PERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 58 TAHUN 2005
TENTANG
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
TENTANG
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN
YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
bahwa untuk
melaksanakan Pasal 182 dan Pasal 194 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Pasal 69 dan Pasal 86 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah,
perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Mengingat:
1.
Pasal
5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4286);
2.
Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4355);
3.
Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang--undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
4.
Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
5.
Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4421);
6.
Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437);
7.
Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan: PERATURAN
PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama
Pengertian
Pasal 1
Dalam Peraturan
Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Pemerintah Pusat,
selanjutnya disebut pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Pemerintahan Daerah
adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan
perwakilan rakyat daerah (DPRD) menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan
prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah
adalah gubernur, bupati, dan/atau walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
4. Daerah otonom,
selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Keuangan Daerah
adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk
kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.
6. Pengelolaan Keuangan
Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah.
7. Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah
dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
8. Peraturan Daerah adalah
peraturan yang dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama kepala daerah,
termasuk Qanun yang berlaku di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan
Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) yang berlaku di Provinsi Papua.
9. Kepala Daerah adalah
gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau walikota
bagi daerah kola.
10. Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan
Daerah adalah kepala daerah yang karena jabatannya mempunyai kewenangan
menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah.
11. Pejabat Pengelola
Keuangan Daerah
yang selanjutnya disingkat PPKD adalah kepala satuan kerja pengelola keuangan
daerah yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai
bendahara umum daerah.
12. Bendahara Umum Daerah
yang selanjutnya disingkat BUD adalah PPKD yang bertindak dalam kapasitas
sebagai bendahara umum daerah.
13. Kuasa BUD adalah
pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan tugas bendahara umum daerah.
14. Satuan Kerja
Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat daerah pada
pemerintah daerah selaku pengguna anggaran/barang.
15. Unit kerja adalah
bagian SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa program.
16. Pejabat Pelaksana
Teknis Kegiatan
yang selanjutnya disingkat PPTK adalah pejabat pada unit kerja SKPD yang
melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program sesuai dengan
bidang tugasnya.
17. Pengguna Anggaran adalah pejabat
pemegang kewenangan penggunaan anggaran untuk melaksanakan tugas pokok dan
fungsi SKPD yang dipimpinnya.
18. Kuasa Pengguna
Anggaran
adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan
pengguna anggaran dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi SKPD.
19. Pengguna Barang adalah pejabat
pemegang kewenangan penggunaan barang milik daerah.
20. Kas Umum Daerah adalah tempat
penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh kepala daerah untuk menampung
seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah.
21. Rekening Kas Umum
Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan
oleh kepala daerah untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar
seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan.
22. Bendahara Penerimaan adalah pejabat
fungsional yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan,
menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan daerah dalam rangka
pelaksanaan APBD pada SKPD.
23. Bendahara Pengeluaran adalah pejabat
fungsional yang ditunjuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan
mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja daerah dalam rangka
pelaksanaan APBD pada SKPD.
24. Penerimaan Daerah
adalah uang yang masuk ke kas daerah.
25. Pengeluaran Daerah
adalah uang yang keluar dari kas daerah.
26. Pendapatan Daerah
adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan
bersih.
27. Belanja Daerah adalah
kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan
bersih.
28. Surplus Anggaran Daerah adalah selisih
lebih antara pendapatan daerah dan belanja daerah.
29. Defsit Anggaran Daerah adalah selisih
kurang antara pendapatan daerah dan belanja daerah.
30. Pembiayaan Daerah
adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran
yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan
maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
31. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran
yang selanjutnya disingkat SiLPA adalah selisih lebih realisasi
penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran.
32. Pinjaman Daerah adalah semua
transaksi yang mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang atau
menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga
daerah dibebani kewajiban untuk membayar kembali.
33. Kerangka Pengeluaran
Jangka Menengah adalah pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, dengan
pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif
lebih dari satu tahun anggaran, dengan mempertimbangkan implikasi biaya akibat
keputusan yang bersangkutan pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam
prakiraan maju.
