan rincian obyek sumber SiLPA Tahun
Anggaran 2013.
2)
Dalam
menetapkan anggaran penerimaan pembiayaan yang bersumber dari pencairan dana
cadangan, waktu pencairan dan besarannya sesuai peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan.
3)
Penerimaan kembali dana bergulir dianggarkan dalam APBD pada akun pembiayaan,
kelompok penerimaan pembiayaan daerah, jenis penerimaan kembali investasi
pemerintah daerah, obyek dana bergulir dan rincian obyek dana bergulir dari
kelompok masyarakat penerima.
4)
Pemerintah daerah dapat melakukan
pinjaman daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang pinjaman daerah.
b.
Pengeluaran Pembiayaan
1)
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat,
pemerintah daerah dapat menganggarkan investasi jangka panjang non permanen
dalam bentuk dana bergulir sesuai Pasal 118 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor
58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Penganggaran dana bergulir
dalam APBD pada akun pembiayaan, kelompok pengeluaran pembiayaan daerah, jenis
penyertaan modal/investasi pemerintah daerah, obyek dana bergulir dan rincian
obyek dana bergulir kepada kelompok masyarakat penerima.
2)
Penyertaan modal pemerintah daerah pada badan usaha milik negara/daerah dan/atau
badan usaha lainnya ditetapkan dengan peraturan daerah tentang Penyertaan Modal. Penyertaan modal dalam
rangka pemenuhan kewajiban yang telah tercantum dalam peraturan daerah
penyertaan modal pada tahun sebelumnya, tidak perlu diterbitkan peraturan
daerah tersendiri sepanjang jumlah anggaran penyertaan modal tersebut belum
melebihi jumlah penyertaan modal yang telah ditetapkan pada peraturan daerah tentang penyertaan modal.
Dalam hal pemerintah daerah akan
menambah jumlah penyertaan modal melebihi jumlah penyertaan modal yang telah
ditetapkan dalam peraturan daerah tentang
penyertaan modal dimaksud, pemerintah daerah melakukan perubahan peraturan daerah tentang
penyertaan modal tersebut.
3)
Pemerintah daerah dapat menambah modal yang disetor
dan/atau melakukan penambahan penyertaan modal pada Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) untuk memperkuat struktur permodalan, sehingga BUMD dimaksud dapat lebih
berkompetisi, tumbuh dan berkembang. Penambahan
penyertaan modal dilengkapi dengan analisis investasi, khusus untuk BUMD sektor
perbankan, pemerintah daerah dapat melakukan penambahan penyertaan modal
dimaksud guna memenuhi Capital Adequacy Ratio (CAR) sebagaimana dipersyaratkan
oleh Bank Indonesia.
4)
Dalam rangka meningkatkan akses
pembiayaan bagi Usaha Masyarakat Kecil dan Menengah (UMKM), pemerintah daerah
dapat melakukan penyertaan modal kepada bank perkreditan rakyat milik
pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
5)
Dalam rangka
penguatan struktur permodalan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), bagian laba
bersih PDAM yang layanannya belum mencapai 80% (delapan
puluh persen) dari jumlah
penduduk yang menjadi cakupan pelayanan PDAM harus diinvestasikan kembali untuk
penambahan, peningkatan, perluasan prasarana dan sarana sistem penyediaan air
minum, baik fisik maupun non fisik serta peningkatan kualitas dan pengembangan
cakupan pelayanan. Selain itu, pemerintah daerah dapat melakukan penambahan
penyertaan modal guna meningkatkan kualitas, kuantitas, dan kapasitas pelayanan
air minum kepada masyarakat, agar percepatan pemenuhan target pelayanan air
perpipaan di wilayah perkotaan sebanyak 80% (delapan
puluh persen) dan wilayah
pedesaan sebanyak 60% (enam puluh persen) sesuai target Millenium Development Goal’s
(MDG’s) tahun 2015 dapat segera tercapai.
6)
Untuk menganggarkan dana cadangan,
pemerintah daerah harus menetapkan terlebih dahulu peraturan
daerah tentang pembentukan dana cadangan
yang mengatur tujuan pembentukan dana cadangan, program dan kegiatan yang akan
dibiayai dari dana cadangan, besaran dan rincian tahunan dana cadangan yang
harus dianggarkan.
7)
Jumlah
pembiayaan neto harus dapat menutup defisit anggaran sebagaimana diamanatkan
Pasal 28 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 dan Pasal 61 ayat
(2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011.
c.
Sisa Lebih Pembiayaan
(SILPA) Tahun Berjalan
1)
Pemerintah daerah menetapkan Sisa Lebih Pembiayaan
(SILPA) Tahun Anggaran 2014 bersaldo nihil.
2)
Dalam hal perhitungan penyusunan
Rancangan APBD menghasilkan SILPA Tahun Berjalan positif, pemerintah daerah
harus memanfaatkannya untuk penambahan program dan kegiatan prioritas yang
dibutuhkan, volume program dan kegiatan yang telah dianggarkan, dan/atau
pengeluaran pembiayaan.
3)
Dalam hal perhitungan SILPA Tahun
Berjalan negatif, pemerintah daerah melakukan pengurangan bahkan penghapusan
pengeluaran pembiayaan yang bukan merupakan kewajiban daerah, pengurangan
program dan kegiatan yang kurang prioritas dan/atau pengurangan volume program
dan kegiatannya.
IV.
Teknis Penyusunan APBD
Dalam menyusun
APBD Tahun Anggaran 2014, pemerintah daerah dan DPRD harus memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
1.
Penetapan APBD harus tepat waktu, yaitu paling lambat
tanggal 31 Desember 2013 sebagaimana diatur dalam Pasal 116
ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011. Sejalan
dengan hal tersebut, pemerintah daerah harus memenuhi jadwal proses penyusunan
APBD, mulai dari penyusunan dan penyampaian rancangan
KUA dan rancangan PPAS kepada DPRD untuk dibahas dan disepakati bersama paling
lambat akhir bulan Juli 2013. Selanjutnya KUA dan PPAS yang telah
disepakati bersama akan menjadi dasar bagi pemerintah daerah untuk menyusun,
menyampaikan dan membahas RAPBD Tahun Anggaran 2014
antara pemerintah daerah dengan DPRD sampai dengan tercapainya persetujuan
bersama antara kepala daerah dengan DPRD terhadap rancangan Peraturan Daerah
tentang APBD, paling lambat tanggal 30 Nopember 2013,
sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 105 ayat (3c) Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011, dengan tahapan penyusunan dan jadwal sebagai
berikut:
Tabel 3
Tahapan dan Jadwal Proses Penyusunan APBD
No.
