PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 1997
TENTANG
PENDAFTARAN TANAH
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a.
bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan
dukungan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan;
b.
bahwa pendaftaran tanah yang penyelenggaraannya oleh Undang-undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria ditugaskan kepada
Pemerintah, merupakan sarana dalam memberikan jaminan kepastian hukum yang
dimaksudkan;
c.
bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah
dipandang tidak dapat lagi sepenuhnya mendukung tercapainya hasil yang lebih
nyata pada pembangunan nasional, sehingga perlu dilakukan penyempurnaan;
Mengingat :
1.
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2.
Vendu Reglement Staatsblad 1908 Nomor 189 juncto Vendu Instructie
Staatsblad 1908 Nomor 190;
3.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2043);
4.
Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara
Tahun 1985 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3318);
5.
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3632);
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik
(Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3107);
7.
Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun (Lembaran
Negara Tahun 1988 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara nomor 3372);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENDAFTARAN TANAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.
Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah
secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan,
pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data
yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan
satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi
bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun
serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
2.
Bidang tanah adalah bagian permukaan bumi yang merupakan satuan bidang
yang berbatas.
3.
Tanah Negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh Negara adalah tanah
yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah.
4.
Hak pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan
pelaksanannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.
5.
Hak atas tanah adalah hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria,
selanjutnya disebut UUPA.
6.
Data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah
dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya
bangunan atau bagian bangunan di atasnya.
7.
Data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan
satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan hak pihak lain serta
beban-beban lain yang membebaninya.
8.
Ajudikasi adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses
pendaftaran tanah untuk pertama kali, meliputi pengumpulan dan penetapan
kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek
pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya.
9.
Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran tanah
yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah atau
Peraturan Pemerintah ini.
10.
Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah
untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek
pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu
desa/kelurahan.
11.
Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk
pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah
atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal.
12.
Pemeliharaan data pendaftaran tanah adalah kegiatan pendaftaran tanah
untuk menyesuaikan data fisik dan yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah,
daftar nama, surat ukur, buku tanah, dan sertipikat dengan perubahan-perubahan
yang terjadi kemudian.
13.
Titik dasar teknik adalah titik yang mempunyai koordinat yang diperoleh
dari suatu pengukuran dan perhitungan dalam suatu sistem tertentu yang
berfungsi sebagai titik kontrol atau titik ikat untuk keperluan pengukuran dan
rekonstruksi batas.
14.
Peta dasar pendaftaran adalah peta yang memuat titik-titik bidang dasar
teknik dan unsur-unsur geografis, seperti sungai, jalan, bangunan dan batas
fisik bidang-bidang tanah.
15.
Peta pendaftaran adalah peta yang menggambarkan bidang atau bidang-bidang
tanah untuk keperluan pembukuan tanah.
16.
Daftar tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat identitas
bidang tanah dengan suatu sistem penomoran.
17.
Surat ukur adalah dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam
bentuk peta dan uraian.
18.
Daftar nama adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat keterangan
mengenai penguasaan tanah dengan sesuatu hak atas tanah, atau hak pengelolaan
dan mengenai pemilikan hak milik atas satuan rumah susun oleh orang
perseorangan atau badan hukum tertentu.
19.
Buku tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan
data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya.
20.
Sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal
19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf,
hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah
dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.
21.
Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dibidang agraria/pertanahan.
22.
Badan Pertanahan Nasional adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang
bidang tugasnya meliputi bidang pertanahan.
23.
Kantor Pertanahan adalah unit kerja Badan Pertanahan Nasional di wilayah
kabupaten atau kotamadya, yang melakukan pendaftaran hak atas tanah dan
pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah.
24.
Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah Pejabat umum
yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu.
BAB II
AZAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Pendaftaran
tanah dilaksanakan berdasarkan azas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan
terbuka.
Pasal 3
Pendaftaran
tanah bertujuan:
a.
untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang
hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar
agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang
bersangkutan;
b.
untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan
termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan
dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan
rumah susun yang sudah terdaftar;
c.
untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Pasal 4
(1)
Untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf a kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertipikat
hak atas tanah.
(2)
Untuk melaksanakan fungsi informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
huruf b data fisik dan data yuridis dari bidang tanah dan satuan rumah susun
yang sudah terdaftar terbuka untuk umum.
(3)
Untuk mencapai tertib administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
huruf c, setiap bidang tanah dan satuan rumah susun termasuk peralihan,
pembebanan, dan hapusnya hak atas bidang tanah dan hak milik atas satuan rumah
susun wajib didaftar.
BAB III
POKOK-POKOK PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN TANAH
Bagian Kesatu
Penyelenggara Dan Pelaksana Pendaftaran Tanah
Pasal 5
Pendaftaran tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan
Nasional.
Pasal 6
(1)
Dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 tugas pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor
Pertanahan, kecuali kegiatan-kegiatan tertentu yang oleh Peraturan Pemerintah
ini atau perundang-undangan yang bersangkutan ditugaskan kepada Pejabat lain.
(2)
Dalam melaksanakan pendaftaran tanah, Kepala Kantor Pertanahan dibantu
oleh PPAT dan Pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan
tertentu menurut Peraturan Pemerintah ini dan peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan.
Pasal 7
(1)
PPAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) diangkat dan diberhentikan
oleh Menteri.
(2)
Untuk desa-desa dalam wilayah yang terpencil Menteri dapat menunjuk PPAT
Sementara.
(3)
Peraturan jabatan PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah tersendiri.
Pasal 8
(1)
Dalam melaksanakan pendaftaran tanah secara sistematik, Kepala Kantor
Pertanahan dibantu oleh Panitia Ajudikasi yang dibentuk oleh Menteri atau
Pejabat yang ditunjuk.
(2)
Susunan Panitian Ajudikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
dari:
a.
seorang Ketua Panitia, merangkap anggota yang dijabat oleh seorang pegawai
Badan Pertanahan Nasional;
b.
beberapa orang anggota yang terdiri dari:
1)
seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai kemampuan
pengetahuan di bidang pendaftaran tanah;
2)
seorang pegawai Badan pertanahan Nasional yang mempunyai kemampuan
pengetahuan di bidang hak-hak atas tanah;
3)
Kepala Desa/Kelurahan yang bersangkutan dan atau seorang Pamong
Desa/Kelurahan yang ditunjuknya.
(3)
Keanggotaan Panitia Ajudikasi dapat ditambah dengan seorang anggota yang
sangat diperlukan dalam penilaian kepastian data yuridis mengenai bidang-bidang
tanah di wilayah desa/kelurahan yang bersangkutan.
(4)
Dalam melaksanakan tugasnya Panitia Ajudikasi dibantu oleh satuan tugas
pengukuran dan pemetaan, satuan tugas pengumpul data yuridis dan satuan tugas
administrasi yang tugas, susunan dan kegiatannya diatur oleh Menteri.
(5)
Tugas dan wewenang Ketua dan anggota Panitia Ajudikasi diatur oleh
Menteri.
Bagian Kedua
Obyek Pendaftaran Tanah
Pasal 9
(1)
Obyek pendaftaran tanah meliputi:
a.
bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak
guna bangunan dan hak pakai;
b.
tanah hak pengelolaan;
c.
tanah wakaf;
d.
hak milik atas satuan rumah susun;
e.
hak tanggungan;
f.
tanah Negara.
(2)
Dalam hal tanah Negara sebagai obyek pendaftaran tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf f, pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan
bidang tanah yang merupakan tanah Negara dalam daftar tanah.
Bagian Ketiga
Satuan Wilayah Tata Usaha Pendaftaran Tanah
Pasal 10
(1)
Satuan wilayah tata usaha pendaftaran tanah adalah desa atau kelurahan.
(2)
Khusus untuk pendaftaran tanah hak guna usaha, hak pengelolaan, hak
tanggungan dan tanah Negara satuan wilayah tata usaha pendaftarannya adalah
Kabupaten/Kotamadya.
Bagian Keempat
Pelaksanaan Pendaftaran Tanah
Pasal 11
Pelaksanaan
pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan
pemeliharaan data pendaftaran tanah.
Pasal 12
(1)
Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi:
a.
pengumpulan dan pengolahan data fisik;
b.
pembuktian hak dan pembukuannya;
c.
penerbitan sertifikat;
d.
penyajian data fisik dan data yuridis;
e.
penyimpanan daftar umum dan dokumen.
(2)
Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi:
a.
pendaftaran peralihan dan pembebanan hak;
b.
pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya.
BAB IV
PENDAFTARAN TANAH UNTUK PERTAMA KALI
Bagian Kesatu
Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali
Pasal 13
(1)
Pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran
tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik.
(2)
Pendaftaran tanah secara sistematik didasarkan pada suatu rencana kerja
dan dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri.
(3)
Dalam hal suatu desa/kelurahan belum ditetapkan sebagai wilayah
pendaftaran tanah secara sistematik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pendaftarannya
dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sporadik
(4)
Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang
berkepentingan.
Bagian Kedua
Pengumpulan Dan Pengolahan Data Fisik
Paragraf 1
Pengukuran Dan Pemetaan
Pasal 14
(1)
Untuk keperluan pengumpulan dan pengolahan data fisik dilakukan kegiatan
pengukuran dan pemetaan.
(2)
Kegiatan pengukuran dan pemetaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a.
pembuatan peta dasar pendaftaran;
b.
penetapan batas bidang-bidang tanah;
c.
pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta
pendaftaran;
d.
pembuatan daftar tanah;
e.
pembuatan surat ukur.
Paragraf 2
Pembuatan Peta Dasar Pendaftaran
Pasal 15
(1)
Kegiatan pendaftaran tanah secara sistematik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (1) dimulai dengan pembuatan peta dasar pendaftaran.
(2)
Di wilayah-wilayah yang belum ditunjuk sebagai wilayah pendaftaran tanah
secara sistematik oleh Badan Pertanahan nasional diusahakan tersedianya peta
dasar pendaftaran untuk keperluan pendaftaran tanah secara sporadik.
Pasal 16
(1)
Untuk keperluan pembuatan peta dasar pendaftaran Badan Pertanahan Nasional
menyelenggarakan pemasangan, pengukuran, pemetaan dan pemeliharaan titik-titik
dasar teknik nasional di setiap Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.
(2)
Pengukuran untuk pembuatan peta dasar pendaftaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diikatkan dengan titik-titik dasar teknik nasional sebagai
kerangka dasarnya.
(3)
Jika di suatu daerah tidak ada atau belum ada titik-titik dasar teknik
nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam melaksanakan pengukuran
untuk pembuatan peta dasar pendaftaran dapat digunakan titik dasar teknik lokal
yang bersifat sementara, yang kemudian diikatkan dengan titik dasar teknik
nasional.
(4)
Peta dasar pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
menjadi dasar untuk pembuatan peta pendaftaran.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengukuran dan pemetaan titik dasar teknik
nasional dan pembuatan peta dasar pendaftaran ditetapkan oleh Menteri.
Paragraf 3
Penetapan Batas Bidang-bidang Tanah
Pasal 17
(1)
Untuk memperoleh data fisik yang diperlukan bagi pendaftaran tanah,
bidang-bidang tanah yang akan dipetakan diukur, setelah ditetapkan letaknya,
batas-batasnya dan menurut keperluannya ditempatkan tanda-tanda batas di setiap
sudut bidang tanah yang bersangkutan.
(2)
Dalam penetapan batas bidang tanah pada pendaftaran tanah secara
sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik diupayakan penataan batas
berdasarkan kesepakatan para pihak yang berkepentingan.
(3)
Penempatan tanda-tanda batas termasuk pemeliharaannya wajib dilakukan oleh
pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.
(4)
Bentuk, ukuran, dan teknik penempatan tanda batas ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 18
(1)
Penetapan batas bidang tanah yang sudah dipunyai dengan suatu hak yang
belum terdaftar atau yang sudah terdaftar tetapi belum ada surat ukur/gambar
situasinya atau surat ukur/gambar situasi yang ada tidak sesuai lagi dengan
keadaan yang sebenarnya, dilakukan oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran
tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran
tanah secara sporadik, berdasarkan penunjukan batas oleh pemegang hak atas
tanah yang bersangkutan dan sedapat mungkin disetujui oleh para pemegang hak
atas tanah yang berbatasan.
(2)
Penetapan batas bidang tanah yang akan diberikan dengan hak baru dilakukan
sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau atas penunjukan
instansi yang berwenang.
(3)
Dalam menetapkan batas-batas bidang tanah Panitia Ajudikasi atau Kepala
Kantor Pertanahan memperhatikan batas-batas bidang atau bidang-bidang tanah
yang telah terdaftar dan surat ukur atau gambar situasi yang bersangkutan.
(4)
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dituangkan
dalam suatu berita acara yang ditandatangani oleh mereka yang memberikan
persetujuan.