34. Prakiraan Maju (forward
estimate) adalah perhitungan kebutuhan dana untuk tahun anggaran berikutnya
dari tahun yang direncanakan guna memastikan kesinambungan program dan kegiatan
yang telah disetujui dan menjadi dasar penyusunan anggaran tahun berikutnya.
35. Kinerja adalah
keluaran/hasil dari kegiatan/program yang akan atau telah dicapai sehubungan
dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur.
36. Penganggaran Terpadu (unified
budgeting) adalah penyusunan rencana keuangan tahunan yang dilakukan
secara terintegrasi untuk seluruh jenis belanja guna melaksanakan
kegiatan pemerintahan yang didasarkan pada prinsip pencapaian efisiensi
alokasi dana.
37. Fungsi adalah
perwujudan tugas kepemerintahan di bidang tertentu yang dilaksanakan dalam
rangka mencapai tujuan pembangunan nasional.
38. Program adalah
penjabaran kebijakan SKPD dalam bentuk upaya yang berisi satu atau lebih
kegiatan dengan menggunakan sumber daya yang disediakan untuk mencapai hasil
yang terukur sesuai dengan misi SKPD.
39. Kegiatan adalah
bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau lebih unit kerja pada SKPD
sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu program dan
terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya baik yang berupa
personal (sumber daya manusia), barang modal termasuk peralatan dan teknologi,
dana, atau kombinasi dari beberapa atau kesemua jenis sumber daya tersebut
sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output)
dalam bentuk barang/jasa.
40. Sasaran (target)
adalah hasil yang diharapkan dari suatu program atau keluaran yang diharapkan
dari suatu kegiatan.
41. Keluaran (output)
adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh kegiatan yang dilaksanakan untuk
mendukung pencapaian sasaran dan tujuan program dan kebijakan.
42. Hasil (outcome)
adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran dari
kegiatan-kegiatan dalam satu program.
43. Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya disingkat RPJMD adalah dokumen
perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun.
44. Rencana Pembangunan
Tahunan Daerah, selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD),
adalah dokumen perencanaan Daerah untuk periode 1 (satu) tahun.
45. Rencana Kerja dan
Anggaran SKPD yang selanjutnya disingkat RKA-SKPD adalah dokumen perencanaan
dan penganggaran yang berisi program dan kegiatan SKPD serta anggaran yang
diperlukan untuk melaksanakannya.
46. Kebijakan Umum APBD
yang selanjutnya disingkat KUA adalah dokumen yang memuat kebijakan
bidang pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya
untuk periode 1 (satu) tahun.
47. Prioritas dan Plafon
Anggaran Sementara
yang selanjutnya disingkat PPAS merupakan program prioritas dan patokan batas
maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk setiap program sebagai acuan
dalam penyusunan RKA-SKPD.
48. Dokumen Pelaksanaan
Anggaran SKPD yang selanjutnya disingkat DPA-SKPD merupakan dokumen yang
memuat pendapatan dan belanja setiap SKPD Yang digunakan sebagai dasar
pelaksanaan oleh pengguna anggaran.
49. Surat Permintaan
Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang
diterbitkan oleh pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan
kegiatan/bendahara pengeluaran untuk mengajukan permintaan pembayaran.
50. Surat Perintah
Pencairan Dana
yang selanjutnya disingkat SP2D adalah dokumen yang digunakan sebagai
dasar pencairan dana yang diterbitkan oleh BUD berdasarkan SPM.
51. Surat Perintah
Membayar
yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang digunakan/diterbitkan
oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D
atas beban pengeluaran DPA-SKPD.
52. Surat Perintah
Membayar Langsung yang selanjutnya disingkat SPM-LS adalah dokumen yang
diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan
SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD kepada pihak ketiga.
53. Uang Persediaan
adalah sejumlah uang tunai yang disediakan untuk satuan kerja dalam
melaksanakan kegiatan operasional sehari-hari.