|
URAIAN
|
WAKTU
|
LAMA
|
1.
|
Penyusunan RKPD
|
Akhir bulan Mei
|
|
2.
|
Penyampaian Rancangan KUA dan Rancangan PPAS oleh Ketua TAPD kepada kepala daerah
|
Minggu I bulan Juni
|
1 minggu
|
3.
|
Penyampaian
Rancangan KUA dan Rancangan PPAS oleh kepala daerah kepada DPRD
|
Pertengahan bulan Juni
|
6 minggu
|
4.
|
Kesepakatan antara kepala daerah dan DPRD atas Rancangan KUA dan Rancangan PPAS
|
Akhir bulan Juli
|
|
5.
|
Penerbitan Surat Edaran kepala daerah perihal Pedoman penyusunan RKA-SKPD dan
RKA-PPKD
|
Awal bulan Agustus
|
8 minggu
|
6.
|
Penyusunan dan pembahasan RKA-SKPD dan RKA-PPKD serta
penyusunan Rancangan Perda tentang
APBD
|
Awal bulan Agustus sampai dengan akhir bulan
September
|
|
7.
|
Penyampaian Rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD
|
Minggu I bulan Oktober
|
2 bulan
|
8.
|
Pengambilan
persetujuan bersama DPRD dan kepala daerah
|
Paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
|
|
9.
|
Menyampaikan
Rancangan Perda tentang APBD dan Rancangan Perkada tentang Penjabaran APBD
kepada MDN/Gub untuk dievaluasi
|
3 hari kerja
setelah persetujuan bersama
|
|
10.
|
Hasil evaluasi Rancangan Perda tentang APBD dan Rancangan
Perkada tentang Penjabaran APBD
|
Paling lama 15 hari kerja setelah
Rancangan Perda tentang APBD dan Rancangan Perkada tentang Penjabaran APBD
diterima oleh MDN/Gub
|
|
11.
|
Penyempurnaan
Rancangan Perda tentang APBD sesuai hasil evaluasi yang ditetapkan dengan keputusan pimpinan DPRD tentang penyempurnaan
Rancangan Perda tentang APBD
|
Paling lambat 7
hari kerja (sejak diterima keputusan hasil evaluasi)
|
|
12.
|
Penyampaian
keputusan DPRD tentang penyempurnaan
Rancangan Perda tentang APBD kepada MDN/Gub
|
3 hari kerja
setelah keputusan pimpinan DPRD ditetapkan
|
|
13.
|
Penetapan Perda tentang APBD dan Perkada tentang Penjabaran APBD
sesuai dengan hasil evaluasi
|
Paling lambat akhir Desember (31 Desember)
|
|
14.
|
Penyampaian
Perda tentang APBD dan Perkada tentang Penjabaran APBD kepada MDN/Gub
|
Paling lambat 7
hari kerja setelah Perda dan Perkada ditetapkan
|
2.
Untuk menjamin konsistensi dan percepatan
pembahasan rancangan KUA/KUPA dan rancangan
PPAS/PPAS Perubahan, kepala daerah harus menyampaikan rancangan KUA/KUPA dan rancangan PPAS/PPAS Perubahan
tersebut kepada DPRD dalam waktu yang bersamaan, yang selanjutnya hasil
pembahasan kedua dokumen tersebut disepakati bersama antara kepala daerah
dengan DPRD pada waktu yang bersamaan, sehingga keterpaduan substansi KUA/KUPA dan PPAS/PPAS Perubahan dalam proses penyusunan Rancangan APBD/Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014
akan lebih efektif.
3.
Sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006,
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun
2011, substansi KUA/KUPA mencakup hal-hal yang sifatnya
kebijakan umum dan tidak menjelaskan hal-hal yang bersifat teknis. Hal-hal yang
sifatnya kebijakan umum, seperti: (a) Gambaran kondisi ekonomi makro termasuk
perkembangan indikator ekonomi makro daerah; (b) Asumsi dasar penyusunan
Rancangan APBD/Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014
termasuk laju inflasi, pertumbuhan PDRB dan asumsi lainnya terkait dengan
kondisi ekonomi daerah; (c) Kebijakan pendapatan daerah yang menggambarkan
prakiraan rencana sumber dan besaran pendapatan daerah untuk Tahun Anggaran 2014
serta strategi pencapaiannya; (d) Kebijakan belanja daerah yang mencerminkan
program dan langkah kebijakan dalam upaya peningkatan pembangunan daerah yang
merupakan manifestasi dari sinkronisasi kebijakan antara pemerintah daerah dan
pemerintah serta strategi pencapaiannya; (e) Kebijakan pembiayaan yang
menggambarkan sisi defisit dan surplus anggaran daerah sebagai antisipasi
terhadap kondisi pembiayaan daerah dalam rangka menyikapi tuntutan pembangunan
daerah serta strategi pencapaiannya.
4.
Substansi PPAS/PPAS Perubahan
mencerminkan prioritas pembangunan daerah yang dikaitkan dengan sasaran yang
ingin dicapai termasuk program prioritas dari SKPD terkait. Prioritas program
dari masing-masing SKPD provinsi disesuaikan dengan urusan pemerintahan daerah
yang ditangani dan telah disinkronisasikan dengan prioritas program nasional
yang tercantum dalam RKP Tahun 2014, sedangkan prioritas program dari
masing-masing SKPD kabupaten/kota selain disesuaikan dengan urusan pemerintahan
daerah yang ditangani dan telah disinkronisasikan dengan prioritas program
nasional yang tercantum dalam RKP Tahun 2014
juga telah disinkronisasikan dengan prioritas program provinsi yang tercantum
dalam RKPD provinsi Tahun 2014.
PPAS/PPAS Perubahan selain menggambarkan pagu anggaran sementara untuk belanja
pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan
keuangan dan belanja tidak terduga, serta pembiayaan, juga menggambarkan pagu
anggaran sementara di masing-masing SKPD berdasarkan program dan kegiatan
prioritas dalam RKPD. Pagu sementara tersebut akan menjadi pagu definitif
setelah rancangan peraturan daerah tentang APBD/Perubahan APBD disetujui bersama antara kepala daerah
dengan DPRD serta rancangan Peraturan Daerah
tentang APBD/Perubahan APBD tersebut ditetapkan oleh kepala daerah menjadi Peraturan Daerah tentang APBD/Perubahan APBD.
5.