(5)
Bentuk berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh
Menteri.
Pasal 19
(1)
Jika dalam penetapan batas bidang tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
18 ayat (1) tidak diperoleh kesepakatan antara pemegang hak atas tanah yang
bersangkutan dengan pemegang hak atas tanah yang berbatasan, pengukuran bidang
tanahnya diupayakan untuk sementara dilakukan berdasarkan batas-batas yang
menurut kenyataannya merupakan batas-batas bidang-bidang tanah yang
bersangkutan.
(2)
Jika pada waktu yang telah ditentukan pemegang hak atas tanah yang
bersangkutan atau para pemegang hak atas tanah yang berbatasan tidak hadir
setelah dilakukan pemanggilan, pengukuran bidang tanahnya, untuk sementara
dilakukan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)
Ketua Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau
Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik membuat berita
acara mengenai dilakukannya pengukuran sementara sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2), termasuk mengenai belum diperolehnya kesekapatan batas atau
ketidakhadiran pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.
(4)
Dalam gambar ukur sebagai hasil pengukuran sementara sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dibubuhkan catatan atau tanda yang menunjukkan bahwa batas-batas
bidang tanah tersebut baru merupakan batas-batas sementara.
(5)
Dalam hal telah diperoleh kesepakatan melalui musyawarah mengenai
batas-batas yang dimaksudkan atau diperoleh kepastiannya berdasarkan putusan
Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, diadakan penyesuaian
terhadap data yang ada pada peta pendaftaran yang bersangkutan.
Paragraf 4
Pengukuran Dan Pemetaan Bidang-bidang Tanah Dan Pembuatan
Peta Pendaftaran
Pasal 20
(1)
Bidang-bidang tanah yang sudah ditetapkan batas-batasnya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17, Pasal 18 dan Pasal 19 diukur dan selanjutnya dipetakan dalam
peta dasar pendaftaran.
(2)
Jika dalam wilayah pendaftaran tanah secara sporadik belum ada peta dasar
pendaftaran, dapat digunakan peta lain, sepanjang peta tersebut memenuhi syarat
untuk pembuatan peta pendaftaran.
(3)
Jika dalam wilayah dimaksud belum tersedia peta dasar pendaftaran maupun
peta lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pembuatan peta dasar
pendaftaran dilakukan bersamaan dengan pengukuran dan pemetaan bidang tanah
yang bersangkutan.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengukuran dan pemetaan bidang-bidang
tanah dan pembuatan peta pendaftaran ditetapkan oleh Menteri.
Paragraf 5
Pembuatan Daftar Tanah
Pasal 21
(1)
Bidang atau bidang-bidang tanah yang sudah dipetakan atau dibubuhkan nomor
pendaftarannya pada peta pendaftaran dibukukan dalam daftar tanah.
(2)
Bentuk, isi, cara pengisian, penyimpanan dan pemeliharaan daftar tanah
diatur oleh Menteri.
Paragraf 6
Pembuatan Surat Ukur
Pasal 22
(1)
Bagi bidang-bidang tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf
a, b dan c sudah diatur serta dipetakan dalam peta pendaftaran, dibuatkan surat
ukur untuk keperluan pendaftaran haknya.
(2)
Untuk wilayah-wilayah pendaftaran tanah secara sporadik yang belum
tersedia peta pendaftaran, surat ukur dibuat dari hasil pengukuran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20.
(3)
Bentuk, isi, cara pengisian, penyimpanan dan pemeliharaan surat ukur
ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Ketiga
Pembuktian Hak Dan Pembukuannya
Paragraf 1
Pembuktian Hak Baru
Pasal 23
Untuk
keperluan pendaftaran hak:
a.
hak atas tanah baru dibuktikan dengan:
1)
penetapan pemberian hak dari Pajabat yang berwenang memberikan hak yang
bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian hak tersebut
berasal dari tanah Negara atau tanah hak pengelolaan;
2)
asli akta PPAT yang memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang hak milik
kepada penerima hak yang bersangkutan apabila mengenai hak guna bangunan dan
hak pakai atas tanah hak milik;
b.
hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak pengelolaan oleh
Pejabat yang berwenang;
c.
tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf;
d.
hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan;
e.
pemberian hak tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian hak tanggungan.
Paragraf 2
Pembuktian Hak Lama
Pasal 24
(1)
Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi
hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut
berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang
bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran
tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran
tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan
hak-hak pihak lain yang membebaninya.
(2)
Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat
pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan
berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20
(dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan
pendahuluan-pendahulunya, dengan syarat:
a.
penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh
yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh
kesaksian orang yang dapat dipercaya;
b.
penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau
desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.
Pasal 25
(1)
Dalam rangka menilai kebenaran alat bukti sebagaimana dimaksud Pasal 24
dilakukan pengumpulan dan penelitian data yuridis mengenai bidang tanah yang
bersangkutan oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik
atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik.
(2)
Hasil penelitian alat-alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dituangkan dalam suatu daftar isian yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 26
(1)
Daftar isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) beserta peta
bidang atau bidang-bidang tanah yang bersangkutan sebagai hasil pengukuran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) diumumkan selama 30 (tiga puluh)
hari dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau 60 (enam puluh) hari dalam
pendaftaran tanah secara sporadik untuk memberi kesempatan kepada pihak yang
berkepentingan mengajukan keberatan.
(2)
Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di Kantor Panitia
Ajudikasi dan Kantor Kepala Desa/Kelurahan letak tanah yang bersangkutan dalam
pendaftaran tanah secara sistematik atau di kantor pertanahan dan kantor kepala
desa/kelurahan letak tanah yang bersangkutan dalam pendaftaran tanah secara
sporadik serta di tempat lain yang dianggap perlu.
(3)
Selain pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dalam hal
pendaftaran tanah secara sporadik individual, pengumuman dapat dilakukan
melalui media massa.
(4)
Ketenttuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 27
(1)
Jika dalam jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat (1) ada yang mengajukan keberatan mengenai data fisik dan atau data
yuridis yang diumumkan, Ketua Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara
sistematik atau Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara
sporadik mengusahakan agar secepatnya keberatan yang diajukan diselesaikan
secara musyawarah untuk mufakat.
(2)
Jika usaha penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) membawa hasil, dibuatkan berita acara penyelesaian dan
jika penyelesaian yang dimaksudkan mengakibatkan perubahan pada apa yang
diumumkan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1),
perubahan tersebut diadakan pada peta bidang-bidang tanah dan atau daftar isian
yang bersangkutan.
(3)
Jika usaha penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan atau tidak membawa hasil, Ketua
Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik dan Kepala Kantor
Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik memberitahukan secara
tetulis kepada pihak yang mengajukan keberatan agar mengajukan gugatan mengenai
data fisik dan atau data yuridis yang disengketakan ke Pengadilan.
Pasal 28
(1)
Setelah jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat
(1) berakhir, data fisik dan data yuridis yang diumumkan tersebut oleh Panitia
Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor
Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik disahkan dengan suatu berita
acara yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri.
(2)
Jika setelah berakhirnya jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 ayat (1) masih ada kekurang-kelengkapan data fisik dan atau data
yuridis yang bersangkutan atau masih ada keberatan yang belum diselesaikan,
pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan catatan mengenai
hal-hal yang belum lengkap dan atau keberatan yang belum diselesaikan.
(3)
Berita acara pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar
untuk :
a.
pembukuan hak atas tanah yang bersangkutan dalam buku tanah;
b.
pengakuan hak atas tanah;
c.
pemberian hak atas tanah.
Paragraf 3
Pembukuan Hak
Pasal 29
(1)
hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf dan hak milik atas satuan
rumah susun didaftar dengan membukukanya dalam buku tanah yang memuat data
yuridis dan data fisik bidang tanah yang bersangkutan, dan sepanjang ada surat
ukurnya dicatat pula pada surat ukur tersebut.
(2)
Pembukuan dalam buku tanah serta pencatatannya pada surat ukur sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan bukti bahwa hak yang bersangkutan beserta
pemegang haknya dan bidang tanahnya yang diuraikan dalam surat ukur secara
hukum telah di daftar menurut Peraturan Pemerintah ini.
(3)
Pembukuan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan
alat bukti yang dimaksud dalam Pasal 23 dan berita acara pengesahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28.
Pasal 30
(1)
Atas dasar alat bukti dan berita acara pengesahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 ayat (3) hak atas bidang tanah:
a.
yang data fisik dan data yuridisnya sudah lengkap dan tidak ada yang
disengketakan, dilakukan pembukuannya dalam buku tanah menurut ketentuan Pasal
29 ayat (1);
b.
yang data fisik atau data yuridisnya belum lengkap dilakukan pembukuannya
dalam buku tanah dengan catatan mengenai hal-hal yang belum lengkap;
c.
yang data fisik dan atau data yuridisnya disengketakan tetapi tidak
diajukan gugatan ke Pengadilan dilakukan pembukuannya dalam buku tanah dengan
catatan mengenai adanya sengketa tersebut dan kepada pihak yang keberatan
diberitahukan oleh Kepala Panitia Ajudikasi untuk pendaftaran tanah secara
sistematik atau Kepala Kantor Pertanahan untuk pendaftaran tanah secara
sporadik untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai data yang
disengketakan dalam waktu 60 (enam puluh) hari dalam pendaftaran tanah secara
sistematik dan 90 (sembilan puluh) hari dalam pendaftaran tanah secara sporadik
dihitung sejak disampaikannya pemberitahuan tersebut;
d.
yang data fisik dan atau data yuridisnya disengketakan dan diajukan
gugatan ke Pengadilan tetapi tidak ada perintah dari Pengadilan untuk status
quo dan tidak ada putusan penyitaan dari Pengadilan, dilakukan pembukuannya
dalam buku tanah dengan catatan mengenai adanya sengketa tersebut serta hal-hal
yang disengketakan;
e.
yang data fisik atau data yuridisnya disengketakan dan diajukan ke
Pengadilan serta ada perintah untuk status quo atau putusan penyitaan dari
Pengadilan, dibukukan dalam buku tanah dengan mengosongkan nama pemegang haknya
dan hal-hal lain yang disengketakan serta mencatat di dalamnya adanya sita atau
perintah status quo tersebut.
(2)
Catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dihapus apabila:
a.
telah diserahkan tambahan alat pembuktian yang diperlukan; atau
b.
telah lewat waktu 5 (lima) tahun tanpa ada yang mengajukan gugatan ke
Pengadilan mengenai data yang dibukukan.
(3)
Catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dihapus apabila:
a.
telah diperoleh penyelesaian secara damai antara pihak-pihak yang
bersengketa; atau
b.
diperoleh putusan Pengadilan mengenai sengketa yang bersangkutan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap; atau
c.
setelah dalam waktu 60 (enam puluh) hari dalam pendaftaran tanah secara
sitematik dan 90 (sembilan puluh) hari dalam pendaftaran tanah secara sporadik
sejak disampaikan pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c tidak diajukan gugatan mengenai sengketa tersebut ke Pengadilan.
(4)
Catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dihapus apabila:
a.
telah dicapai penyelesaian secara damai antara pihak-pihak yang
bersengketa; atau
b.
diperoleh putusan Pengadilan mengenai sengketa yang bersangkutan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(5)
Penyelesaian pengisian buku tanah dan penghapusan catatan adanya sita atau
perintah status quo sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan
apabila:
a.
setelah diperoleh penyelesaian secara damai antara pihak-pihak yang
bersengketa; atau
b.
diperoleh putusan Pengadilan mengenai sengketa yang bersangkutan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan pencabutan sita atau status quo dari
Pengadilan.
Bagian Keempat
Penerbitan Sertifikat
Pasal 31
(1)
Sertipikat diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan
sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1).
(2)
Jika di dalam buku tanah terdapat catatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 ayat (1) huruf b yang menyangkut data yuridis, atau catatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf c, d dan e yang menyangkut data fisik
maupun data yuridis penerbitan sertipikat ditangguhkan sampai catatan yang
bersangkutan dihapus.
(3)
Sertipikat hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum
dalam buku tanah yang bersangkutan sebagai pemegang hak atau kepada pihak lain
yang dikuasakan olehnya.
(4)
Mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susu kepunyaan
bersama beberapa orang atau badan hukum diterbitkan satu sertipikat, yang
diterimakan kepada salah satu pemegang hak bersama atas penunjukan tertulis
para pemegang hak bersama yang lain.
(5)
Mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun kepunyaan
bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diterbitkan sertipikat
sebanyak jumlah pemegang hak bersama untuk diberikan kepada tiap pemegang hak
bersama yang bersangkutan, yang memuat nama serta besarnya bagian masing-masing
dari hak bersama tersebut.
(6)
Bentuk, isi, cara pengisian dan penandatanganan sertifikat ditetapkan oleh
Menteri.
Pasal 32
(1)
Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di
dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data
yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.
(2)
Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara
sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan
itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa
mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak
tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat
itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan
Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke
Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut.