54. Surat Perintah
Membayar Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-UP adalah dokumen
yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk
penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD Yang dipergunakan sebagai uang
persediaan untuk mendanai kegiatan operasional kantor sehari-hari.
55. Surat Perintah
Membayar Ganti Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-GU adalah
dokumen yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk
penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD yang dananya dipergunakan untuk
mengganti uang persediaan yang telah dibelanjakan.
56. Surat Perintah
Membayar Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-TU
adalah dokumen yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran
untuk penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD, karena kebutuhan dananya
melebihi dari jumlah batas pagu uang persediaan yang telah ditetapkan
sesuai dengan ketentuan.
57. Piutang Daerah adalah jumlah uang
yang wajib dibayar kepada pemerintah daerah dan/atau hak pemerintah daerah yang
dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya
berdasarkan peraturan perundang-undangan atau akibat lainnya yang sah.
58. Barang Milik Daerah
adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal
dari perolehan lainnya yang sah.
59. Utang Daerah adalah jumlah uang
yang wajib dibayar pemerintah daerah dan/atau kewajiban pemerintah daerah yang
dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan, perjanjian,
atau berdasarkan sebab lainnya yang sah.
60. Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan
untuk menampung kebutuhan yang memerlukan dana relatif besar yang tidak
dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran.
61. Sistem Pengendalian
Intern Keuangan Daerah merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang
dilakukan oleh lembaga/badan/unit yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan
pengendalian melalui audit dan evaluasi, untuk menjamin agar pelaksanaan
kebijakan pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan rencana dan peraturan
perundang-undangan.
62. Kerugian Daerah adalah kekurangan
uang, surat berharga, dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan
melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
63. Badan Layanan Umum
Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah SKPD/unit kerja pada SKPD
di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan
mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada pinsip efisiensi
dan produktivitas.
64. Surat Penyediaan Dana
yang selanjutnya disingkat SPD adalah dokumen yang menyatakan tersedianya
dana untuk melaksanakan kegiatan sebagai dasar penerbitan SPP.
65. Investasi adalah
penggunaan aset untuk memperoleli manfaat ekonomis seperti bunga, dividen,
royalti, manfaat sosial dan/atau manfaat lainnya sehingga dapat
meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.
Bagian kedua
Ruang Lingkup
Pasal 2
Ruang lingkup
keuangan daerah meliputi :
a.
hak
daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta rnelakukan
pinjaman;
b.
kewajiban
daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah dan membayar tagihan
pihak ketiga;
c.
penerimaan
daerah;
d.
pengeluaran
daerah;
e.
kekayaan
daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga,
piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang; termasuk
kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah;
f.
kekayaan
pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan
tugas pemerintahan daerah dan/atau kepentingan umum.
Pasal 3
Pengelolaan keuangan
daerah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi :
a.
asas
umum pengelolaan keuangan daerah;
b.
pejabat-pejabat
yang mengelola keuangan daerah;
c.
struktur
APBD;
d.
penyusunan
RKPD, KUA, PPAS, dan RKA-SKPD;
e.
penyusunan
dan penetapan APBD;
f.
pelaksanaan
dan perubahan APBD;
g.
penatausahaan
keuangan daerah;
h.
pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD;
i.
pengelolaan
defisit dan penggunaan surplus APBD;
j.
pengelolaan
kas umum daerah;
k.
pengelolaan
piutang daerah;
l.
pengelolaan
investasi daerah;
m.
pengelolaan
barang milik daerah;
n.
pengelolaan
dana cadangan;
o.
pengelolaan
utang daerah;
p.
pembinaan
dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah;
q.
penyelesaian
kerugian daerah;
r.
pengelolaan
keuangan badan layanan umum daerah;
s.
pengaturan
pengelolaan keuangan daerah.
Bagian Ketiga
Asas Umum Pengelolaan
Keuangan Daerah
Pasal 4
(1)
Keuangan
daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien,
ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan
asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.
(2)
Pengelolaan
keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi yang
diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah.