Berdasarkan KUA
dan PPAS yang telah disepakati bersama antara kepala daerah dan DPRD, kepala
daerah menerbitkan Surat Edaran tentang Pedoman Penyusunan RKA-SKPD kepada
seluruh SKPD dan RKA-PPKD kepada Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah
(SKPKD). Surat Edaran dimaksud mencakup
prioritas pembangunan daerah, program dan kegiatan sesuai dengan indikator,
tolok ukur dan target kinerja dari masing-masing program dan kegiatan, alokasi
plafon anggaran sementara untuk setiap program dan kegiatan SKPD, batas waktu
penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD, dan dilampiri dokumen KUA, PPAS, kode
rekening APBD, format RKA-SKPD dan RKA-PPKD, ASB dan standar satuan harga.
6.
RKA-SKPD memuat rincian anggaran pendapatan, rincian
anggaran belanja tidak langsung SKPD (gaji pokok dan tunjangan pegawai,
tambahan penghasilan, khusus pada SKPD Sekretariat DPRD dianggarkan juga
Belanja Penunjang Operasional Pimpinan DPRD), rincian anggaran belanja langsung
menurut program dan kegiatan SKPD.
7.
RKA-PPKD memuat rincian pendapatan yang berasal dari dana
perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah, belanja tidak langsung
terdiri dari belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan
sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan dan belanja tidak terduga,
rincian penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
8.
RKA-SKPD dan RKA-PPKD digunakan sebagai dasar penyusunan
rancangan peraturan daerah tentang APBD/Perubahan APBD dan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD/Perubahan APBD. Dalam kolom penjelasan pada
peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD/Perubahan APBD dicantumkan
lokasi kegiatan untuk kelompok belanja langsung, dan khusus untuk kegiatan yang
pendanaannya bersumber dari DBH Dana Reboisasi (DBH-DR), DAK, Dana Penyesuaian
dan Otonomi Khusus, Hibah, Bantuan Keuangan yang bersifat khusus, Pinjaman
Daerah serta sumber pendanaan lainnya yang kegiatannya telah ditentukan, juga
dicantumkan sumber pendanaannya. Selain itu, untuk penganggaran kegiatan tahun
jamak agar dicantumkan jangka waktu pelaksanaannya sesuai nota kesepakatan
antara kepala daerah dan DPRD dalam kolom penjelasan pada peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD/Perubahan APBD.
Dalam rangka mengantisipasi pengeluaran untuk keperluan pendanaan
keadaan darurat dan keperluan mendesak, pemerintah daerah harus mencantumkan
kriteria belanja untuk keadaan darurat dan keperluan mendesak dalam peraturan
daerah tentang APBD/Perubahan APBD, sebagaimana diamanatkan dalam Penjelasan
Pasal 81 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005.
9.
Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas
APBD, pemerintah daerah agar mengembangkan substansi Lampiran I Ringkasan
Penjabaran APBD yang semula hanya diuraikan sampai dengan ringkasan jenis
pendapatan, belanja dan pembiayaan sesuai dengan Pasal 102 ayat (1) huruf a
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011, menjadi sampai
dengan ringkasan obyek dan rincian obyek pendapatan, belanja dan pembiayaan.
10.
Dalam hal rancangan peraturan daerah
tentang APBD telah disampaikan oleh kepala daerah kepada DPRD paling lambat
Minggu I bulan Oktober 2013, sedangkan pembahasan rancangan peraturan daerah
tentang APBD dimaksud belum selesai sampai dengan tanggal 30 Nopember 2013,
maka kepala daerah menyusun rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD
untuk mendapatkan pengesahan dari Menteri Dalam Negeri bagi APBD Provinsi dan
Gubernur bagi APBD Kabupaten/Kota sesuai Pasal 107 ayat (3) Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011.
Rancangan peraturan kepala daerah
tentang APBD harus memperhatikan:
a.
Anggaran belanja daerah dibatasi
maksimum sama dengan anggaran belanja daerah dalam Perubahan APBD Tahun
Anggaran 2013 atau APBD Tahun Anggaran 2013
apabila tidak ada Perubahan APBD Tahun Anggaran 2013;
b.
Belanja daerah diprioritaskan untuk
mendanai belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib untuk
terjaminnya kelangsungan pemenuhan pelayanan dasar masyarakat sesuai dengan
kebutuhan Tahun Anggaran 2014; dan
c.
Pelampauan batas tertinggi dari jumlah
pengeluaran hanya diperkenankan apabila ada kebijakan pemerintah untuk kenaikan
gaji dan tunjangan PNSD serta penyediaan dana pendamping atas program dan
kegiatan yang ditetapkan oleh pemerintah serta belanja bagi hasil pajak dan
retribusi daerah yang mengalami kenaikan akibat adanya kenaikan target
pendapatan daerah dari pajak dan retribusi dimaksud dari Tahun Anggaran 2014.
11. Dalam rangka percepatan penetapan peraturan daerah tentang
perubahan APBD Tahun Anggaran 2014, proses pembahasan rancangan peraturan
daerah tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2014 dapat dilakukan setelah
penyampaian laporan realisasi semester pertama, namun persetujuan bersama
antara pemerintah daerah dan DPRD atas Raperda dimaksud dilakukan setelah persetujuan bersama atas rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
Tahun Anggaran 2013.
Persetujuan bersama antara pemerintah
daerah dan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah tentang Perubahan APBD
Tahun Anggaran 2014
ditetapkan paling lambat akhir bulan September 2014, dengan tahapan penyusunan dan jadwal
sebagaimana tercantum pada Tabel 4:
Tabel 4.
Tahapan dan Jadwal Proses Penyusunan Perubahan APBD
No.
|
URAIAN
|
WAKTU
|
LAMA
|
1.
|
Penyampaian Rancangan KUPA dan Rancangan PPAS
Perubahan oleh Ketua TAPD kepada kepala daerah
|
Paling lambat minggu I bulan Agustus
|
|
2.
|
Kesepakatan antara kepala daerah dan DPRD atas Rancangan KUPA dan Rancangan PPAS Perubahan
|
Paling lambat minggu II bulan Agustus
|
1 minggu
|
3.
|
Penerbitan Surat Edaran kepala daerah perihal Pedoman penyusunan RKA-SKPD, RKA-PPKD dan
DPPA-SKPD/PPKD serta Penyusunan
Rancangan Perda tentang Perubahan APBD dan Rancangan Perkada tentang
Penjabaran Perubahan APBD
|
Paling lambat minggu I bulan September
|
3 minggu
|
4.
|
Penyampaian Rancangan Perda tentang
Perubahan APBD kepada DPRD
|
Paling lambat minggu II bulan September
|
3 minggu
|
5.
|
Pengambilan
persetujuan bersama DPRD dan kepala daerah
|
Paling lambat 3 bulan sebelum tahun
anggaran berakhir
|
|
6.