Bagian Kelima
Penyajian Data Fisik Dan Data Yuridis
Pasal 33
(1)
Dalam rangka penyajian data fisik dan data yuridis, Kantor pertanahan
menyelenggarakan tata usaha pendaftaran tanah dalam daftar umum yang terdiri
dari peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah dan daftar nama.
(2)
Bentuk, cara pengisian, penyimpanan, pemeliharaan, dan penggantian peta
pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah dan daftar nama ditetapkan
oleh Menteri.
Pasal 34
(1)
Setiap orang yang berkepentingan berhak mengetahui data fisik dan data
yuridis yang tersimpan di dalam peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur dan
buku tanah.
(2)
Data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam daftar nama hanya terbuka
bagi instansi Pemerintah tertentu untuk keperluan pelaksanaan tugasnya.
(3)
Persyaratan dan tata cara untuk memperoleh keterangan mengenai data
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Keenam
Penyimpanan Daftar Umum Dan Dokumen
Pasal 35
(1)
Dokumen-dokumen yang merupakan alat pembuktian yang telah digunakan
sebagai dasar pendaftaran diberi tanda pengenal dan disimpan di Kantor
Pertanahan yang bersangkutan atau di tempat lain yang ditetapkan oleh Menteri,
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari daftar umum.
(2)
Peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah, daftar nama dan
dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus tetap berada di Kantor
Pertanahan yang bersangkutan atau di tempat lain yang ditetapkan oleh Menteri.
(3)
Dengan izin tertulis dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya dapat
diberikan petikan, salinan atau rekaman dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) kepada instani lain yang memerlukan untuk pelaksanaan tugasnya.
(4)
Atas perintah Pengadilan yang sedang mengadili suatu perkara, asli dokumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibawa oleh Kepala Kantor Pertanahan yang
bersangkutan atau Pejabat yang ditunjuk ke sidang Pengadilan tersebut untuk
diperlihatkan kepada Majelis Hakim dan para pihak yang bersangkutan.
(5)
Secara bertahap data pendaftaran tanah disimpan dan disajikan dengan
menggunakan peralatan elektronik dan mikrofilm.
(6)
Rekaman dokumen yang dihasilkan alat elektronik atau mikrofilm sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) mempunyai kekuatan pembuktian sesudah ditandatangani dan
dibubuhui cap dinas oleh Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan.
(7)
Bentuk, cara penyimpanan, penyajian dan penghapusan dokumen-dokumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), demikian juga cara penyimpanan
dan penyajian data pendaftaran tanah dengan alat elektronik dan mikrofilm
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh Menteri.
BAB V
PEMELIHARAAN DATA PENDAFTARAN TANAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 36
(1)
Pemeliharaan data pendaftaran tanah dilakukan apabila terjadi perubahan
pada data fisik atau data yuridis obyek pendaftaran tanah yang telah terdaftar.
(2)
Pemegang hak yang bersangkutan wajib mendaftarkan perubahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada Kantor Pertanahan.
Bagian Kedua
Pendaftaran Peralihan Dan Pembebanan Hak
Paragraf 1
Pemindahan Hak
Pasal 37
(1)
Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui
jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam peusahaan dan perbuatan hukum
pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat
didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)
Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh Menteri, Kepala
Kantor Pertanahan dapat mendaftar pemindahan hak atas bidang tanah hak milik, dilakukan
di antara perorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang
tidak dibuat oleh PPAT, tetapi yang menurut Kepala Kantor Pertanahan tersebut
kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang yang
bersangkutan.
Pasal 38
(1)
Pembuatan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dihadiri oleh
para pihak yang melakukan hukum yang bersangkutan dan disaksikan oleh
sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang memenuhi syarat untuk bertindak
sebagai saksi dalam perbuatan hukum itu.
(2)
Bentuk, isi dan cara pembuatan akta-akta PPAT diatur oleh Menteri.
Pasal 39
(1)
PPAT menolak untuk membuat akta, jika:
a.
mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan
rumah susun, kepadanya tidak disampaikan sertipikat asli hak yang bersangkutan
atau sertipikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di
Kantor Pertanahan; atau
b.
mengenai bidang tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidak disampaikan:
1)
surat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) atau surat
keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan
menguasai bidang tanah tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2);
dan
2)
surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan
belum bersertipikat dari Kantor Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di
daerah yang jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan, dari pemegang hak yang
bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan; atau
c.
salah satu atau para pihak yang akan melakukan perbuatan hukum yang
bersangkutan atau salah satu saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 tidak
berhak atau tidak memenuhi syarat untuk bertindak demikian; atau
d.
salah satu pihak atau para pihak bertindak atas dasar suatu surat kuasa
mutlak yang pada hakikatnya berisikan perbuatan hukum pemindahan hak; atau
e.
untuk perbuatan hukum yang akan dilakukan belum diperoleh izin Pejabat
atau instansi yang berwenang, apabila izin tersebut diperlukan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau
f.
obyek perbuatan hukum yang bersangkutan sedang dalam sengketa mengenai
data fisik dan atau data yuridisnya; atau
g.
tidak dipenuhi syarat lain atau dilanggar larangan yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
(2)
Penolakan untuk membuat akta tersebut diberitahukan secara tertulis kepada
pihak-pihak yang bersangkutan disertai alasannya.
Pasal 40
(1)
Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya
akta yang bersangkutan, PPAT wajib menyampaikan akta yang dibuatkannya berikut
dokumen-dokumen yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan untuk didaftar.
(2)
PPAT wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai telah
disampaikannya akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada para pihak yang
bersangkutan.
Paragraf 2
Pemindahan Hak Dengan Lelang
Pasal 41
(1)
Peralihan hak melalui pemindahan hak dengan lelang hanya dapat didaftar
jika dibuktikan dengan kutipan risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang.
(2)
Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sebelum suatu bidang tanah atau
satuan rumah susun dilelang baik dalam rangka lelang eksekusi maupun lelang non
eksekusi, Kepala Kantor Lelang wajib meminta keterangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 kepada Kantor Pertanahan mengenai bidang tanah atau satuan rumah
susun yang akan dilelang.
(3)
Kepala Kantor Pertanahan mengeluarkan keterangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja setelah diterimanya permintaan
dari Kepala Kantor Lelang.
(4)
Kepala Kantor Lelang menolak melaksanakan lelang, apabila :
a.
mengenai tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan rumah susun
:
1)
kepadanya tidak diserahkan sertipikat asli hak yang bersangkutan, kecuali
dalam hal lelang eksekusi yang dapat tetap dilaksanakan walaupun sertipikat
asli hak tersebut tidak diperoleh oleh Pejabat Lelang dari pemegang haknya;
atau
2)
sertipikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di
Kantor Pertanahan; atau
b.
mengenai bidang tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidak disampaikan :
1)
surat bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), atau surat
keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan
menguasai bidang tanah tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2);
dan
2)
surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan
belum bersertipikat dari Kantor Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di
daerah yang jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan, dari pemegang hak yang
bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan; atau
c.
ada perintah Pengadilan Negeri untuk tidak melaksanakan lelang berhubung
dengan sengketa mengenai tanah yang bersangkutan.
(5)
Untuk pendaftaran peralihan hak yang diperoleh melalui lelang disampaikan
kepada Kepala Kantor Pertanahan:
a.
kutipan risalah lelang yang bersangkutan;
b.
1) sertipikat hak milik atas
satuan rumah susun atau hak atas tanah yang dilelang jika bidang tanah yang
bersangkutan sudah terdaftar; atau
2)
dalam hal sertipikat tersebut tidak diserahkan kepada pembeli lelang
eksekusi, surat keterangan dari Kepala Kantor Lelang mengenai alasan tidak
diserahkannya sertipikat tersebut; atau
3)
jika bidang tanah yang bersangkutan belum terdaftar, surat-surat
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b Pasal ini;
c.
bukti identitas pembeli lelang;
d.
bukti pelunasan harga pembelian.
Paragraf 3
Peralihan Hak Karena Pewarisan
Pasal 42
a.
Untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan mengenai bidang tanah hak
yang sudah didaftar dan hak milik atas satuan rumah susun sebagai yang
diwajibkan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, wajib
diserahkan oleh yang menerima hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah
susun yang bersangkutan sebagai warisan kepada Kantor Pertanahan, sertipikat
hak yang bersangkutan, surat kematian orang yang namanya dicatat sebagai
pemegang haknya dan surat tanda bukti sebagai ahli waris.
b.
Jika bidang tanah yang merupakan warisan belum didaftar, wajib diserahkan
juga dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf b.
c.
Jika penerima warisan terdiri dari satu orang, pendaftaran peralihan hak
tersebut dilakukan kepada orang tersebut berdasarkan surat tanda bukti sebagai
ahli waris sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
d.
Jika penerima warisan lebih dari satu orang dan waktu peralihan hak
tersebut didaftarkan disertai dengan akta pembagian waris yang memuat
keterangan bahwa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun tertentu
jatuh kepada seorang penerima warisan tertentu, pendaftaran peralihan hak atas
tanah atau hak milik atas satuan rumah susun itu dilakukan kepada penerima
warisan yang bersangkutan berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris dan
akta pembagian waris tersebut.
e.
Warisan berupa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang
menurut akta pembagian waris harus dibagi bersama antara beberapa penerima
warisan atau waktu didaftarkan belum ada akta pembagian warisnya, didaftar
peralihan haknya kepada para penerima waris yang berhak sebagai hak bersama
mereka berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris dan/atau akta pembagian
waris tersebut.
Paragraf 4
Peralihan Hak Karena Penggabungan Atau Peleburan Perseroan
Atau Koperasi
Pasal 43
(1)
Peralihan hak atas tanah, hak pengelolaan, atau hak milik atas satuan
rumah susun karena penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang
tidak didahului dengan likuidasi perseroan atau koperasi yang bergabung atau melebur
dapat didaftar berdasarkan akta yang membuktikan terjadinya penggabungan atau
peleburan perseroan atau koperasi yang bersangkutan setelah penggabungan atau
peleburan tersebut disahkan oleh Pejabat yang berwenang sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)
Peralihan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun karena
penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang didahului dengan
likuidasi perseroan atau koperasi yang bergabung atau melebur didaftar
berdasarkan pemindahan hak dalam rangka likuidasi yang dibuktikan dengan akta
yang dibuat oleh PPAT yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat
(1).
Paragraf 5
Pembebanan Hak
Pasal 44
(1)
Pembebanan hak tanggungan pada hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah
susun, pembebanan hak guna bangunan, hak pakai dan hak sewa untuk bangunan atas
hak milik, dan pembebanan lain pada hak atas tanah atau hak milik atas satuan
rumah susun yang ditentukan dengan peraturan perundang-undangan, dapat didaftar
jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 40
berlaku juga untuk pembuatan akta PPAT yang dimaksud pada ayat (1).
Paragraf 6
Penolakan Pendaftaran Peralihan Dan Pembebanan Hak
Pasal 45
(1)
Kepala Kantor Pertanahan menolak untuk melakukan pendaftaran peralihan
atau pembebanan hak, jika salah satu syarat di bawah ini tidak dipenuhi :
a.
sertipikat atau surat keterangan tentang keadaan hak atas tanah tidak
sesuai lagi dengan daftar-daftar yang ada pada Kantor Pertanahan;
b.
perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) tidak
dibuktikan dengan akta PPAT atau kutipan risalah lelang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41, kecuali dalam keadaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal
37 ayat (2);
c.
dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran peralihan atau pembebanan hak
yang bersangkutan tidak lengkap;
d.
tidak dipenuhi syarat lain yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan;
e.
tanah yang bersangkutan merupakan obyek sengketa di Pengadilan;
f.
perbuatan hukum yang dibuktikan dengan akta PPAT batal atau dibatalkan
oleh putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; atau
g.
perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dibatalkan
oleh para pihak sebelum didaftar oleh Kantor Pertanahan.
(2)
Penolakan Kepala Kantor Pertanahan dilakukan secara tertulis, dengan
menyebut alasan-alasan penolakan itu.
(3)
Surat penolakan disampaikan kepada yang berkepentingan, disertai
pengembalian berkas permohonannya, dengan salinan kepada PPAT atau Kepala
Kantor Lelang yang bersangkutan.
Paragraf 7
Lain-lain
Pasal 46
Ketentuan
lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan pendaftaran peralihan dan pembebanan
hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Ketiga
Pendaftaran Perubahan Data Pendaftaran Tanah Lainnya
Paragraf 1
Perpanjangan Jangka Waktu Hak Atas Tanah
Pasal 47
Pendaftaran
perpanjangan jangka waktu hak atas tanah dilakukan dengan mencatatnya pada buku
tanah dan sertipikat hak yang bersangkutan berdasarkan keputusan Pejabat yang
berwenang yang memberikan perpanjangan jangka waktu hak yang bersangkutan.
