PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 136 TAHUN 2000
TENTANG
TATA CARA PENJUALAN BARANG SITAAN YANG DIKECUALIKAN
DARI PENJUALAN SECARA LELANG DALAM RANGKA
PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa
dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 25 ayat (5) Undang-undang Nomor 19
Tahun 1997 tentang Penagihan pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
tentang Tata Cara Penjualan Barang Sitaan Yang Dikecualikan Dari Penjualan
Secara Lelang Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa;
Mengingat :
1.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), dan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar
1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945;
2.
Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun
2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3987);
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan Dalam
Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 247, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4049);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN
PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PENJUALAN BARANG SITAAN YANG DIKECUALIKAN DARI
PENJUALAN SECARA LELANG DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1.
Barang adalah tiap benda atau hak yang dapat dijadikan objek sita.
2.
Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank
berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat
deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
3.
Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan
pemindahbukuan.
4.
Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada
waktu tertentu berdasarkan perjanjian Nasabah Penyimpan dengan bank.
5.
Sertifikat Deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat
bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan.
6.
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut
syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet
giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
7.
Surat Berharga adalah surat pengakuan utang, wesel saham, obligasi,
sekuritas kredit, atau setiap derivatifnya, atau kepentingan lain, atau suatu
kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar
modal dan pasar uang.
8.
Rekening adalah dana yang tersimp an pada bank dalam bentuk rekening
koran.
9.
Obligasi adalah surat utang berjangka waktu lebih dari satu tahun dan
bersuku bunga tertentu, yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menarik dana
dari masyarakat guna menutup pembiayaan perusahaan.
10.
Saham adalah surat bukti pemilikan bagian modal perseroan terbatas yang
memberi hak atas deviden dan lain-lain menurut besar kecilnya modal yang
disetor.
11.
Piutang adalah tagihan orang pribadi atau badan kepada orang pribadi atau
badan lain baik karena peminjaman uang maupun karena perikatan lainnya, yang
akan dilunasi pada waktu tertentu sesuai perjanjian.
12.
Penyertaan modal adalah pemilikan sebagian dari modal suatu perusahaan
oleh orang pribadi atau badan pada badan lain baik dalam bentuk surat setoran
modal atau bentuk lainnya.
BAB II
JENIS BARANG SITAAN YANG DIKECUALIKAN
DARI PENJUALAN SECARA LELANG
Pasal 2
Barang
sitaan yang dikecualikan dari penjualan secara lelang berupa :
1.
uang tunai;
2.
surat-surat berharga:
a.
kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank seperti deposito
berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro atau bentuk lain yang
dipersamakan dengan itu;
b.
obligasi;
c.
saham;
d.
piutang;
e.
penyertaan modal; dan
f.
surat berharga lainnya.
3.
barang yang mudah rusak atau cepat busuk.
Pasal 3
(1)
Apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya penagihan
pajak setelah 14 (empat belas) hari sejak penyitaan barang yang penjualannya
dikecualikan dari penjualan secara lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
Pejabat segera menggunakan, menjual dan atau memindahbukukan barang sitaan
untuk pelunasan biaya penagihan pajak dan utang pajak.
(2)
Sebelum jangka waktu 14 (empat belas) hari sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) berakhir Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Pejabat untuk
menggunakan barang sitaan berupa uang tunai, deposito berjangka, tabungan,
saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu
untuk pelunasan biaya penagihan pajak dan utang pajak.
(3)
Terhadap barang yang mudah rusak atau cepat busuk, Pejabat dapat segera menjual
barang-barang dimaksud untuk pelunasan biaya penagihan pajak dan utang pajak.
Pasal 4
(1)
Penggunaan, penjualan dan atau pemindahbukuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1), dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a.
uang tunai disetor ke kas negara atau ke kas daerah;
b.
deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu dipindah-bukukan ke rekening kas negara
atau kas daerah atas permintaan Pejabat kepada bank yang bersangkutan;
c.
obligasi, saham, atau surat berharga lainnya :
1.
yang diperdagangkan di bursa efek, dijual oleh Pejabat melalui bursa efek
sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan
2.
yang tidak diperdagangkan di bursa efek langsung dijual oleh Pejabat
kepada pembeli;
d.
piutang yang hak menagihnya beralih kepada Pejabat berdasarkan berita
acara persetujuan pengalihan hak, dijual oleh Pejabat kepada pembeli;
e.
penyertaan modal pada perusahaan lain yang penguasaannya beralih kepada
Pejabat berdasarkan akte persetujuan pengalihan hak, dijual oleh Pejabat kepada
pembeli;
f.
hasil penjualan barang sitaan sebagaimana dimaksud pada huruf c, huruf d,
dan huruf e disetor ke kas negara atau kas daerah;
(2)
Untuk penentuan harga jual, Pejabat dapat meminta bantuan kepada Jasa
Penilai.
(3)
Penjualan atas barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c, huruf
d, dan huruf e diikuti dengan pembuatan Berita Acara Pengalihan Hak dari
Pejabat kepada pembeli yang fungsinya dipersamakan dengan Risalah Lelang.
Pasal 5
(1)
Pejabat dan Jurusita Pajak dilarang membeli barang sitaan baik untuk diri
sendiri maupun atas kuasa pihak lain.
(2)
Larangan terhadap Pejabat dan Jurusita Pajak untuk membeli barang sitaan,
berlaku juga terhadap istri, suami, keluarga sedarah dan semenda dalam
keturunan garis lurus, serta anak angkat.
BAB III
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 6
Ketentuan
lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Pasal 7
Pada
saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, maka Peraturan Pemerintah Nomor 4
Tahun 1998 tentang Tata Cara Penjualan Barang Sitaan Yang Dikecualikan Dari
Penjualan Secara Lelang Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 6, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3726) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 8
Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di Jakarta
pada
tanggal
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ABDURRAHMAN
WAHID
Diundangkan
di Jakarta
pada
tanggal
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
DJOHAN EFFENDI
LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR
Posting Komentar