|
Menyampaikan Rancangan Perda tentang Perubahan APBD dan Rancangan Perkada
tentang Penjabaran
Perubahan APBD kepada MDN/Gubernur untuk dievaluasi
|
3 hari kerja
setelah persetujuan bersama
|
|
7.
|
Hasil evaluasi Rancangan Perda tentang Perubahan APBD dan Rancangan
Perkada tentang Penjabaran
Perubahan APBD
|
Paling lama 15 hari kerja setelah
Rancangan Perda tentang Perubahan APBD dan Rancangan Perkada tentang
Penjabaran Perubahan APBD diterima oleh MDN/Gub
|
|
8.
|
Penyempurnaan Rancangan Perda tentang Perubahan APBD sesuai hasil
evaluasi yang ditetapkan dengan
keputusan pimpinan DPRD tentang penyempurnaan Rancangan Perda tentang
Perubahan APBD
|
Paling lambat 7
hari kerja (sejak diterima keputusan hasil evaluasi)
|
7 hari kerja
|
9.
|
Penyampaian keputusan DPRD tentang
penyempurnaan Rancangan Perda tentang Perubahan APBD kepada MDN/Gub
|
3 hari kerja
setelah keputusan pimpinan DPRD ditetapkan
|
|
10.
|
Penetapan Perda tentang Perubahan APBD dan Perkada tentang Penjabaran Perubahan APBD sesuai
dengan hasil evaluasi
|
||
11.
|
Penyempurnaan Rancangan Perda tentang Perubahan APBD sesuai hasil
evaluasi yang ditetapkan dengan
keputusan pimpinan DPRD tentang penyempurnaan Rancangan Perda tentang
Perubahan APBD
|
Paling lambat 7
hari kerja (sejak diterima keputusan hasil evaluasi)
|
12. Dalam Perubahan APBD Tahun Anggaran
2014, pemerintah daerah dilarang untuk menganggarkan kegiatan pada kelompok
belanja langsung dan jenis belanja bantuan keuangan yang bersifat khusus kepada
pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah desa pada kelompok belanja tidak
langsung, apabila dari aspek waktu dan tahapan pelaksanaan kegiatan serta
bantuan keuangan yang bersifat khusus tersebut diperkirakan tidak selesai
sampai dengan akhir Tahun Anggaran 2014.
13.
Dalam hal kepala daerah berhalangan
tetap, wakil kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang
APBD/Perubahan APBD kepada DPRD dan menandatangani persetujuan bersama terhadap
rancangan peraturan daerah tentang APBD/Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014.
Apabila kepala daerah berhalangan sementara, kepala daerah
mendelegasikan kepada wakil kepala daerah untuk menyampaikan rancangan
peraturan daerah tentang APBD/Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014 kepada DPRD
dan menandatangani persetujuan bersama terhadap rancangan peraturan daerah
tentang APBD/Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014.
Dalam hal kepala daerah dan wakil kepala daerah berhalangan tetap
atau sementara, pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang selaku penjabat/pelaksana tugas kepala daerah berwenang untuk
menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD/Perubahan APBD Tahun
Anggaran 2014 kepada DPRD dan menandatangani persetujuan bersama terhadap
rancangan peraturan daerah tentang APBD/Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014.
14.
Dalam hal Pimpinan DPRD berhalangan
tetap atau sementara, pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang selaku penjabat/pelaksana tugas pimpinan sementara DPRD berwenang
untuk menandatangani persetujuan bersama terhadap rancangan APBD/Perubahan APBD
Tahun Anggaran 2014.
15.
Rancangan peraturan daerah tentang APBD
dan rancangan peraturan daerah tentang Perubahan APBD sebelum ditetapkan
menjadi peraturan daerah harus dilakukan evaluasi sesuai ketentuan Pasal 185,
Pasal 186, dan Pasal 188 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, jo. Pasal 110, Pasal 111, Pasal 173, Pasal 174 Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011.
16. Badan Anggaran DPRD bersama-sama TAPD harus melakukan
penyempurnaan atas rancangan peraturan daerah tentang APBD atau perubahan APBD
berdasarkan hasil evaluasi terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD
atau perubahan APBD paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah hasil evaluasi
Menteri Dalam Negeri diterima oleh Gubernur untuk APBD provinsi dan hasil
evaluasi Gubernur diterima oleh Bupati/Walikota untuk APBD kabupaten/kota.
Hasil penyempurnaan tersebut ditetapkan dalam Keputusan Pimpinan DPRD, dan
menjadi dasar penetapan peraturan daerah tentang APBD atau perubahan APBD.
Keputusan Pimpinan DPRD dimaksud bersifat final dan dilaporkan pada sidang
paripurna berikutnya, sesuai maksud Pasal 114 Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 21 Tahun 2011.
V. Hal-Hal Khusus Lainnya
Pemerintah Daerah dalam menyusun APBD Tahun Anggaran 2014, selain memperhatikan kebijakan dan
teknis penyusunan APBD, juga memperhatikan hal-hal khusus, antara lain sebagai
berikut:
1.
Hasil
penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor paling sedikit 10% (sepuluh persen), termasuk yang dibagihasilkan pada
kabupaten/kota, dialokasikan untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan
serta peningkatan moda dan sarana transportasi umum sebagaimana diamanatkan
dalam Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.
2.
Hasil penerimaan Pajak Rokok, baik
bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50%
(lima puluh persen) untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan
hukum oleh aparat yang berwenang sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.
3.
Hasil penerimaan Pajak Penerangan Jalan sebagian
dialokasikan untuk penyediaan penerangan jalan sebagaimana diamanatkan dalam
Pasal 56 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.
4.
Pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota menganggarkan belanja untuk pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor
dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor milik pemerintah daerah pada
masing-masing SKPD sesuai amanat Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 dan besarannya sesuai dengan masing-masing peraturan daerah.
5.
Pendapatan yang berasal dari DBH-Migas
wajib dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar yang besarannya
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005
tentang Dana Perimbangan.
6.
Dalam rangka optimalisasi penggunaan
DBH-DR tahun-tahun anggaran sebelumnya yang hingga saat ini belum
dimanfaatkan dan/atau masih ada di rekening kas umum daerah sebagai SiLPA Tahun
Anggaran 2013, pemerintah daerah menganggarkan kembali dalam APBD Tahun
Anggaran 2014 untuk menunjang program dan kegiatan yang terkait dengan
rehabilitasi hutan dan lahan dengan berpedoman pada peraturan
perundang-undangan.
7.