Paragraf 2
Pemecahan, Pemisahan Dan Penggabungan Bidang Tanah
Pasal 48
(1)
Atas permintaan pemegang hak yang bersangkutan, satu bidang tanah yang
sudah didaftar dapat dipecah secara sempurna menjadi beberapa bagian, yang
masing-masing merupakan satuan bidang baru dengan status hukum yang sama dengan
bidang tanah semula.
(2)
Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk tiap bidang dibuatkan
surat ukur, buku tanah dan sertipikat untuk menggantikan surat ukur, buku tanah
dan sertipikat asalnya.
(3)
Jika hak atas tanah yang bersangkutan dibebani hak tanggungan, dan atau
beban-beban lain yang terdaftar, pemecahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
baru boleh dilaksanakan setelah diperoleh persetujuan tertulis dari pemegang
hak tanggungan atau pihak lain yang berwenang menyetujui penghapusan beban yang
bersangkutan.
(4)
Dalam pelaksanaan pemecahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang
mengenai tanah pertanian, wajib memperhatikan ketentuan mengenai batas minimal
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 49
(1)
Atas permintaan pemegang hak yang bersangkutan, dari satu bidang tanah
yang sudah didaftar dapat dipisahkan sebagian atau beberapa bagian, yang
selanjutnya merupakan satuan bidang baru dengan status hukum yang sama dengan
bidang tanah semula.
(2)
Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk satuan bidang baru yang
dipisahkan dibuatkan surat ukur, buku tanah dan sertipikat sebagai satuan
bidang tanah baru dan pada peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku
tanah dan sertipikat bidang tanah semula dibubuhkan cacatan mengenai telah diadakannya
pemisahan tersebut.
(3)
Terhadap pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (3) dan ayat (4).
Pasal 50
(1)
Atas permintaan pemegang hak yang bersangkutan, dua bidang tanah atau
lebih yang sudah didaftar dan letaknya berbatasan yang kesemuanya atas nama
pemilik yang sama dapat digabung menjadi satu satuan bidang baru, jika semuanya
dipunyai dengan hak yang sama dan bersisa jangka waktu yang sama.
(2)
Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk satuan bidang yang baru
tersebut dibuatkan surat ukur,buku tanah dan sertipikat dengan menghapus surat
ukur, buku tanah dan sertipikat masing-masing.
(3)
Terhadap penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (3).
Paragraf 3
Pembagian Hak Bersama
Pasal 51
(1)
Pembagian hak bersama atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun
menjadi hak masing-masing pemegang hak bersama didaftar berdasarkan akta yang
dibuat PPAT yang berwenang menurut peraturan yang berlaku yang membuktikan
kesepakatan antara para pemegang hak bersama mengenai pembagian hak bersama
tersebut.
(2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 40
berlaku juga untuk pembuatan akta PPAT yang dimaksud pada ayat (1).
Paragraf 4
Hapusnya Hak Atas Tanah Dan Hak Milik Atas Satuan Rumah
Susun
Pasal 52
(1)
Pendaftaran hapusnya suatu hak atas tanah, hak pengelolaan dan hak milik
atas satuan rumah susun dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan dengan
membubuhkan catatan pada buku tanah dan surat ukur serta memusnahkan sertipikat
hak yang bersangkutan, berdasarkan :
a.
data dalam buku tanah yang disimpan di Kantor Pertanahan, jika mengenai
hak-hak yang dibatasi masa berlakunya;
b.
salinan surat keputusan Pejabat yang berwenang, bahwa hak yang
bersangkutan telah dibatalkan atau dicabut;
c.
akta yang menyatakan bahwa hak yang bersangkutan telah dilepaskan oleh
pemegang haknya.
(2)
Dalam hal sertipikat hak atas tanah yang dihapus tidak diserahkan kepada
Kepala Kantor Pertanahan, hal tersebut dicatat pada buku tanah dan surat ukur
yang bersangkutan.
Paragraf 5
Peralihan Dan Hapusnya Tanggungan
Pasal 53
Pendaftaran
peralihan hak tanggungan dilakukan dengan mencatatnya pada buku tanah serta
sertipikat hak tanggungan yang bersangkutan dan pada buku tanah serta
sertipikat hak yang dibebani berdasarkan surat tanda bukti beralihnya piutang
yang dijamin karena cessie, subrogasi, pewarisan atau penggabungan serta
peleburan perseroan.
Pasal 54
(1)
Pendaftaran hapusnya hak tanggungan dilakukan sesuai ketentuan dalam
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-benda Yang Berkaitan dengan Tanah.
(2)
Dalam hal hak yang dibebani hak tanggungan telah dilelang dalam rangka
pelunasan utang, maka surat pernyataan dari kreditor bahwa pihaknya melepaskan
hak tanggungan atas hak yang dilelang tersebut untuk jumlah yang melebihi hasil
lelang beserta kutipan risalah lelang dapat dijadikan dasar untuk pendaftaran
hapusnya hak tanggungan yang bersangkutan.
Paragraf 6
Perubahan Data Pendaftaran Tanah Berdasarkan Putusan Atau
Penetapan Pengadilan
Pasal 55
(1)
Panitera Pengadilan wajib memberitahukan kepada Kepala Kantor Pertanahan
mengenai isi semua putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap dan penetapan Ketua Pengadilan yang mengakibatkan terjadinya perubahan
pada data mengenai bidang tanah yang sudah didaftar atau satuan rumah susun
untuk dicatat pada buku tanah yang bersangkutan dan sedapat mungkin pada
sertipikatnya dan daftardaftar lainnya.
(2)
Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan juga atas
permintaan pihak yang berkepentingan, berdasarkan salinan resmi putusan
Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau salinan penetapan
Ketua Pengadilan yang bersangkutan yang diserahkan olehnya kepada Kepala Kantor
Pertanahan.
(3)
Pencatatan hapusnya hak atas tanah, hak pengelolaan dan hak milik atas
satuan rumah susun berdasarkan putusan Pengadilan dilakukan setelah diperoleh
surat keputusan mengenai hapusnya hak yang bersangkutan dari Menteri atau
Pejabat yang ditunjuknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1).
Paragraf 7
Perubahan Nama
Pasal 56
Pendaftaran
perubahan data pendaftaran tanah sebagai akibat pemegang hak yang ganti nama
dilakukan dengan mencatatnya di dalam buku tanah dan sertipikat hak atas tanah
atau hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan berdasarkan bukti
mengenai ganti nama pemegang hak tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
BAB VI
PENERBITAN SERTIPIKAT PENGGANTI
Pasal 57
(1)
Atas permohonan pemegang hak diterbitkan sertipikat baru sebagai pengganti
sertipikat yang rusak, hilang, masih menggunakan blanko sertipikat yang tidak
digunakan lagi, atau yang tidak diserahkan kepada pembeli lelang dalam suatu
lelang eksekusi.
(2)
Permohonan sertipikat pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dapat diajukan oleh pihak yang namanya tercantum sebagai pemegang hak dalam
buku tanah yang bersangkutan atau pihak lain yang merupakan penerima hak
berdasarkan akta PPAT atau kutipan risalah lelang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37 dan Pasal 41, atau akta sebagaimana dimaksud Pasal 43 ayat (1), atau
surat sebagaimana dimaksud Pasal 53, atau kuasanya.
(3)
Dalam hal pemegang hak atau penerima hak sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) sudah meninggal dunia, permohonan sertipikat pengganti dapat diajukan oleh
ahli warisnya dengan menyerahkan surat tanda bukti sebagai ahli waris.
(4)
Penggantian sertipikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat pada
buku tanah yang bersangkutan.
Pasal 58
Dalam
hal Penggantian sertipikat karena rusak atau pembaharuan blanko sertipikat,
sertipikat yang lama ditahan dan dimusnahkan.
Pasal 59
(1)
Permohonan penggantian sertipikat yang hilang harus disertai pernyataan di
bawah sumpah dari yang bersangkutan dihadapan Kepala Kantor Pertanahan atau
Pejabat yang ditunjuk mengenai hilangnya sertipikat hak yang bersangkutan.
(2)
Penerbitan sertipikat pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didahului dengan pengumuman 1 (satu) kali dalam salah satu surat kabar harian
setempat atas biaya pemohon.
(3)
Jika dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari dihitung sejak hari
pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak ada yang mengajukan
keberatan mengenai akan diterbitkannya sertipikat pengganti tersebut atau ada
yang mengajukan keberatan akan tetapi menurut pertimbangan Kepala Kantor
Pertanahan keberatan tersebut tidak beralasan, diterbitkan sertipikat baru.
(4)
Jika keberatan yang diajukan dianggap beralasan oleh Kepala Kantor
Pertanahan, maka ia menolak menerbitkan sertipikat pengganti.
(5)
Mengenai dilakukannya pengumuman dan penerbitan serta penolakan penerbitan
sertipikat baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4)
dibuatkan berita acara oleh Kepala Kantor Pertanahan.
(6)
Sertipikat pengganti diserahkan kepada pihak yang memohon diterbitkannya
sertipikat tersebut atau orang lain yang diberi kuasa untuk menerimanya.
(7)
Untuk daerah-daerah tertentu Menteri dapat menentukan cara dan tempat
pengumuman yang lain dari pada yang ditentukan pada ayat (2).
Pasal 60
(1)
Penggantian sertipikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah
susun yang tidak diserahkan kepada pembeli lelang dalam lelang eksekusi
didasarkan atas surat keterangan dari Kepala Kantor Lelang yang bersangkutan
yang memuat alasan tidak dapat diserahkannya sertipikat tersebut kepada
pemenang lelang.
(2)
Kepala Kantor Pertanahan mengumumkan telah ditertibkannya sertipikat
pengganti untuk hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak berlakunya lagi sertipikat yang
lama dalam salah satu surat kabar harian setempat atas biaya pemohon.
BAB VII
BIAYA PENDAFTARAN TANAH
Pasal 61
(1)
Besarnya dan cara pembayaran biaya-biaya dalam rangka pelaksanaan kegiatan
pendaftaran tanah diatur dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.
(2)
Atas permohonan yang bersangkutan, Menteri atau Pejabat yang ditunjuk
dapat membebaskan pemohon dari sebagian atau seluruh biaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), jika pemohon dapat membuktikan tidak mampu membayar biaya
tersebut.
(3)
Untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan yang diajukan dalam waktu
6 (enam) bulan sejak tanggal meninggalnya pewaris, tidak dipungut biaya
pendaftaran.
(4)
Tata cara untuk memperoleh pembebasan atas biaya pendaftaran tanah diatur
oleh Menteri.
BAB VIII
SANKSI
Pasal 62
PPAT
yang dalam melaksanakan tugasnya mengabaikan ketentuan-ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39 dan Pasal 40 serta ketentuan dan petunjuk
yang diberikan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk dikenakan tindakan
administratif berupa teguran tertulis sampai pemberhentian dari jabatannya
sebagai PPAT, dengan tidak mengurangi kemungkinan dituntut ganti kerugian oleh
pihak-pihak yang menderita kerugian yang diakibatkan oleh diabaikannya
ketentuan-ketentuan tersebut.
Pasal 63
Kepala
Kantor Pertanahan yang dalam melaksanakan tugasnya mengabaikan ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah ini dan ketentuan dalam peraturan pelaksanaannya serta
ketentuan-ketentuan lain dalam pelaksanaan tugas kegiatan pendaftaran tanah
dikenakan sanksi administratif sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 64
(1)
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua peraturan
perundang-undangan sebagai pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961
yang telah ada masih tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan atau diubah
atau diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
(2)
Hak-hak yang didaftar serta hal-hal lain yang dihasilkan dalam kegiatan
pendaftaran tanah berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1961 tetap sah sebagai hasil pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah
ini.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 65
Dengan
berlakunya Peraturan Pemerintah ini maka Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1961 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 28, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2171) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 66
Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku 3 (tiga) bulan sejak tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini
dengan penempatannya
dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 8 Juli 1997
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
SOEHARTO
Diundangkan
di Jakarta
pada
tanggal 8 Juli 1997
MENTERI
NEGARA SEKRETARIS NEGARA
ttd.
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1997 NOMOR : 59
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 1997
TENTANG
PENDAFTARAN TANAH
UMUM
Dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua peranan
tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan akan meningkat, baik sebagai tempat
bermukim maupun untuk kegiatan usaha. Sehubungan dengan itu akan meningkat pula
kebutuhan akan dukungan berupa jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan.
Pemberian jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, pertama-tama memerlukan
tersedianya perangkat hukum yang tertulis, lengkap dan jelas yang dilaksanakan
secara konsisten sesuai dengan jiwa dan isi ketentuan-ketentuannya. Selain itu
dalam menghadapi kasus-kasus konkret diperlukan juga terselenggaranya
pendaftaran tanah yang memungkinkan bagi para pemegang hak atas tanah untuk
dengan mudah membuktikan haknya atas tanah yang dikuasinya, dan bagi para pihak
yang berkepentingan, seperti calon pembeli dan calon kreditor, untuk memperoleh
keterangan yang diperlukan mengenai tanah yang menjadi obyek perbuatan hukum
yang akan dilakukan, serta bagi Pemerintah untuk melaksanakan kebijaksanaan
pertanahan.