BAB II
KEKUASAAN PENGELOLAAN
KEUANGAN DAERAH
Bagian Pertama
Pemegang Kekuasaan
Pengelolaan Keuangan Daerah
Pasal 5
(1)
Kepala
daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan
keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan
daerah yang dipisahkan.
(2)
Pemegang
kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempunyai kewenangan:
a. menetapkan kebijakan
tentang pelaksanaan APBD;
b. menetapkan kebijakan
tentang pengelolaan barang daerah;
c. menetapkan kuasa
pengguna anggaran/barang;
d. menetapkan bendahara
penerimaan dan/atau bendahara pengeluaran;
e. menetapkan pejabat
yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan daerah;
f. menetapkan pejabat
yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah;
g. menetapkan pejabat
yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik daerah; dan
h. menetapkan pejabat
yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran.
(3)
Kekuasaan
pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
oleh:
a. kepala satuan kerja
pengelola keuangan daerah selaku PPKD;
b. kepala SKPD selaku pejabat
pengguna anggaran/barang daerah.
(4)
Dalam
pelaksanaan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Sekretaris Daerah
bertindak selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah.
(5)
Pelimpahan
kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan
dengan keputusan kepala daerah berpedoman pada peraturan
perundang-undangan.
Bagian Kedua
Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah
Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah
Pasal 6
(1)
Koordinator
Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4)
mempunyai tugas koordinasi di bidang :
a. penyusunan dan
pelaksanaan kebijakan pengelolaan APBD;
b. penyusunan dan
pelaksanaan kebijakan pengelolaan barang daerah;
c. penyusunan rancangan
APBD dan rancangan perubahan APBD;
d. penyusunan Raperda
APBD, Perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD;
e. tugas-tugas pejabat
perencana daerah, PPKD, dan pejabat pengawas keuangan daerah; dan
f. penyusunan laporan
keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
(2)
Selain
tugas-tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) koordinator pengelolaan keuangan
daerah juga mempunyai tugas :
a. memimpin tim
anggaran pemerintah daerah;
b. menyiapkan pedoman
pelaksanaan APBD;
c. menyiapkan pedoman
pengelolaan barang daerah;
d. memberikan persetujuan
pengesahan DPA-SKPD; dan
e. melaksanakan
tugas-tugas koordinasi pengelolaan keuangan daerah lainnya berdasarkan kuasa
yang dilimpahkan oleh kepala daerah.
(3)
Koordinator
pengelolaan keuangan daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada kepala daerah.
Bagian Ketiga
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
Pasal 7
(1)
PPKD
mempunyai tugas sebagai berikut :
a. menyusun dan
melaksanakan kebijakan pengelolaan keuangan daerah;
b. menyusun rancangan
APBD dan rancangan Perubahan APBD;
c. melaksanakan pemungutan
pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah;
d. melaksanakan furigsi
Bendahara Umum Daerah;
e. menyusun laporan
keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD; dan
f. melaksanakan tugas
lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah.
(2)
PPKD
selaku BUD berwenang :
a. menyusun kebijakan
dan pedoman pelaksanaan APBD;
b. mengesahkan DPA-SKPD;
c. melakukan
pengendalian pelaksanaan APBD;
d. memberikan petunjuk
teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan pengeluaran kas daerah;
e. melaksanakan pemungutan
pajak daerah;
f. memantau pelaksanaan
penerimaan dan pengeluaran APBD oleh bank dan/atau lembaga keuangan lainnya
yang telah ditunjuk;
g. mengusahakan dan
mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan APBD;
h. menyimpan uang
daerah;
i. menetapkan SPD;
j. melaksanakan
penempatan uang daerah dan mengelola/ menatausahakan investasi;
k. melakukan pembayaran berdasarkan
permintaan pejabat pengguna anggaran atas beban rekening kas umum daerah;
l. menyiapkan
pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan atas nama pemerintah daerah;
m. melaksanakan pemberian
pinjaman atas nama pemerintah daerah;
n. melakukan pengelolaan
utang dan piutang daerah;
o. melakukan penagihan
piutang daerah;
p. melaksanakan sistem
akuntansi dan pelaporan keuangan daerah;
q. menyajikan informasi
keuangan daerah;
r. melaksanakan
kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik daerah.