Penggunaan DBH-CHT diarahkan untuk
melaksanakan peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan
lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai dan/atau pemberantasan
barang kena cukai palsu (cukai illegal) sesuai dengan Peraturan Menteri
Keuangan yang dijabarkan dengan keputusan gubernur.
8.
Dalam rangka peningkatan kualitas data
kebutuhan fiskal untuk perhitungan DAU, Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota
memprioritaskan penganggaran untuk program dan kegiatan pengumpulan data
kebutuhan fiskal pada masing-masing Provinsi/Kabupaten/Kota.
9.
Dalam rangka peningkatan bidang
pendidikan, pemerintah daerah secara konsisten dan berkesinambungan harus
mengalokasikan anggaran fungsi pendidikan sekurang-kurangnya 20% (dua puluh
persen) dari belanja daerah, sesuai amanat peraturan perundang-undangan,
termasuk dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang bersumber dari APBD.
10. Dalam rangka peningkatan bidang kesehatan, pemerintah daerah
secara konsisten dan berkesinambungan harus mengalokasikan anggaran urusan
kesehatan minimal 10% (sepuluh persen) dari total belanja APBD di luar gaji,
sesuai amanat Pasal 171 ayat (2) Undang-Undang 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Penjelasan Pasal 171 ayat (2)
Undang-Undang 36 Tahun 2009 menegaskan bahwa bagi daerah yang telah
menetapkan lebih dari 10% (sepuluh persen) agar tidak menurunkan jumlah
alokasinya dan bagi daerah yang belum mempunyai kemampuan agar dilaksanakan
secara bertahap.
11. Dalam rangka menunjang penyelenggaraan pemerintahan daerah
pada daerah otonom baru, pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota
induk melakukan pembinaan secara intensif melalui fasilitasi penyusunan
Rancangan APBD, dan dukungan pendanaan melalui pemberian hibah/bantuan keuangan
yang besarnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Penyediaan dana hibah/bantuan keuangan bagi daerah otonom baru
oleh pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota induk dilakukan
setiap tahun dalam APBD sesuai dengan amanat undang-undang tentang pembentukan
daerah otonom baru yang bersangkutan. Pemberian hibah dimaksud harus
mempedomani peraturan perundang-undangan mengenai hibah daerah.
Sambil menunggu pembentukan DPRD, penyusunan APBD Tahun Anggaran
2014 bagi provinsi/kabupaten/kota yang baru dibentuk mempedomani Pasal 117,
Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120 dan Pasal 121 Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011.
12. Dalam penyelenggaraan pembangunan yang melibatkan beberapa
daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat secara lebih efektif dan
efisien, pemerintah daerah dapat menganggarkan program dan kegiatan melalui
pola kerjasama antar daerah dengan mempedomani Peraturan Pemerintah Nomor 50
Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Daerah dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Tata
Cara Kerjasama Daerah serta peraturan perundang-undangan lainnya. Apabila
pemerintah daerah membentuk badan kerjasama, maka masing-masing pemerintah
daerah menganggarkan dalam APBD dalam bentuk belanja hibah kepada badan
kerjasama dengan mempedomani peraturan perundang-undangan mengenai hibah
daerah.
13. Penyediaan dana pendamping atau sebutan lainnya hanya
diperkenankan untuk kegiatan yang telah diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan, seperti DAK sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004, penerimaan hibah dan bantuan luar negeri sepanjang mempersyaratkan
dana pendamping dari APBD sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2
Tahun 2012 tentang Hibah Daerah.
14. Dalam rangka mendukung efektifitas implementasi program
penanggulangan kemiskinan melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM) Perdesaan dan Perkotaan, pemerintah daerah harus menyediakan dana
pendamping yang bersumber dari APBD dan dianggarkan pada jenis belanja bantuan
sosial sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.07/2009 tentang Pedoman
Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah Untuk Penanggulangan Kemiskinan.
15. Dana sisa DAK yang berasal dari tahun-tahun anggaran
sebelumnya, digunakan untuk mendanai kegiatan DAK pada bidang yang sama dengan
mengacu pada petunjuk teknis tahun anggaran sebelumnya atau Tahun Anggaran
2014.
Dana sisa tender kegiatan yang bersumber dari DAK Tahun Anggaran
2014, digunakan untuk mendanai kegiatan baru atau untuk menambah volume/target
capaian program dan kegiatan yang sesuai dengan bidang DAK yang sama.
DAK yang sudah diterima di Kas Daerah, tetapi program dan kegiatan
belum dilaksanakan dalam Tahun Anggaran 2014, maka program dan kegiatan
tersebut dapat dilaksanakan pada Tahun anggaran 2015 dengan berpedoman pada
Petunjuk Teknis Tahun Anggaran 2014.
16. Penerimaan Provinsi Papua dan Papua Barat serta
Kabupaten/Kota di Provinsi Papua dan Papua Barat yang bersumber dari Dana
Otonomi Khusus atau sebesar 2% (dua persen) dari pagu Dana Alokasi Umum
Nasional Tahun 2014, harus digunakan terutama untuk pembiayaan pendidikan dan
kesehatan, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001
tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.
17. Penerimaan Provinsi Papua dan Papua Barat yang bersumber
dari Dana Tambahan Infrastruktur dalam rangka otonomi khusus yang besarnya
ditetapkan antara Pemerintah dan DPR-RI berdasarkan usulan Provinsi pada setiap
tahun anggaran supaya digunakan terutama untuk pembiayaan Pembangunan
Infrastruktur. Hal ini dimaksudkan agar sekurang-kurangnya dalam 25 (dua puluh
lima) tahun seluruh kota-kota Provinsi, Kabupaten/Kota, Distrik atau
pusat-pusat penduduk lainnya terhubungkan dengan transportasi darat, laut atau
udara yang berkualitas, sehingga Provinsi Papua dan Papua Barat dapat melakukan aktivitas ekonominya secara baik dan
menguntungkan sebagai bagian dari sistem perekonomian nasional dan global,
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi
Khusus Bagi Provinsi Papua.
18. Penerimaan Pemerintah Aceh yang bersumber dari Dana Otonomi
Khusus atau sebesar 2% (dua persen) dari pagu Dana Alokasi Umum Nasional Tahun
2014, penggunaannya agar ditujukan untuk membiayai pembangunan terutama
pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat,
pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan,
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh.
19. Penerimaan Pemerintah DIY yang bersumber dari Dana
Keistimewaan DIY, penggunaannya ditujukan untuk melaksanakan urusan
keistimewaan yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Istimewa dengan
mempedomani Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah
Istimewa Yogyakarta.