Sehubungan dengan itu Undang-undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, dalam Pasal 19
memerintahkan diselenggarakannya pendaftaran tanah dalam rangka menjamin
kepastian hukum dimaksud di atas. Pendaftaran tanah tersebut kemudian diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang
Pendaftaran Tanah yang sampai saat ini menjadi dasar kegiatan pendaftaran
tanah di seluruh Indonesia.
Dalam kenyataannya pendaftaran tanah yang
diselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tersebut
selama lebih dari 35 tahun belum cukup memberikan hasil yang memuaskan. Dari
sekitar 55 juta bidang tanah hak yang memenuhi syarat untuk didaftar, baru lebih
kurang 16,3 juta bidang yang sudah didaftar.
Dalam pada itu, melalui pewarisan, pemisahan dan
pemberian-pemberian hak baru, jumlah bidang tanah yang memenuhi syarat untuk
didaftar untuk selama Pembangunan Jangka Panjang Kedua diperkirakan akan
meningkat menjadi sekitar 75 juta. Hal-hal yang merupakan kendala dalam
pelaksanaan pendaftaran tanah, disamping kekurangan anggaran, alat dan tenaga,
adalah keadaan obyektif tanah-tanahnya sendiri yang selain jumlahnya besar dan
tersebar di wilayah yang luas, sebagian besar penguasaannya tidak didukung oleh
alat-alat pembuktian yang mudah diperoleh dan dapat dipercaya kebenarannya.
Selain itu ketentuan hukum untuk dasar pelaksanaannya dirasakan belum cukup
memberikan kemungkinan untuk terlaksananya pendaftaran dalam waktu singkat
dengan hasil yang lebih memuaskan.
Sehubungan dengan itu maka dalam rangka
meningkatkan dukungan yang lebih baik pada pembangunan nasional dengan
memberikan kepastian hukum di bidang pertanahan, dipandang perlu untuk mengadakan
penyempurnaan pada ketentuan yang mengatur pendaftaran tanah, yang pada
kenyataannya tersebar pada banyak peraturan perundangan-undangan.
Dalam Peraturan Pemerintah yang menyempurnakan
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 ini, tetap dipertahankan tujuan dan
sistem yang digunakan, yang pada hakikatnya sudah ditetapkan dalam
Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), yaitu bahwa pendaftaran tanah
diselenggarakan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang
pertanahan dan bahwa sistem publikasinya adalah sistem negatif, tetapi
yang mengandung unsur positif, karena akan menghasilkan surat-surat tanda bukti
hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, seperti yang dinyatakan
dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c, Pasal 23 ayat (2), Pasal 32 ayat (2) dan Pasal
38 ayat (2) UUPA.
Pendaftaran tanah juga tetap dilaksanakan melalui
dua cara, yaitu pertama-tama secara sistematik yang meliputi wilayah satu
desa atau kelurahan atau sebagiannya yang terutama dilakukan atas prakarsa Pemerintah
dan secara sporadik, yaitu pendaftaran mengenai bidang-bidang tanah atas
permintaan pemegang atau penerima hak yang bersangkutan secara individual atau
massal.
Penyempurnaan yang diadakan meliputi penegasan
berbagai hal yang belum jelas dalam peraturan yang lama, antara lain pengertian
pendaftaran tanah itu sendiri, azas-azas dan tujuan penyelenggaraannya, yang
disamping untuk memberi kepastian hukum sebagaimana disebut di atas juga
dimaksudkan untuk menghimpun dan menyajikan informasi yang lengkap mengenai
data fisik dan data yuridis mengenai bidang tanah yang bersangkutan. Prosedur pengumpulan
data penguasaan tanah juga dipertegas dan dipersingkat serta disederhanakan.
Guna menjamin kepastian hukum di bidang penguasaan
dan pemilikan tanah faktor kepastian letak dan batas setiap bidang tanah tidak
dapat diabaikan. Dari pengalaman masa lalu cukup banyak sengketa tanah yang
timbul sebagai akibat letak dan batas bidang-bidang tanah tidak benar. Karena
itu masalah pengukuran dan pemetaan serta penyediaan peta berskala besar untuk
keperluan penyelenggaraan pendaftaran tanah merupakan hal yang tidak boleh
diabaikan dan merupakan bagian yang penting yang perlu mendapat perhatian yang
serius dan seksama, bukan hanya dalam rangka pengumpulan data penguasaan tanah
tetapi juga dalam penyajian data penguasaan/pemilikan tanah dan penyimpanan
data tersebut.
Perkembangan teknologi pengukuran dan pemetaan,
seperti cara penentuan titik melalui Global Positioning System (GPS) dan
komputerisasi pengolahan, penyajian dan penyimpanan data, pelaksanaan pengukuran
dan pemetaan dapat dipakai di dalam pendaftaran tanah. Untuk mempercepat
pengukuran dan pemetaan bidang tanah yang harus didaftar penggunaan teknologi
modern, seperti Global Positioning System (GPS) dan komputerisasi
pengolahan dan penyimpanan data perlu dimungkinkan yang pengaturannya
diserahkan kepada Menteri.
Di samping pendaftaran tanah secara sistematik
pendaftaran tanah secara sporadik juga akan ditingkatkan pelaksanaannya, karena
dalam kenyataannya akan bertambah banyak permintaan untuk mendaftar secara
individual dan massal yang diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan, yang akan
makin meningkat kegiatannya. Pendaftaran tanah secara sistematik diutamakan
karena melalui cara ini akan mempercepat perolehan data mengenai bidang-bidang
tanah yang akan didaftar dari pada melalui pendaftaran tanah secara sporadik.
Tetapi karena prakarsanya datang dari Pemerintah, diperlukan waktu untuk
memenuhi dana, tenaga dan peralatan yang diperlukan. Maka pelaksanaanya harus
didasarkan pada suatu rencana kerja yang meliputi jangka waktu yang agak
panjang dan rencana pelaksanaan tahunan yang berkelanjutan melalui uji
kelayakan agar berjalan lancar.
Tujuan pendaftaran tanah untuk menghimpun dan
menyediakan informasi yang lengkap mengenai bidang-bidang tanah dipertegas
dengan dimungkinkannya menurut Peraturan Pemerintah ini pembukuan bidang-bidang
tanah yang data fisik dan atau data yuridisnya belum lengkap atau masih
disengketakan, walaupun untuk tanah-tanah yang demikian belum dikeluarkan
sertipikat sebagai tanda bukti haknya.
Dalam rangka memberikan kepastian hukum kepada
para pemegang hak atas tanah dalam Peraturan Pemerintah ini diberikan penegasan
mengenai sejauh mana kekuatan pembuktian sertipikat, yang dinyatakan sebagai
alat pembuktian yang kuat oleh UUPA. Untuk itu diberikan ketentuan bahwa selama
belum dibuktikan yang sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang dicantumkan
dalam sertipikat harus diterima sebagai data yang benar, baik dalam perbuatan
hukum sehari-hari maupun dalam sengketa di Pengadilan, sepanjang data tersebut
sesuai dengan apa yang tercantum dalam surat ukur dan buku tanah yang
bersangkutan (Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah ini), dan bahwa orang
tidak dapat menuntut tanah yang sudah bersertipikat atas nama orang atau badan
hukum lain, jika selama 5 (lima) tahun sejak dikeluarkannya sertipikat itu dia
tidak mengajukan gugatan pada Pengadilan, sedangkan tanah tersebut diperoleh
orang atau badan hukum lain tersebut dengan itikad baik dan secara fisik nyata
dikuasai olehnya atau oleh orang lain atau badan hukum yang mendapat
persetujuannya (Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah ini).
Dengan demikian maka makna dari pernyataan, bahwa
sertipikat merupakan alat pembuktian yang kuat dan bahwa tujuan pendaftaran
tanah yang diselenggarakan adalah dalam rangka memberikan jaminan kepastian
hukum di bidang pertanahan, menjadi tampak dan dirasakan arti praktisnya,
sungguhpun sistem publikasi yang digunakan adalah sistem negatif.
Ketentuan tersebut tidak mengurangi asas pemberian
perlindungan yang seimbang baik kepada pihak yang mempunyai tanah dan dikuasai
serta digunakan sebagaimana mestinya maupun kepada pihak yang memperoleh dan menguasainya
dengan itikad baik dan dikuatkan dengan pendaftaran tanah yang bersangkutan
atas namanya.
Sengketa-sengketa dalam menyelenggarakan
pendaftaran tanah tetap pertama-tama diusahakan untuk diselesaikan melalui
musyawarah antara pihak yang bersangkutan. Baru setelah usaha penyelesaian
secara damai tidak membawa hasil, dipersilahkan yang bersangkutan
menyelesaikannya melalui Pengadilan.
Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah merupakan salah
satu sumber utama dalam rangka pemeliharaan data pendaftaran tanah, maka
pokok-pokok tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) serta cara melaksanakannya
mendapat pengaturan juga dalam Peraturan Pemerintah ini.
Tidak adanya sanksi bagi pihak yang berkepentingan
untuk mendaftarkan perbuatan-perbuatan hukum yang telah dilakukan dan
dibuktikan dengan akta PPAT, diatasi dengan diadakannya ketentuan, bahwa PPAT
dalam waktu tertentu diwajibkan menyampaikan akta tanah yang dibuatnya beserta
dokumen-dokumen yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan untuk keperluan
pendaftarannya. Ketentuan ini diperlukan mengingat dalam praktek tidak selalu berkas
yang bersangkutan sampai kepada Kantor Pertanahan.
Dari apa yang dikemukakan di atas jelaslah, bahwa
Peraturan Pemerintah yang baru mengenai pendaftaran tanah ini disamping tetap
melaksanakan pokok-pokok yang digariskan oleh UUPA, memuat penyempurnaan dan
penegasan yang diharapkan akan mampu untuk menjadi landasan hukum dan
operasional bagi pelaksanaan pendaftaran tanah yang lebih cepat.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 2
Azas sederhana dalam pendaftaran tanah
dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah
dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak
atas tanah.
Sedangkan azas aman dimaksudkan untuk
menunjukkan, bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan
cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan
pendaftaran tanah itu sendiri.
Azas terjangkau dimaksudkan keterjangkauan
bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan
kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan
pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh para pihak yang memerlukan.
Azas mutakhir dimaksudkan kelengkapan yang
memadai dalam pelaksanaannya dan kesinambungan dalam pemeliharaan datanya. Data
yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir. Untuk itu perlu diikuti kewajiban
mendaftar dan pencatatan perubahan-perubhan yang terjadi di kemudahan hari. Azas
mutakhir menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus menerus dan
berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertanahan selalu
sesuai dengan keadaan nyata di lapangan, dan masyarat dapat memperoleh
keterangan mengenai data yang benar setiap saat. Untuk itulah diberlakukan pula
azas terbuka.
Pasal 3
Tujuan pendaftaran tanah sebagaimana tercantum
pada huruf a merupakan tujuan utama pendaftaran tanah yang diperintahkan oleh
Pasal 19 UUPA.
Disamping itu dengan terselenggaranya pendaftaran
tanah juga dimaksudkan terciptanya suatu pusat informasi mengenai bidang-bidang
tanah sehingga pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah dengan mudah dapat
memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai
bidang-bidang tanah dan satuansatuan rumah susun yang sudah didaftar.
Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik merupakan dasar dan perwujudan
tertib administrasi di bidang pertanahan.
Pasal 6
Ayat
(1)
Yang
dimaksud dengan kegiatan-kegiatan tertentu yang pelaksanaannya ditugaskan
kepada Pejabat lain, adalah kegiatan yang pemanfaatannya bersifat nasional atau
melebihi wilayah kerja Kepala Kantor Pertanahan, misalnya pengukuran titik
dasar teknik, pemetaan fotogrametri dan lain sebagainya.
Ayat
(2)
Yang
dimaksud dengan kegiatan-kegiatan tertentu adalah misalnya pembuatan akta PPAT
oleh PPAT atau PPAT Sementara, pembuatan risalah lelang oleh Pejabat Lelang,
ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik oleh Panitia Ajudikasi dan
lain sebagainya.
Pasal 7
Ayat
(2)
Ketentuan
ini dimaksudkan untuk mempermudah rakyat di daerah terpencil yang tidak ada
PPAT untuk melaksanakan perbuatan hukum mengenai tanah. Yang ditunjuk sebagai
PPAT Sementara adalah Pejabat Pemerintah yang menguasai keadaan daerah yang
bersangkutan, yaitu Kepala Desa.