Pasal 8
(1)
PPKD
selaku BUD menunjuk pejabat di lingkungan satuan kerja pengelola
keuangan daerah selaku kuasa BUD.
(2)
Penunjukan
kuasa BUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan
kepala daerah.
(3)
Kuasa
BUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai tugas :
a. menyiapkan anggaran
kas;
b. menyiapkan SPD;
c. menerbitkan SP2D;
dan
d. menyimpan seluruh bukti
asli kepemilikan kekayaan daerah;
(4)
Kuasa
BUD selain melaksanakan tugas sebagaimana pada ayat (3) juga melaksanakan
wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), huruf f, huruf g, huruf
h, huruf j, huruf k, huruf m, huruf n, dan huruf o.
(5)
Kuasa
BUD bertanggung jawab kepada PPKD.
Pasal 9
Pelimpahan wewenang
selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4), dapat dilimpahkan kepada pejabat
lainnya di lingkungan satuan kerja pengelolaan keuangan daerah.
Bagian Keempat
Pejabat Pengguna
Anggaran/Pengguna Barang Daerah
Pasal 10
Pejabat pengguna anggaran/pengguna
barang daerah mempunyai tugas dan wewenang :
a. menyusun RKA--SKPD;
b.
menyusun
DPA-SKPD;
c. melakukan tindakan
yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja;
d.
melaksanakan
anggaran SKPD yang dipimpinnya;
e. melakukan pengujian
atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;
f. melaksanakan pemungutan
penerimaan bukan pajak;
g.
mengadakan
ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam batas anggaran yang
telah ditetapkan;
h. mengelola utang
dan piutang yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya;
i. rnengelola barang
milik daerah/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD yang
dipimpinnya;
j. menyusun dan
menyampaikan laporan keuangan SKPD yang dipimpinnya;
k. mengawasi pelaksanaan
anggaran SKPD yang dipimpinnya;
l. melaksanakan
tugas-tugas pengguna anggaran/pengguna barang lainnya berdasarkan kuasa yang
dilimpahkan oleh kepala daerah;
m.
bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada kepala
daerah melalui sekretaris daerah.
Pasal 11
(1)
Pejabat
pengguna anggaran dalam melaksanakan tugas dapat melimpahkan sebagian
kewenangannya kepada kepala unit kerja pada SKPD selaku kuasa pengguna
anggaran/pengguna barang.
(2)
Pelimpahan
wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh kepala daerah atas
usul kepala SKPD.
(3)
Penetapan
kepala unit kerja pada SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan
pertimbangan tingkatan daerah, besaran SKPD, besaran jumlah uang yang
dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi dan/atau rentang kendali dan
pertimbangan objektif lainnya.
(4)
Kuasa
pengguna anggaran bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada pengguna
anggaran/pengguna barang.
Bagian Kelima
Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan SKPD
Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan SKPD
Pasal 12
(1)
Pejabat
pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran dalam melaksanakan program dan
kegiatan dapat menunjuk pejabat pada unit kerja SKPD selaku PPTK.
(2)
PPTK
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas mencakup :
a. mengendalikan pelaksanaan
kegiatan;
b. melaporkan perkembangan
pelaksanaan kegiatan;
c. menyiapkan dokumen
anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan.
Pasal 13
Penunjukan PPTK
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) berdasarkan pertimbangan
kompetensi jabatan, anggaran kegiatan, beban kerja, lokasi, dan/atau rentang
kendali dan pertimbangan objektif lainnya.
PPTK bertanggung
jawab kepada pejabat pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran.
Bagian Keenam
Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD
Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD
Pasal 14
(1)
Dalam
rangka melaksanakan wewenang atas penggunaan anggaran yang dimuat dalam
DPA-SKPD, kepala SKPD menetapkan pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha
keuangan pada SKPD sebagai pejabat penatausahaan keuangan SKPD.