20. Penerimaan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota yang bersumber
dari Dana Penyesuaian lainnya dan dana transfer lainnya, penggunaannya harus
berpedoman pada masing-masing Peraturan/Petunjuk Teknis yang melandasi
penerimaan dana penyesuaian lainnya dan transfer lainnya dimaksud.
21. Penerimaan Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat serta
Pemerintah Kabupaten/Kota di lingkungan Provinsi Papua dan Papua Barat dalam
rangka otonomi khusus yang bersumber dari DBH-SDA Pertambangan Minyak Bumi dan
Pertambangan Gas Alam sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) dialokasikan
untuk biaya pendidikan dan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) untuk
kesehatan dan perbaikan gizi, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 36
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.
22. Penerimaan Pemerintah Aceh dari tambahan DBH-Minyak dan Gas
Bumi yaitu bagian dari pertambangan minyak sebesar 55% (lima puluh lima persen)
dan bagian pertambangan gas bumi sebesar 40% (empat puluh persen) sebagaimana
dimaksud Pasal 181 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh,
paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dialokasikan untuk membiayai pendidikan
di Aceh dan paling banyak 70% (tujuh puluh persen) dialokasikan untuk membiayai
program pembangunan yang disepakati bersama antara Pemerintah Aceh dengan
Pemerintah Kabupaten/Kota. Program pembangunan yang sudah disepakati bersama
dimaksud dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh.
23. Belanja Tidak Terduga yang akan digunakan untuk mendanai
tanggap darurat, penanggulangan bencana alam dan/atau bencana sosial serta
kebutuhan mendesak lainnya, seperti penanganan konflik sosial sesuai amanat
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 dan penanganan gangguan keamanan dalam negeri
sesuai amanat Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2013, dilakukan dengan cara:
a.
Kepala Daerah menetapkan kegiatan yang
akan didanai dari belanja tidak terduga dengan keputusan kepala daerah dan
diberitahukan kepada DPRD paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak keputusan
dimaksud ditetapkan;
b.
Atas dasar keputusan kepala daerah
tersebut, pimpinan instansi/lembaga yang akan bertanggungjawab terhadap
pelaksanaan kegiatan mengajukan usulan kebutuhan;
c.
Kepala Daerah dapat mengambil kebijakan
percepatan pencairan dana belanja tidak terduga untuk mendanai penanganan
tanggap darurat yang mekanisme pemberian dan pertanggungjawabannya diatur
dengan peraturan kepala daerah sebagaimana dimaksud Pasal 134 ayat (4)
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011; dan
d.
Kegiatan lain diluar tanggap darurat
yang didanai melalui belanja tidak terduga dilakukan dengan pergeseran anggaran
dari belanja tidak terduga ke belanja SKPD berkenaan.
24. Penyediaan anggaran untuk penanggulangan bencana
alam/bencana sosial dan/atau pemberian bantuan kepada daerah lain dalam rangka
penanggulangan bencana alam/bencana sosial dapat memanfaatkan saldo anggaran
yang tersedia dalam Sisa Lebih Perhitungan APBD tahun anggaran sebelumnya
dan/atau dengan melakukan penggeseran Belanja Tidak Terduga atau dengan melakukan penjadwalan ulang atas program dan
kegiatan yang kurang mendesak, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.
Penyediaan anggaran untuk mobilisasi
tenaga medis dan obat-obatan, logistik/sandang dan pangan diformulasikan
kedalam RKA-SKPD yang secara fungsional terkait dengan pelaksanaan kegiatan
dimaksud;
b.
Penyediaan anggaran untuk bantuan
keuangan yang akan disalurkan kepada provinsi/kabupaten/kota yang dilanda
bencana alam/bencana sosial dianggarkan pada Belanja Bantuan Keuangan. Sambil
menunggu Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014,
kegiatan atau pemberian bantuan keuangan tersebut di atas dapat dilaksanakan
dengan cara melakukan perubahan peraturan kepala daerah tentang Penjabaran
APBD, untuk selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD
Tahun Anggaran 2014. Apabila penyediaan anggaran untuk
kegiatan atau bantuan keuangan dilakukan setelah Perubahan APBD agar
dicantumkan dalam LRA; dan
c.
Pemanfaatan saldo anggaran yang
tersedia dalam Sisa Lebih Perhitungan APBD Tahun Anggaran sebelumnya dan/atau
dengan melakukan penggeseran Belanja Tidak Terduga untuk bantuan penanggulangan
bencana alam/bencana sosial diberitahukan kepada DPRD paling lama 1 (satu)
bulan.
25. Program dan kegiatan yang dibiayai dari DBH-CHT, DBH-DR, DAK, Dana BOS, Dana Otonomi Khusus, Dana Infrastruktur
untuk Provinsi Papua dan Papua Barat, Dana Insentif Daerah, Dana Darurat, dan
dana transfer lainnya yang sudah jelas peruntukannya serta pelaksanaan kegiatan dalam keadaan darurat dan/atau mendesak
lainnya yang belum cukup tersedia dan/atau belum dianggarkan dalam APBD, dapat
dilaksanakan mendahului penetapan peraturan daerah tentang Perubahan APBD
dengan cara:
a.
Menetapkan peraturan kepala daerah
tentang perubahan penjabaran APBD dan memberitahukan kepada Pimpinan DPRD;
b.
Menyusun RKA-SKPD dan mengesahkan
DPA-SKPD sebagai dasar pelaksanaan kegiatan; dan
c.
Ditampung dalam peraturan daerah tentang
perubahan APBD, atau dicantumkan dalam LRA, apabila pemerintah daerah telah
menetapkan perubahan APBD atau tidak melakukan perubahan APBD.
26.
Dalam rangka memenuhi kaidah-kaidah pengelolaan keuangan daerah, pertanggungjawaban atas
komponen perjalanan dinas khusus untuk hal-hal sebagai berikut dilakukan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perjalanan
dinas dalam dan luar negeri bagi pejabat negara, pegawai negeri dan pegawai
tidak tetap:
a.
Sewa kendaraan dalam kota dan biaya transport dibayarkan
sesuai dengan biaya riil;
b.
Uang harian dan uang representasi dibayarkan secara
lumpsum dan merupakan batas tertinggi;
c.
Biaya penginapan dibayarkan sesuai dengan biaya riil.
Dalam hal pelaksana perjalanan dinas tidak menggunakan fasilitas hotel atau
tempat penginapan lainnya, kepada yang bersangkutan diberikan biaya penginapan
sebesar 30% (tiga puluh persen) dari tarif hotel di kota tempat tujuan sesuai
dengan tingkatan pelaksana perjalanan dinas dan dibayarkan secara lumpsum.
Standar satuan harga perjalanan dinas
ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.
27.