Pasal 8
Ayat
(1)
Mengingat
pendaftaran tanah secara sistematik pada umumnya bersifat massal dan
besar-besaran, maka untuk melaksanakannya Kepala Kantor Pertanahan perlu
dibantu oleh Panitia yang khusus dibentuk untuk itu, sehingga dengan demikian
tugas rutin Kantor Pertanahan tidak terganggu.
Ayat
(3)
Ketentuan
ini dimaksudkan untuk memungkinkan dimasukkannya Tetua Adat yang mengetahui
benar riwayat/kepemilikan bidang-bidang tanah setempat dalam Panitia Ajudikasi,
khususnya di daerah yang hukum adatnya masih kuat.
Pasal 9
Ayat
(2)
Pendaftaran
tanah yang obyeknya bidang tanah yang berstatus tanah Negara dilakukan dengan mencatatnya
dalam daftar tanah dan tidak diterbitkan sertipikat.
Pasal 10
Ayat
(1)
Desa
dan kelurahan adalah satuan wilayah pemerintahan yang diatur dalam
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa.
Ayat
(2)
Areal
hak guna usaha, hak pengelolaan dan tanah Negara umumnya meliputi beberapa
desa/kelurahan. Demikian juga obyek hak tanggungan dapat meliputi beberapa
bidang tanah yang terletak di beberapa desa/kelurahan.
Pasal 13
Ayat
(2)
Karena
pendaftaran tanah secara sistematik dilaksanakan atas prakarsa Pemerintah, maka
kegiatan tersebut didasarkan pada suatu rencara kerja yang ditetapkan oleh
Menteri.
Ayat
(4)
Yang
dimaksud dengan pihak yang berkepentingan adalah pihak yang berhak atas bidang
tanah yang bersangkutan atau kuasanya.
Pasal 15
Ayat
(1)
Di
dalam wilayah yang ditetapkan untuk dilaksanakan pendaftaran tanah secara
sistematik mungkin ada bidang tanah yang sudah terdaftar. Penyediaan peta dasar
pendaftaran untuk pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik yang dimaksud
pada ayat ini, selain digunakan untuk pembuatan peta pendaftaran dalam
pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik, juga digunakan untuk memetakan
bidang-bidang tanah yang sudah terdaftar di atas.
Ayat
(2)
Dengan
adanya peta dasar pendaftaran bidang tanah yang didaftar dalam pendaftaran
tanah secara sporadik dapat diketahui letaknya dalam kaitan dengan
bidang-bidang tanah lain dalam suatu wilayah, sehingga dapat dihindarkan terjadinya
sertipikat ganda atas satu bidang tanah.
Pasal 16
Ayat
(1)
Penyiapan
peta dasar pendaftaran diperlukan agar setiap bidang tanah yang didaftar
dijamin letaknya secara pasti, karena dapat direkonstruksi di lapangan setiap
saat. Untuk maksud tersebut diperlukan titik-titik dasar teknik nasional.
Ayat
(2)
Titik
dasar teknik adalah titik tetap yang mempunyai koordinat yang diperoleh dari
suatu pengukuran dan perhitungan dalam suatu sistem tertentu yang berfungsi
sebagai titik kontrol ataupun titik ikat untuk keperluan pengukuran dan
rekonstruksi batas.
Ayat
(3)
Lihat
penjelasan ayat (2).
Pasal 17
Ayat
(2)
Dalam
kenyataannya banyak bidang tanah yang bentuknya kurang baik, dengan
dilakukannya penataan batas dimaksudkan agar bentuk bidang-bidang tanah
tersebut tertata dengan baik.
Pasal 18
Ayat
(1)
Gambar
situasi yang dimaksud Pasal ini adalah dokumen penunjuk obyek suatu hak atas
tanah menurut ketentuan yang berlaku sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah
ini, yaitu yang diatur dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 6 Tahun 1965
tentang Pedoman Pokok Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah Sebagaimana Diatur
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961.
Yang
dimaksud dengan pemegang hak atas tanah dalam ayat ini adalah orang atau badan
hukum yang mempunyai hak atas tanah menurut UUPA, baik yang sudah bersertipikat
maupun yang belum bersertipikat.
Ayat
(2)
Yang
dimaksud hak baru adalah hak atas tanah yang diberikan atas tanah Negara.
Pasal 19
Ayat
(1)
Yang
dimaksud dengan batas-batas yang menurut kenyataannya merupakan batas-batas
bidang-bidang tanah yang bersangkutan adalah misalnya tembok atau tanda-tanda
lain yang menunjukkan batas penguasaan tanah oleh orang yang bersangkutan.
Apabila ada tanda-tanda semacam ini maka persetujuan dari pemegang hak atas
tanah yang berbatasan tidak mutlak diperlukan.
Ayat
(3)
Ketentuan
ini berlaku juga, jika pemegang hak atas tanah yang bersangkutan atau mereka
yang mempunyai tanah yang berbatasan, biarpun sudah disampaikan pemberitahuan
sebelumnya, tidak hadir pada waktu diadakan pengukuran.
Ayat
(4)
Yang
dimaksud dengan gambar ukur adalah hasil pengukuran dan pemetaan di lapangan
berupa peta batas bidang atau bidang-bidang tanah secara kasar Catatan pada
gambar ukur didasarkan pada berita acara pengukuran sementara.
Pasal 20
Ayat
(1)
Pemetaan
bidang-bidang tanah bisa dilakukan langsung pada peta dasar pendaftaran, tetapi
untuk bidang tanah yang luas pemetaannya dilakukan dengan cara membuat peta
tersendiri dengan menggunakan data yang diambil dari peta dasar pendaftaran dan
hasil ukuran batas bidang tanah yang akan dipetakan.
Ayat
(2)
Yang
dimaksud dengan peta lain adalah misalnya peta dari instansi Pekerjaan Umum
atau instansi Pajak, sepanjang peta tersebut memenuhi persyaratan teknis untuk
pembuatan peta pendaftaran.
Ayat
(3)
Dalam
keadaan terpaksa pembuatan peta dasar pendaftaran dapat dilakukan bersama
dengan pengukuran dan pemetaan bidang tanah yang bersangkutan dan bidang-bidang
sekelilingnya yang berbatasan, sehingga letak relatif bidang tanah itu dapat
ditentukan.
Ayat
(4)
Pengaturan
oleh Menteri menurut ayat ini meliputi pengaturan mengenai licensed surveyor.
Pasal 21
Ayat
(1)
Daftar
tanah dimaksudkan sebagai sumber informasi yang lengkap mengenai nomor bidang,
lokasi dan penunjukan ke nomor surat ukur bidang-bidang tanah yang ada di
wilayah pendaftaran, baik sebagai hasil pendaftaran untuk pertama kali maupun
pemeliharaannya kemudian.
Pasal 22
Ayat
(2)
Dalam
peraturan pendaftaran tanah yang lama surat ukur yang dimaksud ayat ini disebut
gambar situasi.
Pasal 23
Huruf
a
Penetapan
Pejabat yang berwenang mengenai pemberian hak atas tanah Negara dapat
dikeluarkan secara individual, kolektif ataupun secara umum.
Huruf
c
Yang
dimaksud dengan Akta Ikrar Wakaf adalah Akta Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.
Ketentuan
mengenai pembukuan wakaf ditinjau dari sudut obyeknya pembukuan tersebut
merupakan pendaftaran untuk pertama kali, meskipun bidang tanah yang
bersangkutan sebelumnya sudah didaftar sebagai tanah hak milik.
Huruf
d
Hak
milik atas satuan rumah susun adalah hak pemilikan individual atas suatu satuan
rumah susun tertentu, yang meliputi dan merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan hak bersama atas apa yang disebut bagian bersama, benda
bersama dan tanah bersama, tempat bangunan rumah susun itu didirikan.
Pembukuan
hak milik atas satuan rumah susun dilakukan berdasarkan Akta Pemisahan, yang
menunjukkan satuan rumah susun yang mana yang dimiliki dan berapa bagian
proporsional pemiliknya atas benda-benda yang dihaki bersama tersebut.
Yang
dimaksud dengan Akta Pemisahan adalah Akta Pemisahan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah susun.
Pembukuannya
merupakan pendaftaran untuk pertama kali, biarpun hak atas tanah tempat
bangunan gedung yang bersangkutan berdiri sudah didaftar.
Huruf
e
Yang
dimaksud dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan adalah Akta Pemberian Hak
tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.
Pasal 24
Ayat
(1)
Bukti
kepemilikan itu pada dasarnya terdiri dari bukti kepemilikan atas nama pemegang
hak pada waktu berlakunya UUPA dan apabila hak tersebut kemudian beralih, bukti
peralihan hak berturut-turut sampai ke tangan pemegang hak pada waktu dilakukan
pembukuan hak.
Alat-alat
bukti tertulis yang dimaksudkan dapat berupa:
a.
grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings
Ordonnantie (Staatsblad. 1834-27), yang telah dibubuhi catatan, bahwa hak
eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi hak milik; atau
b.
grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings
Ordonnantie (Staatsblad. 1834-27) sejak berlakunya UUPA sampai tanggal
pendaftaran tanah dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961
di daerah yang bersangkutan; atau
c.
surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan
Swapraja yang bersangkutan; atau
d.
sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri
Agraria Nomor 9 Tahun 1959; atau
e.
surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik
sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk
mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang
disebut di dalamnya; atau
f.
akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian
oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah ini; atau
g.
akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum
dibukukan; atau
h.
akta ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai
dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977; atau
i.
risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang
tanahnya belum dibukukan; atau
j.
surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang
diambil oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; atau
k.
petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kekitir dan Verponding Indonesia
sebelum berlaku Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961; atau
l.
surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan
Pajak Bumi dan Bangunan; atau
m.
lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, Pasal VI dan Pasal VII Ketentuan-ketentuan
Konversi UUPA.
Dalam
hal bukti tertulis tersebut tidak lengkap atau tidak ada lagi, pembuktian
pemilikan itu dapat dilakukan dengan keterangan saksi atau pernyataan yang
bersangkutan yang dapat dipercaya kebenarannya menurut pendapat Panitia Ajudikasi
dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau Kepala Kantor Pertanahan dalam
pendaftaran tanah secara sporadik.
Yang
dimaksud dengan saksi adalah orang yang cakap memberi kesaksian dan mengetahui
kepemilikan tersebut.
Ayat
(2)
Ketentuan
ini memberi jalan keluar apabila pemegang hak tidak dapat menyediakan bukti
kepemilikan sebagaimana dimaksud ayat (1), baik yang berupa bukti tertulis
maupun bentuk lain yang dapat dipercaya. Dalam hal demikian pembukuan hak dapat
dilakukan tidak berdasarkan bukti kepemilikan akan tetapi berdasarkan bukti
penguasaan fisik
yang
telah dilakukan oleh pemohon dan pendahulunya.
Pembukuan
hak menurut ayat ini harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a.
bahwa penguasaan dan penggunaan tanah yang bersangkutan dilakukan secara
nyata dan dengan itikat baik selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara
berturut-turut;
b.
bahwa kenyataan penguasaan dan penggunaan tanah tersebut selama itu tidak
diganggu gugat dan karena itu dianggap diakui dan dibenarkan oleh masyarakat
hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan;
c.
bahwa hal-hal tersebut diperkuat oleh kesaksian orang-orang yang dapat
dipercaya;
d.
bahwa telah diberikan kesempatan kepada pihak lain untuk mengajukan
keberatan melalui pengumuman sebagaimana dimaksud Pasal 26;
e.
bahwa telah diadakan penelitian juga mengenai kebenaran hal-hal yang
disebutkan di atas;
f.
bahwa akhirnya kesimpulan mengenai status tanah dan pemegang haknya
dituangkan dalam keputusan berupa pengakuan hak yang bersangkutan oleh Panitia
Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik dan oleh Kepala Kantor
Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik.
Pasal 26
Ayat
(1)
Yang
diumumkan pada dasarnya adalah data fisik dan data yuridis yang akan dijadikan
dasar pendaftaran bidang tanah yang bersangkutan.
Untuk
memudahkan pelaksanaannya, dalam pendaftaran tanah secara sistematik pengumuman
tidak harus dilakukan sekaligus mengenai semua bidang tanah dalam wilayah yang
telah ditetapkan, tetapi dapat dilaksanakan secara bertahap.
Pengumuman
pendaftaran tanah secara sistematik selama 30 (tiga puluh) hari dan pengumuman
pendaftaran tanah secara sporadik 60 (enam puluh) hari dibedakan karena
pendaftaran tanah secara sistematik merupakan pendaftaran tanah secara massal
yang diketahui oleh masyarakat umum sehingga pengumumannya lebih singkat,
sedangkan pengumuman pendaftaran tanah secara sporadik sifatnya individual
dengan ruang lingkup terbatas.