(2)
Pejabat
penatausahaan keuangan SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas
:
a.
meneliti
kelengkapan SPP-LS yang diajukan oleh PPTK;
b.
meneliti
kelengkapan SPP-UP, SPP-GU dan SPP-TU yang diajukan oleh bendahara
pengeluaran;
c.
menyiapkan
SPM; dan
d.
menyiapkan
laporan keuangan SKPD.
(3)
Pejabat
penatausahaan keuangan SKPD tidak boleh merangkap sebagai pejabat yang
bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara/ daerah, bendahara, dan
/atau PPTK.
Bagian Ketujuh
Bendahara Penerimaan
dan Bendahara Pengeluaran
Pasal 15
(1)
Kepala
daerah atas usul PPKD mengangkat bendahara penerimaan untuk melaksanakan tugas
kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan pada SKPD.
(2)
Kepala
daerah atas usul PPKD mengangkat bendahara pengeluaran untuk melaksanakan tugas
kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja pada SKPD.
(3)
Bendahara
penerimaan dan bendahara pengeluaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) adalah pejabat fungsional.
(4)
Bendahara
penerimaan dan bendahara pengeluaran dilarang melakukan, baik secara
langsung maupun tidak langsung, kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan
penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas
kegiatan/pekerjaan/penjualan tersebut, serta menyimpan uang pada suatu bank
atau lembaga keuangan lainnya atas nama pribadi.
(5)
Bendahara
penerimaan dan bendahara pengeluaran secara fungsional bertanggung jawab
atas pelaksanaan tugasnya kepada PPKD selaku BUD.
BAB III
ASAS UMUM DAN
STRUKTUR APBD
Bagian Pertama
Asas Umum APBD
Pasal 16
(1)
APBD
disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan
pendapatan daerah.
(2)
Penyusunan
APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman kepada RKPD dalam
rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan
bernegara.
(3)
APBD
mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi,
dan stabilisasi.
(4)
APBD, Perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah.
Pasal 17
(1)
Semua
penerimaan dan pengeluaran daerah baik dalam bentuk uang, barang
dan/atau jasa dianggarkan dalam APBD.
(2)
Jumlah
pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur
secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan.
(3)
Seluruh
pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah dianggarkan
secara bruto dalam APBD.
(4)
Pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD harus
berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 18
Dalam menyusun APBD,
penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian
tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup.
Penganggaran untuk
setiap pengeluaran APBD harus didukung dengan dasar hukum yang
melandasinya.
Pasal 19
Tahun anggaran APBD
meliputi masa 1 (satu) tahun mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31
Desember.
Bagian Kedua
Struktur APBD
Pasal 20
(1)
APBD
merupakan satu kesatuan yang terdiri dari :
a. pendapatan daerah;
b. belanja daerah; dan
c. pembiayaan daerah.
(2)
Pendapatan
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi semua penerimaan
uang melalui Rekening Kas Umum Daerah, yang menambah ekuitas dana
lancar, yang merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak
perlu dibayar kembali oleh Daerah.
(3)
Belanja
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi semua pengeluaran
dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar,
yang merapakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan
diperoleh pembayarannya kembali oleh Daerah.
(4)
Pembiayaan
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi semua penerimaan
yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali,
baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran
berikutnya.
Bagian Ketiga
Pendapatan Daerah
Pasal 21
Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. Pendapatan Asli
Daerah (PAD);
b.
Dana
Perimbangan; dan
c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Pasal 22
(1)
Pendapatan
asli daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a terdiri atas :
a. pajak daerah;
b. retribusi daerah;
c. hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
d. lain-lain PAD yang
sah.
(2)
Lain-lain
PAD yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d mencakup:
a. hasil penjualan
kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;
b. hasil pemanfaatan
atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;
c. jasa giro;
d. pendapatan bunga;
e. tuntutan ganti
rugi;
f. keuntungan selisih nilai
tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan
g. komisi, potongan,
ataupun bentuk lain
sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa
oleh daerah.