Penyediaan anggaran untuk perjalanan dinas yang
mengikutsertakan non PNSD diperhitungkan dalam belanja perjalanan dinas. Tata
cara penganggaran perjalanan dinas dimaksud mengacu pada ketentuan perjalanan
dinas yang ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.
28.
Untuk mendukung pelaksanaan tugas sekretariat fraksi DPRD
disediakan sarana dan anggaran sesuai dengan kebutuhan dan memperhatikan
kemampuan APBD, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) Peraturan
Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Tata Tertib
DPRD. Penyediaan sarana meliputi ruang kantor pada sekretariat DPRD,
kelengkapan kantor, tidak termasuk sarana mobilitas, sedangkan penyediaan
anggaran untuk sekretariat fraksi meliputi kebutuhan belanja untuk alat tulis
kantor dan makan minum bagi rapat fraksi yang diselenggarakan di lingkungan
kantor sekretariat fraksi.
29.
Tunjangan Perumahan Pimpinan dan Anggota DPRD disediakan
dalam rangka menjamin kesejahteraan untuk pemenuhan rumah jabatan/rumah dinas
bagi Pimpinan dan Anggota DPRD sebagaimana maksud Pasal 20 Peraturan Pemerintah
Nomor 37 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD. Suami
dan/atau istri yang menduduki jabatan sebagai Pimpinan dan/atau Anggota DPRD
pada DPRD yang sama hanya diberikan salah satu tunjangan perumahan. Bagi
Pimpinan dan Anggota DPRD yang suami atau istrinya menjabat sebagai Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerah pada tingkatan daerah yang sama tidak diberikan
tunjangan perumahan.
30.
Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor
109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah disediakan masing-masing rumah
jabatan beserta perlengkapan dan biaya pemeliharaan. Dalam hal pemerintah
daerah belum menyediakan rumah jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah,
pemerintah daerah dapat menyediakan anggaran sewa rumah untuk dijadikan rumah
jabatan yang memenuhi standar rumah jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
31. Dalam Pasal 69 Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 ditegaskan bahwa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau Unit
Kerja pada SKPD yang memiliki spesifikasi teknis di bidang layanan umum,
diberikan fleksibilitas dalam pola pengelolaan keuangannya dalam bentuk Badan
Layanan Umum Daerah (BLUD). Dalam Pola
Pengelolaan Keuangan-BLUD (PPK-BLUD), pemerintah daerah memperhatikan antara lain
sebagai berikut:
a.
Dalam rangka peningkatan kualitas
pelayanan umum kepada masyarakat, pemerintah daerah agar segera melakukan evaluasi
kepada SKPD atau unit kerja pada SKPD yang tugas dan fungsinya secara
operasional memberi pelayanan kepada masyarakat untuk menerapkan PPK-BLUD.
Khusus bagi Rumah Sakit Daerah (RSD) yang belum menerapkan PPK-BLUD, agar
memperhatikan Pasal 7 ayat (3) dan Pasal 20 ayat (3) Undang-Undang Nomor 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi dan
mengakomodasi dalam penyiapan dokumen administratif sebagaimana dipersyaratkan
dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
PPK-BLUD.
b.
Bagi SKPD atau unit kerja pada SKPD
yang telah menerapkan PPK-BLUD, agar:
1)
Penyusunan RKA dalam APBD menggunakan
format Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA);
2)
Tahapan dan jadwal proses penyusunan
RKA/RBA, mengikuti tahapan dan jadwal proses penyusunan APBD.
Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, khususnya dalam Pasal 11 ayat (3a), SKPD atau Unit Kerja pada SKPD yang
telah menerapkan PPK-BLUD, pagu
anggaran BLUD dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang sumber dananya
berasal dari pendapatan dan surplus BLUD, dirinci dalam 1 (satu) program, 1 (satu) kegiatan, 1 (satu) output dan jenis belanja.
32.
Dalam rangka mengantisipasi
pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan pemerintah daerah mengalokasikan anggaran dalam APBD Tahun
Anggaran 2014 untuk mendanai kegiatan penyempurnaan beberapa regulasi yang
terkait, peningkatan dan pengembangan sumber daya manusia, dan peningkatan
serta pengembangan infrastruktur lainnya.
33.
Untuk meningkatkan efektifitas
penyusunan anggaran Belanja Operasional Sekolah (BOS) Tahun Anggaran 2014,
pemerintah daerah perlu memperhatikan bahwa dana BOS yang bersumber dari APBN
diperuntukkan bagi penyelenggaraan satuan pendidikan dasar dan menengah sebagai
pelaksanaan program wajib belajar dua belas tahun. Untuk dana BOS yang
bersumber dari APBD, penganggarannya dalam bentuk program dan kegiatan serta
penggunaannya dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
34.
Pendanaan untuk organisasi cabang
olahraga profesional tidak dianggarkan dalam APBD karena menjadi tanggung jawab
induk organisasi cabang olahraga dan/atau organisasi olahraga profesional yang
bersangkutan. Hal ini sejalan dengan amanat Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, bahwa pembinaan dan
pengembangan olahraga profesional dilakukan oleh induk organisasi cabang
olahraga dan/atau organisasi olahraga profesional. Selanjutnya dalam Pasal 1
angka 15 Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2005, didefinisikan bahwa cabang olahraga
profesional adalah olahraga yang dilakukan untuk memperoleh pendapatan dalam
bentuk uang atau bentuk lain yang didasarkan atas kemahiran berolahraga.
35.
Penganggaran program “Peningkatan
pelayanan kedinasan kepala daerah/wakil kepala daerah” mengacu pada Lampiran
A.VII Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011.
36.
Dalam Pasal 138 Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011
ditegaskan bahwa untuk pelaksanaan kegiatan lanjutan yang tidak selesai pada
Tahun Anggaran 2013 dapat dilakukan dengan memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
a.
Pendanaan kegiatan lanjutan menggunakan
SiLPA tahun anggaran sebelumnya.
b.
Dituangkan kedalam Dokumen Pelaksanaan
Anggaran Lanjutan SKPD (DPAL-SKPD) Tahun Anggaran 2013
sesuai Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD)
Tahun Anggaran 2013 dengan berpedoman pada format Lampiran
B.III Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011. DPAL-SKPD
disahkan oleh PPKD sebagai dasar pelaksanaan anggaran dan dalam rangka
penyelesaian pekerjaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Untuk penetapan jumlah anggaran yang disahkan dalam DPAL-
SKPD masing-masing dilakukan sebagai berikut:
1) Penelitian terhadap penyebab keterlambatan penyelesaian
pekerjaan, sepanjang penyebabnya diluar kelalaian Penyedia Barang/Jasa atau
Pengguna Barang/Jasa, kegiatan tersebut dapat di DPAL-kan.