Ayat
(2)
Yang
dimaksud dengan tempat pengumuman yang lain adalah misalnya Kantor Rukun Warga,
atau lokasi tanah yang bersangkutan. Untuk penentuan ini Menteri akan
mengaturnya lebih lanjut .
Pasal 28
Ayat
(2)
Belum
lengkapnya data yang tersedia atau masih adanya keberatan yang tidak dapat
diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 ayat (1), bukan merupakan alasan untuk menunda dilakukannya pembuatan berita
acara hasil pengumuman data fisik dan data yuridis.
Ayat
(3)
Pengesahan
sebagaimana dimaksud ayat (2) merupakan pengesahan data fisik dan data yuridis
bidang tanah sebagaimana adanya. Oleh karena itu data tersebut tidak selalu
cukup untuk dasar pembukuan hak. Kadang-kadang data yang diperoleh hanya tepat
untuk pembukuan hak melalui pengakuan hak berdasarkan pembuktian menurut Pasal
24 ayat (2). Kadang-kadang dari penelitian riwayat tanah ternyata bahwa bidang
tanah tersebut adalah tanah Negara, yang apabila sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dapat diberikan kepada pemohon dengan sesuatu hak atas tanah.
Pasal 30
Ayat
(1)
Huruf
a
Salah
satu tujuan pendaftaran tanah adalah untuk mengumpulkan dan menyajikan
informasi mengenai bidang-bidang tanah. Oleh karena itu data fisik dan data
yuridis mengenai bidang tanah yang sudah dinilai cukup untuk dibukukan tetap
dibukukan walaupun ada data yang masih harus dilengkapi atau ada keberatan dari
pihak lain mengenai data itu. Dengan demikian setiap data fisik dan data
yuridis mengenai bidang tanah itu, termasuk adanya sengketa mengenai data itu,
semuanya tercatat.
Huruf
b
Ketidaklengkapan data yang dimaksud pada huruf b
dapat mengenai data fisik, misalnya kerena surat ukurnya masih didasarkan atas
batas sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3), dan dapat pula
mengenai data yuridis, misalnya belum lengkapnya tanda tangan ahli waris.
Huruf
c, d dan e
Sengketa
yang dimaksud pada huruf c, d, dan e juga dapat mengenai data fisik maupun data
yuridis.
Dalam
hal sengketa tersebut sudah diajukan ke Pengadilan dan ada perintah untuk
status quo atau ada putusan mengenai sita atas tanah itu, maka pencantuman nama
pemegang hak dalam buku tanah ditangguhkan sampai jelas siapa yang berhak atas
tanah tersebut, baik melalui putusan Pengadilan maupun berdasarkan cara damai.
Perintah status quo yang dimaksud disini haruslah resmi dan tertulis dan
sesudah sidang pemeriksaan mengenai gugatan yang bersangkutan berjalan
diperkuat dengan putusan peletakan sita atas tanah yang bersangkutan.
Ayat
(2)
Waktu
5 (lima) tahun dipandang cukup untuk menganggap bahwa data fisik maupun data
yuridis yang kurang lengkap pembuktiannya itu sudah benar adanya.
Ayat
(3)
Penyelesaian
secara damai dapat terjadi di luar maupun di dalam Pengadilan.
Apabila
dalam waktu yang ditentukan pihak yang berkeberatan atas data fisik maupun data
yuridis yang akan dibukukan tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai hal
yang disengketakan itu, keberatannya dianggap tidak beralasan dan catatan
mengenai adanya keberatan itu dihapus.
Apabila
dalam waktu ditentukan keberatan tersebut diajukan ke Pengadilan, catatan itu
dihapus setelah ada penyelesaian secara damai atau putusan Pengadilan mengenai
sengketa tersebut.
Pasal 31
Ayat
(2)
Penerbitan
Sertipikat dimaksudkan agar pemegang hak dapat dengan mudah membuktikan haknya.
Oleh karena itu sertifikat merupakan alat pembuktian yang kuat sebagaimana
dimaksud Pasal 19 UUPA. Sehubungan dengan itu apabila masih ada ketidakpastian
mengenai hak atas tanah yang bersangkutan, yang ternyata dari masih adanya catatan
dalam pembukuannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), pada
prinsipnya sertipikat belum dapat diterbitkan. Namun apabila catatan itu
mengenai ketidaklengkapan data fisik yang tidak disengketakan, sertipikat dapat
diterbitkan.
Ayat
(3)
Sertipikat
tanah wakaf diserahkan kepada Nadzirnya.
Dalam
hal pemegang hak sudah meninggal dunia, sertipikat diterimakan kepada ahli
warisnya atau salah seorang ahli waris dengan persetujuan para ahli waris yang
lain.
Ayat
(4)
Dalam
hal hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun kepunyaan seorang
laki-laki yang beristeri atau seorang perempuan yang bersuami, surat penunjukan
tertulis termaksud tidak diperlukan.
Ayat
(5)
Dengan
adanya ketentuan ini tiap pemegang hak bersama memegang sertipikat yang
menyebutkan besarnya bagian masing-masing dari hak bersama tersebut.
Dengan
demikian masing-masing akan dengan mudah dapat melakukan perbuatan hukum
mengenai bagian haknya yang bersangkutan tanpa perlu mengadakan perubahan pada
surat tanda bukti hak para pemegang hak bersama yang bersangkutan, kecuali
kalau secara tegas ada larangan untuk berbuat demikian jika tidak ada
persetujuan para pemegang hak bersama yang lain.
Pasal 32
Ayat
(1)
Sertipikat
merupakan tanda bukti yang kuat, dalam arti bahwa selama tidak dapat dibuktikan
sebaliknya data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya harus
diterima sebagai data yang benar. Sudah barang tentu data fisik maupun data
yuridis yang tercantum dalam sertipikat harus sesuai dengan data yang tercantum
dalam buku tanah dan surat ukur yang bersangkutan, karena data itu diambil dari
buku tanah dan surat ukur tersebut.
Ayat
(2)
Pendaftaran tanah yang penyelenggaraannya
diperintahkan oleh UUPA tidak menggunakan sistem prublikasi positif, yang
kebenaran data yang disajikan dijamin oleh Negara, melainkan menggunakan sistem
publikasi negatif. Di dalam sistem publikasi negatif Negara tidak menjamin
kebenaran data yang disajikan. Tetapi walupun demikian tidaklah dimaksudkan
untuk menggunakan sistem publikasi Negatif secara murni. Hal tersebut tampak
dari pernyataan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA, bahwa surat tanda bukti
hak yang diterbitkan berlaku sebagai alat bukti yang kuat dan dalam Pasal 23,
32, dan 38 UUPA bahwa pendaftaran berbagai peristiwa hukum merupakan alat pembuktian
yang kuat. Selain itu dari ketentuan-ketentuan mengenai prosedur pengumpulan,
pengolahan, penyimpanan dan penyajian data fisik dan data yuridis serta
penerbitan sertipikat dalam Peraturan Pemerintah ini, tampak jelas usaha untuk
sejauh mungkin memperoleh dan menyajikan data yang benar, karena pendaftaran
tanah adalah untuk menjamin kepastian hukum.
Sehubungan dengan itu diadakanlah ketentuan dalam
ayat (2) ini. Ketentuan ini bertujuan, pada satu pihak untuk tetap berpegang
pada sistem publikasi negatif dan pada lain pihak untuk secara seimbang
memberikan kepastian hukum kepada pihak yang dengan itikad baik menguasai
sebidang tanah dan didaftar sebagai pemegang hak dalam buku tanah, dengan
sertipikat sebagai tanda buktinya, yang menurut UUPA berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat.
Kelemahan sistem publikasi negatif adalah, bahwa
pihak yang namanya tercantum sebagai pemegang hak dalam buku tanah dan
sertipikat selalu menghadapi kemungkinan gugatan dari pihak lain yang merasa
mempunyai tanah itu. Umumnya kelemahan tersebut diatasi dengan menggunakan
lembaga acquistieve verjaring atau adverse possession. Hukum
tanah kita yang memakai dasar hukum adat tidak dapat menggunakan lembaga
tersebut, karena hukum adat tidak mengenalnya. Tetapi dalam hukum adat terdapat
lembaga yang dapat digunakan untuk mengatasi kelemahan sistem publikasi negatif
dalam pendaftaran tanah, yaitu lembaga rechtsverwerking.
Dalam hukum adat jika seseorang selama sekian
waktu membiarkan tanahnya tidak dikerjakan, kemudian tanah itu dikerjakan orang
lain yang memperolehnya dengan itikat baik, maka hilanglah haknya untuk
menuntut kembali tanah tersebut. Ketentuan di dalam UUPA yang menyatakan
hapusnya hak atas tanah karena diterlantarkan (Pasal 27, 34 dan 40 UUPA) adalah
sesuai dengan lembaga ini.
Dengan pengertian demikian, maka apa yang
ditentukan dalam ayat ini bukanlah menciptakan ketentuan hukum baru, melainkan
merupakan penerapan ketentuan hukum yang sudah ada dalam hukum adat, yang dalam
tata hukum sekarang ini merupakan bagian dari Hukum Tanah Nasional Indonesia
dan sekaligus memberikan wujud konkrit dalam penerapan ketentuan dalam UUPA
mengenai penelantaran tanah.
Pasal 33
Ayat
(1)
Karena
pada dasarnya terbuka bagi umum dokumen yang dimaksud ayat ini disebut daftar
umum.
Pasal 34
Ayat
(1)
Sebelum
melakukan perbuatan hukum mengenai bidang tanah tertentu para pihak yang
berkepentingan perlu mengetahui data mengenai bidang tanah tersebut. Sehubungan
dengan sifat terbuka data fisik dan data yuridis yang tersimpan dalam peta
pendaftaran, daftar tanah, buku tanah dan surat ukur, siapapun yang
berkepentingan berhak untuk mengetahui keterangan yang diperlukan. Tidak
digunakannya hak tersebut menjadi tanggung jawab yang bersangkutan.
Ayat
(2)
Daftar
nama sebenarnya tidak memuat keterangan mengenai tanah, melainkan memuat
keterangan mengenai orang perseorang atau badan hukum dalam hubungan dengan
tanah yang dimilikinya. Keterangan ini diperlukan oleh instansi-instansi
Pemerintah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya.
Pasal 35
Ayat
(2)
Untuk
mencegah hilangnya dokumen yang sangat penting untuk kepentingan masyarakat ini
maka apabila ada instansi yang menganggap perlu untuk memeriksanya, pemeriksaan
dokumen itu wajib dilakukan di Kantor Pertanahan. Pengecualian ketentuan ini
adalah sebagaimana diatur dalam ayat (4).
Ayat
(4)
Setelah
diperlihatkan dan jika diperlukan dibuatkan petikan, salinan atau rekamannya
seperti dimaksud pada ayat (3), dokumen yang bersangkutan dibawa dan disimpan
kembali di tempat yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
Ayat
(5)
Penyimpanan
dengan menggunakan peralatan elektronik dan dalam bentuk film akan menghemat
tempat dan mempercepat akses pada data yang diperlukan. Tetapi
penyelenggaraannya memerlukan persiapan peralatan dan tenaga serta dana yang
besar. Maka pelaksanaannya akan dilakukan secara bertahap.
Pasal 36
Ayat
(1)
Perubahan
data fisik terjadi kalau diadakan pemisahan, pemecahan, atau penggabungan
bidang-bidang tanah yang sudah didaftar. Perubahan data yuridis terjadi
misalnya kalau diadakan pembebanan atau pemindahan hak atas bidang tanah yang
sudah didaftar.
Pasal 37
Ayat
(2)
Pengecualian
terhadap ketentuan pada ayat (1) perlu diberikan dalam keadaan tertentu yaitu
untuk daerah-daerah yang terpencil dan belum ditunjuk PPAT Sementara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), untuk memudahkan rakyat
melaksanakan perbuatan hukum mengenai tanah.
Pasal 39
Ayat
(1)
Dalam ayat ini diwujudkan fungsi dan tanggung
jawab PPAT sebagai pelaksana pendaftaran tanah. Akta PPAT wajib dibuat
sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan dasar yang kuat untuk pendaftaran
pemindahan hak dan pembebanan hak yang bersangkutan. Oleh karena itu PPAT
bertanggung jawab untuk memeriksa syarat-syarat untuk sahnya perbuatan hukum
yang bersangkutan, dengan antara lain mencocokkan data yang terdapat dalam sertipikat
dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan.
Yang dimaksudkan dalam huruf d dengan surat kuasa
mutlak adalah pemberian kuasa yang tidak dapat ditarik kembali oleh pihak yang
memberi kuasa, sehingga pada hakikatnya merupakan perbuatan hukum pemindahan
hak.
Contoh syarat yang dimaksudkan dalam huruf g
adalah misalnya larangan yang diadakan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun
1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak
Atas Tanah Dan Bangunan jo Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996 tentang
perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran
Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan Bangunan
untuk membuat akta, jika kepadanya tidak diserahkan fotocopy surat setoran
pajak penghasilan yang bersangkutan.