Pasal 23
Pendapatan Dana
Perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b meliputi :
a. Dana Bagi Hasil;
b.
Dana Alokasi Umum; dan
c. Dana Alokasi Khusus.
Pasal 24
Lain-lain pendapatan
daerah yang sah merupakan seluruh pendapatan daerah selain PAD dan dana
perimbangan, yang meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain pendapatan
yang ditetapkan pemerintah.
Pasal 25
(1)
Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 merupakan bantuan
berupa uang, barang, dan/atau jasa yang berasal dari pemerintah, masyarakat,
dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri yang tidak mengikat.
(2)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan
perundangan tersendiri.
Bagian Keempat
Belanja Daerah
Pasal 26
(1)
Belanja
daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan
pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.
(2)
Belanja
penyelenggaraan urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat
dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan
dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak
serta mengembangkan sistem jaminan sosial.
(3)
Peningkatan
kualitas kehidupan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diwujudkan
melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar pelayanan minimal
berdasarkan urusan wajib pemerintahan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 27
(1)
Belanja
daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) diklasifikasikan menurut
organisasi, fungsi, program dan kegiatan, serta jenis belanja.
(2)
Klasifikasi
belanja menurut organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan
dengan susunan organisasi pemerintahan daerah.
(3)
Klasifikasi
belanja menurut fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :
a. klasifikasi
berdasarkan urusan pemerintahan; dan
b. klasifikasi fungsi pengelolaan
keuangan negara.
(4)
Klasifikasi
belanja berdasarkan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a diklasifikasikan menurut kewenangan pemerintahan provinsi dan kabupatetn/kota.
(5)
Klasifikasi
belanja menurut fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b yang
digunakan untuk tujuan keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan
negara terdiri dari :
a. pelayanan umum;
b. ketertiban dan
keamanan;
c. ekonomi;
d. lingkungan hidup;
e. perumahan dan
fasilitas umum;
f. kesehatan;
g. pariwisata dan
budaya;
h. agama;
i. pendidikan; serta
j. perlindungan sosial.
(6)
Klasifikasi
belanja menurut program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.
(7)
Klasifikasi
belanja menurut jenis belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
dari:
a. belanja pegawai;
b. belanja barang dan
jasa;
c. belanja modal;
d. bunga;
e. subsidi;
f. hibah;
g. bantuan sosial;
h. belanja bagi hasil
dan bantuan keuangan; dan
i. belanja tidak terduga.
(8)
Penganggaran
dalam APBD untuk setiap jenis belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (7),
berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
Bagian Kelima
Pembiayaan Daerah
Pasal 28
(1)
Pembiayaan
daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf c terdiri dari
penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
(2)
Penerimaan
pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup :
a. SiLPA tahun anggaran sebelumnya;
b. pencairan dana
cadangan;
c. hasil penjualan
kekayaan daerah yang dipisahkan;
d. penerimaan pinjaman; dan
e. penerimaan kembali
pemberian pinjaman.
(3)
Pengeluaran
pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup :
a. pembentukan dana
cadangan;
b. penyertaan modal pemerintah daerah;
c. pembayaran pokok
utang; dan
d. pemberian pinjaman.
(4)
Pembiayaan neto merupakan selisih lebih penerimaan
pembiayaan terhadap pengeluaran pembiayaan.
(5)
Jumlah
pembiayaan neto harus dapat menutup defisit anggaran.
BAB IV
PENYUSUNAN RANCANGAN APBD
PENYUSUNAN RANCANGAN APBD
Bagian Pertama
Rencana Kerja Pemerintahan Daerah
Rencana Kerja Pemerintahan Daerah
Pasal 29
RPJMD untuk jangka
waktu 5 (Iima) tahun merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala
daerah yang penyusunannya berpedoman kepada RPJP Daerah dengan memperhatikan
RPJM Nasional dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh
pemerintah.
Pasal 30
RPJMD sebagainiana
dimaksud dalam Pasal 29 ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah
kepala daerah dilantik.