Apabila keterlambatan penyelesaian pekerjaan disebabkan kelalaian
Penyedia Barang/Jasa atau Pengguna Barang/Jasa maka tidak dapat di-DPAL-kan,
sehingga kegiatan yang belum dilaksanakan dianggarkan kembali sesuai ketentuan
yang berlaku.
2) Jumlah anggaran yang disahkan dalam DPAL setelah terlebih
dahulu dilakukan pengujian terhadap:
a)
Sisa DPA-SKPD yang belum diterbitkan
SPD dan/atau belum diterbitkan SPM Tahun Anggaran 2013
atas kegiatan yang bersangkutan;
b)
Sisa SPD yang belum diterbitkan SPM
Tahun Anggaran 2013; dan
c) SP2D yang belum diuangkan.
d.
Penganggaran beban belanja atas
pelaksanaan kegiatan lanjutan yang telah dituangkan dalam DPAL-SKPD dimaksud,
agar ditampung kembali di dalam perubahan APBD tahun anggaran berkenaan pada
anggaran belanja langsung pos SKPD berkenaan.
e.
Kegiatan yang dapat dibuatkan DPAL
harus memenuhi kriteria bahwa kegiatan tersebut tidak selesai sesuai dengan
jadwal yang ditetapkan dalam perjanjian pelaksanaan pekerjaan/kontrak, akibat
di luar kendali penyedia barang/jasa dan pengguna barang/jasa (force majeure).
Dalam hal pemerintah daerah mempunyai kewajiban kepada pihak
ketiga terkait dengan pekerjaan yang telah selesai pada tahun anggaran
sebelumnya, maka harus dianggarkan kembali pada akun belanja dalam APBD Tahun
Anggaran 2014
sesuai kode rekening berkenaan. Tata
cara penganggaran dimaksud terlebih dahulu melakukan perubahan atas peraturan
kepala daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2014, dan diberitahukan kepada Pimpinan
DPRD untuk selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD
Tahun Anggaran 2014.
37.
Pemberian
pelayanan kesehatan kepada fakir miskin dan orang tidak mampu sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran
Jaminan Kesehatan dan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan, yang tidak menjadi cakupan pelayanan pemerintah melalui BPJS yang
bersumber dari APBN, pemerintah daerah dapat menganggarkannya dalam bentuk
program dan kegiatan pada SKPD yang menangani urusan kesehatan pemberi
pelayanan kesehatan atau pemberian iuran kepada BPJS, yang dianggarkan pada
PPKD, jenis belanja bantuan sosial.
38.
Pemerintah
daerah tidak diperkenankan untuk menganggarkan belanja tali asih kepada PNSD
dan penawaran kepada PNSD yang pensiun dini dengan uang pesangon, mengingat
tidak memiliki dasar hukum yang melandasinya.
39.
Dalam
rangka pengawasan penyerapan anggaran daerah oleh Tim Evaluasi dan Pengawasan
Penyerapan Anggaran (TEPPA) pada Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan
Pengendalian Pembangunan (UKP-PPP), pemerintah daerah dapat menganggarkan
kegiatan yang mendukung efektifitas kerja Tim Koordinasi Pengawasan dan
Penyerapan Anggaran Daerah.
40.
Pemerintah
daerah mensinergikan penganggaran program dan kegiatan dalam penyusunan APBD
Tahun Anggaran 2014 dengan kebijakan nasional, antara lain:
a.
Pencapaian MDG’s,
seperti: kesetaraan gender, penanggulangan HIV/AIDS dan malaria sebagaimana
diamanatkan dalam Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program
Pembangunan yang Berkeadilan;
Terkait dengan upaya percepatan
pengarusutamaan gender melalui perencanaan dan penganggaran responsif gender,
pemerintah daerah agar mempedomani Surat Edaran Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS,
Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak Nomor:
270/M.PPN/11/2012, Nomor: SE-33/MK.02/2012, Nomor: 050/4379A/SJ, Nomor: SE-46/MPP-PA/11/2011 tentang Strategi Nasional Percepatan Pengarusutamaan Gender (PUG)
melalui Perencanaan dan Penganggaran
yang Responsif Gender (PPRG).
b.
Rehabilitasi dan perlindungan sosial
bagi para lanjut usia sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 13
Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, serta program rehabilitasi dan
perlindungan sosial penyandang cacat;
c.
Dukungan pelaksanaan tugas dan fungsi Tim Penggerak
Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) provinsi/kabupaten/kota dengan mempedomani Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pemberdayaan Masyarakat Melalui Gerakan
Pemberdayan dan Kesejahteraan Keluarga;
d.
Pengelolaan batas wilayah negara dan pembangunan kawasan perbatasan bagi
provinsi dan kabupaten yang berbatasan dengan negara tetangga sesuai amanat
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara;
e.
Penguatan Forum
Koordinasi Pimpinan Daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor
19 Tahun 2010, sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun
2011;
f.
Pengembangan kearsipan di daerah dalam
rangka peningkatan kualitas pelayanan publik mempedomani amanat Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan;
g.
Revitalisasi dan aktualisasi nilai-nilai Pancasila dan
pendidikan wawasan kebangsaan dengan mempedomani Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 29 Tahun 2011 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 71 Tahun 2012;
h.
Penanganan gangguan keamanan dalam negeri sebagaimana
diamanatkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2013 tentang Penanganan Gangguan
Dalam Negeri di daerah;
i.
Tunjangan PNSD
yang bertugas pada unit kerja yang mempunyai tugas dan fungsi terkait dengan
pengamanan persandian sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun
2008 tentang Tunjangan Pengamanan Persandian;
j.
Penerapan Kartu Tanda Penduduk
Elektronik (e-KTP) berbasis NIK secara Nasional dengan mempedomani
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, yang
ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006, Peraturan
Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran
Penduduk dan Pencatatan Sipil dan peraturan perundang-undangan
lainnya;
k.
Fasilitasi pengaduan masyarakat dan
pengembangan akses informasi secara transparan, cepat,
tepat dan sederhana dengan mempedomani Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik; dan
l. Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia Tahun
2011-2014, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2011
tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia Tahun 2011-2014.
MENTERI DALAM NEGERI,
ttd
GAMAWAN FAUZI
Salinan
sesuai dengan aslinya
KEPALA
BIRO HUKUM
ttd
ZUDAN
ARIF FAKRULLOH
Pembina Utama Muda (IV/c)
NIP. 19690824 199903 1 001
Update: artikel ini di copy dari berbagi sumber termasuk www. hukumonline.com |
Posting Komentar