Pasal 40
Ayat
(1)
Selaku
pelaksana pendaftaran tanah PPAT wajib segera menyampaikan akta yang dibuatnya
kepada Kantor Pertanahan, agar dapat dilaksanakan proses pendaftarannya oleh
Kepala Kantor Pertanahan.
Ayat
(2)
Kewajiban
PPAT hanya sebatas menyampaikan akta dengan berkas-berkasnya kepada Kantor
Pertanahan. Pendaftaran kegiatan selanjutnya serta penerimaan sertipikatnya
menjadi urusan pihak yang berkepentingan sendiri.
Pasal 41
Ayat
(2)
Untuk
menghindarkan terjadinya pelelangan umum yang tidak jelas obyeknya perlu
diminta keterangan yang paling mutakhir mengenai tanah atau satuan rumah susun
yang akan dilelang dari Kantor Pertanahan.
Ayat
(3)
Sesuai
dengan fungsinya sebagai sumber informasi yang mutakhir mengenai tanah atau
satuan rumah susun yang akan dilelang, keterangan ini sangat penting bagi
Pejabat Lelang untuk memperoleh keyakinan tentang obyek lelang. Oleh karena itu
surat keterangan tersebut harus tetap diterbitkan, walaupun tanah atau satuan
rumah susun yang bersangkutan sedang dalam sengketa atau dalam status sitaan.
Ayat
(4)
Lelang
eksekusi meliputi lelang dalam rangka pelaksanaan putusan Pengadilan, hak
tanggungan, sita pajak, sita Kejaksaan/Penyidik dan sita Panitia Urusan Piutang
Negara. Dalam pelelangan eksekusi kadang-kadang tereksekusi menolak untuk
menyerahkan sertipikat asli hak yang akan dilelang. Hal ini tidak boleh
menghalangi dilaksanakannya lelang. Oleh karena itu lelang eksekusi tetap dapat
dilaksanakan walaupun sertipikat asli tanah tersebut tidak dapat diperoleh
Pejabat Lelang dari tereksekusi.
Ayat
(5)
Dokumen
ini akan dijadikan dasar pendaftaran peralihan haknya.
Pasal 42
Ayat
(1)
Peralihan
hak karena pewarisan terjadi karena hukum pada saat pemegang hak yang
bersangkutan meninggal dunia. Dalam arti, bahwa sejak itu para ahli waris
menjadi pemegang haknya yang baru. Mengenai siapa yang menjadi ahli waris
diatur dalam Hukum Perdata yang berlaku bagi pewaris.
Pendaftaran
peralihan hak karena pewarisan juga diwajibkan, dalam rangka memberikan
perlindungan hukum kepada para ahli waris dan demi ketertiban tata usaha
pendaftaran tanah, agar data yang tersimpan dan disajikan selalu menunjukkan
keadaan yang mutakhir.
Surat
tanda bukti sebagai ahli waris dapat berupa Akta Keterangan Hak Mewaris, atau
Surat Penetapan Ahli Waris atau Surat Keterangan Ahli Waris.
Ayat
(2)
Dokumen
yang membuktikan adanya hak atas tanah pada yang mewariskan diperlukan karena
pendaftaran peralihan hak ini baru dapat dilakukan setelah pendaftaran untuk
pertama kali hak yang bersangkutan atas nama yang mewariskan.
Ayat
(4)
Apabila
dari akta pembagian waris yang dibuat sesuai ketentuan yang berlaku bagi para
ahli waris sudah ternyata suatu hak yang merupakan harta waris jatuh pada seorang
penerima warisan tertentu, pendaftaran peralihan haknya dapat langsung
dilakukan tanpa alat bukti peralihan hak lain, misalnya akta PPAT.
Ayat
(5)
Sesudah
hak tersebut didaftarkan sebagai harta bersama, pendaftaran pembagian hak
tersebut selanjutnya dapat dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 51.
Pasal 43
Ayat
(1)
Beralihnya
hak dalam penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang tidak
didahului dengan likuidasi terjadi karena hukum (Pasal 107 ayat (3)
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dan Pasal 14
Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian). Karena itu cukup
dibuktikan dengan akta yang membuktikan terjadinya penggabungan atau peleburan
tersebut. Ketentuan ini secara mutatis mutandis berlaku untuk penggabungan atau
peleburan badan hukum lain.
Ayat
(2)
Dalam
rangka likuidasi dilakukan pemindahan hak, yang kalau mengenai tanah dibuktikan
dengan akta PPAT.
Pasal 44
Ayat
(1)
Dipandang
dari sudut hak tanggungan, pendaftaran pemberian hak tanggungan merupakan
pendaftaran pertama.
Dipandang
dari sudut hak yang dibebani, pencatatannya dalam buku tanah dan sertipikat
tanah yang dibebani merupakan pemeliharaan data pendaftaran tanah.
Pasal 45
Ayat
(1)
Akta
PPAT merupakan alat membuktikan telah dilakukannya suatu perbuatan hukum. Oleh
karena itu apabila perbuatan hukum itu batal atau dibatalkan, akta PPAT yang
bersangkutan tidak berfungsi lagi sebagai bukti perbuatan hukum tersebut. Dalam
pada itu apabila suatu perbuatan hukum dibatalkan sendiri oleh pihak-pihak yang
bersangkutan sedangkan perbuatan hukum itu sudah didaftar di Kantor Pertanahan,
maka pendaftaran tidak dapat dibatalkan. Perubahan data pendaftaran tanah
menurut pembatalan perbuatan hukum itu harus didasarkan atas alat bukti lain,
misalnya putusan Pengadilan atau akta PPAT mengenai perbuatan hukum yang baru.
Pasal 47
Perpanjangan
jangka waktu suatu hak tidak mengakibatkan hak tersebut hapus atau terputus.
Oleh karena itu untuk pendaftarannya tidak perlu dibuatkan buku tanah dan
sertipikat baru.
Pasal 48
Ayat
(1)
Pemecahan
bidang tanah harus sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku dan tidak
boleh mengakibatkan tidak terlaksananya ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, misalnya ketentuan landreform (lihat ayat (4).
Ayat
(3)
Pemecahan
bidang tanah tidak boleh merugikan kepentingan kreditor yang mempunyai hak
tanggungan atas tanah yang bersangkutan. Oleh kerena itu pemecahan tanah itu
hanya boleh dilakukan setelah diperoleh persetujuan tertulis dari kreditor atau
pihak lain yang berwenang menyetujui penghapusan beban lain yang bersangkutan.
Beban
yang bersangkutan tidak selalu harus dihapus. Dalam hal hak tersebut dibebani
hak tanggungan, hak tanggungan yang bersangkutan tetap membebani bidang-bidang
hasil pemecahan itu.
Ayat
(4) Peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat Peraturan Pemerintah
ini diundangkan adalah Undang-undang Nomor 56 Tahun 1960 tentang Penetapan Luas
Tanah Pertanian.
Pasal 49
Ayat
(1)
Dalam
pemisahan bidang tanah menurut ayat ini bidang tanah yang luas diambil sebagian
yang terjadi satuan bidang baru. Dalam hal ini bidang tanah induknya masih ada
dan tidak berubah identitasnya, kecuali mengenai luas dan batasnya. Istilah
yang digunakan adalah pemisahan, untuk membedakannya dengan apa yang dilakukan
menurut
Pasal 51
Ayat
(1)
Pada
saatnya suatu hak bersama, baik yang diperoleh sebagai warisan maupun sebab
lain, perlu dibagi sehingga menjadi hak individu. Untuk itu kesepakatan antara
pemegang hak bersama tersebut perlu dituangkan dalam akta PPAT yang akan menjadi
dasar bagi pendaftarannya. Dalam pembagian tersebut tidak harus semua pemegang
hak bersama memperoleh bagian. Dalam pembagian harta waris seringkali yang
menjadi pemegang hak individu hanya sebagian dari keseluruhan penerima warisan,
asalkan hal tersebut disepakati oleh seluruh penerima warisan sebagai pemegang
hak bersama.
Pasal 52
Ayat
(1)
Untuk
mencatat hapusnya hak atas tanah yang dibatasi masa berlakunya tidak diperlukan
penegasan dari Pejabat yang berwenang.
Dalam
acara melepaskan hak, maka selain harus ada bukti, bahwa yang melepaskan adalah
pemegang haknya, juga perlu diteliti apakah pemegang hak tersebut berwenang
untuk melepaskan hak yang bersangkutan. Dalam hal hak dilepaskan dibebani hak
tanggungan diperlukan persetujuan dari kreditor yang bersangkutan.
Demikian
juga ia tidak berwenang untuk melepaskan haknya, jika tanah yang bersangkutan
berada dalam sita oleh Pengadilan atau ada beban-beban lain.
Ayat
(2)
Dalam
hal-hal tertentu Kepala Kantor Pertanahan dapat mengumumkan hapusnya hak yang sertipikatnya
tidak diserahkan kepadanya untuk mencegah dilakukannya perbuatan hukum mengenai
tanah yang sudah tidak ada haknya tersebut.
Pasal 53
Hak
tanggungan merupakan accessoir pada suatu piutang tertentu, karenanya
menurut hukum mengikuti peralihan piutang yang bersangkutan. Maka untuk
peralihannya tidak diperlukan perbuatan hukum tersendiri dan pendaftarannya
cukup dilakukan berdasarkan bukti cessie, subrogasi ataupun pewarisan
piutangnya yang dijamin.
Pasal 54
Ayat
(2)
Kedua
dokumen yang dimaksud ayat ini merupakan pernyataan tertulis dari pemegang hak
tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) Undang-undang Nomor 4
Tahun 1996.
Pasal 55
Ayat
(1)
Yang
dimaksudkan dengan Pengadilan adalah baik badan-badan Peradilan Umum, Peradilan
Tata Usaha Negara ataupun Peradilan Agama.
Ayat
(3)
Putusan
Pengadilan mengenai hapusnya sesuatu hak harus dilaksanakan lebih dahulu oleh
Pejabat yang berwenang, sebelum didaftar oleh Kepala Kantor Pertanahan.
Pasal 56
Yang
dimaksud pemegang hak yang ganti nama adalah pemegang hak yang sama tetapi
namanya berganti.
Penggantian
nama pemegang hak dapat terjadi baik mengenai orang perseorangan maupun badan
hukum.
Pasal 57
Ayat
(1)
Untuk
memperkecil kemungkinan pemalsuan, di waktu yang lampau telah beberapa kali
dilakukan penggantian blanko sertipikat. Sehubungan dengan itu apabila
dikehendaki oleh pemegang hak, sertipikatnya boleh diganti dengan sertipikat
yang menggunakan blanko baru.
Diterbitkannya
sertipikat pengganti dilakukan apabila dan sesudah semua ketentuan dalam Bab VI
Peraturan Pemerintah ini dipenuhi.
Pasal 59
Ayat
(1)
Dalam
hal hak atas tanah berdasarkan akta yang dibuat oleh PPAT sudah berpindah
kepada pihak lain, tetapi sebelum peralihan tersebut didaftar sertipikatnya
hilang, permintaan penggantian sertipikat yang hilang dilakukan oleh pemegang
haknya yang baru dengan pernyataan dari PPAT bahwa pada waktu dibuat dibuat
akta PPAT sertipikat tersebut masih ada.
Ayat
(4)
Keberatan
dianggap beralasan apabila misalnya ada pihak yang menyatakan bahwa sertipikat
tersebut tidak hilang melainnya dipegang olehnya berdasarkan persetujuan
pemegang hak dalam rangka suatu perbuatan hukum tertentu.
Ayat
(7)
Di
daerah-daerah tertentu pengumuman yang dimaksud pada ayat (2) memelukan biaya
yang besar yang tidak sebanding dengan harga tanah yang bersangkutan.
Sehubungan dengan itu Menteri dapat menentukan cara pengumuman lain yang lebih
murah biayanya.
Pasal 60
Ayat
(2)
Pengumuman
ini dimaksudkan agar masyarakat tidak melakukan perbuatan hukum mengenai tanah
atau satuan rumah susun yang bersangkutan berdasarkan sertipikat yang telah
tidak berlaku. Sertipikat yang lama dengan sendirinya tidak berlaku lagi,
karena sesuai dengan ketentuan yang berlaku hak yang bersangkutan telah
berpindah kepada pembeli lelang dengan telah dimenangkannya lelang serta telah
dibayarnya harga pembelian lelang.
Pasal 61
Ayat
(1)
Peraturan
Pemerintah dimaksud adalah Peraturan Pemerintah pelaksanaan Undang-undang Nomor
20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Pasal 64
Ayat
(1)
Ketentuan
peralihan ini memungkinkan Peraturan Pemerintah ini segera dapat dilaksanakan
di seluruh Indonesia.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 3696
Posting Komentar