Pasal 31
(1)
SKPD
menyusun rencana strategis yang selanjutnya disebut Renstra-SKPD yang
memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan
pembangunan yang bersifat indikatif sesuai dengan tugas dan fungsinya
masing-masing.
(2)
Penyusunan
Renstra-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada RPJMD.
Pasal 32
(1)
Pemerintah
daerah menyusun RKPD yang merupakan penjabaran dari RPJMD dengan menggunakan
bahan dari Renja SKPD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang mengacu kepada Rencana
Kerja Pemerintah.
(2)
Renja
SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penjabaran dari Renstra SKPD
yang disusun berdasarkan evaluasi pencapaian pelaksanaan program dan kegiatan
tahun-tahun sebelumnya.
(3)
RKPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat rancangan kerangka ekonomi daerah,
prioritas pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan
pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun
ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
(4)
Kewajiban
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mempertimbangkan prestasi capaian
standar pelayanan minimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 33
(1)
RKPD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) disusun untuk menjamin keterkaitan
dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.
(2)
Penyusunan
RKPD diselesaikan selambat-lambatnya akhir bulan Mei tahun anggaran
sebelumnya.
(3)
RKPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.
Bagian Kedua
Kebijakan Umum APBD
Pasal 34
(1)
Kepala daerah berdasarkan RKPD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 ayat (1), menyusun rancangan kebijakan umum APBD.
(2)
Penyusunan
rancangan kebijakan umum APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman
pada pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri
setiap tahun.
(3)
Kepala
daerah menyampaikan rancangan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada
DPRD selambat--lambatnya pertengahan bulan Juni tahun anggaran
berjalan.
(4)
Rancangan
kebijakan Umum APBD yang telah dibahas kepala daerah bersama DPRD dalam
pembicaraan pendahuluan RAPBD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) selanjutnya
disepakati menjadi Kebijakan Umum APBD.
Bagian Ketiga
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
Pasal 35
(1)
Berdasarkan
kebijakan umum APBD yang telah disepakati, pemerintah daerah dan DPRD membahas
rancangan prioritas dan plafon anggaran sementara yang disampaikan oleh
kepala daerah.
(2)
Pembahasan
prioritas dan plafon anggaran sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran
sebelumnya.
(3)
Pembahasan
prioritas dan plafon anggaran sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan langkah--langkah sebagai berikut :
a. menentukan skala
prioritas dalam urusan wajib dan urusan pilihan;
b. menentukan urutan
program dalam masing-masing urusan;
c. menyusun plafon
anggaran sementara untuk masing-masing program.
(4)
Kebijakan
umum APBD dan prioritas dan plafon anggaran sementara yang telah dibahas dan
disepakati bersama kepata daerah dan DPRD dituangkan dalam nota kesepakatan
yang ditandatangani bersama oleh kepala daerah dan pimpinan DPRD.
(5)
Kepala
daerah berdasarkan nota kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
menerbitkan pedoman penyusunan RKA-SKPD sebagai pedoman kepala SKPD
menyusun RKA-SKPD.
Bagian Keempat
Rencana kerja dan Anggaran SKPD
Rencana kerja dan Anggaran SKPD
Pasal 36
(1)
Berdasarkan
pedoman penyusunan RKA-SKPD sebagaimana dimaksud pada Pasal 35 ayat (5),
Kepala SKPD menyusun RKA-SKPD.
(2)
RKA-SKPD
disusun dengan menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah
daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan prestasi kerja.
Pasal 37
Penyusunan RKA-SKPD
dengan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah dilaksanakan dengan
menyusun prakiraan maju yang berisi perkiraan kebutuhan anggaran untuk
program dan kegiatan yang direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya dari
tahun anggaran yang direncanakan dan merupakan implikasi kebutuhan dana untuk
pelaksanaan program dan kegiatan tersebut pada tahun berikutnya.
Pasal 38
Penyusunan RKA-SKPD
dengan pendekatan penganggaran terpadu dilakukan dengan mengintgrasikan seluruh
proses perencanaan dan penganggaran di lingkungan SKPD untuk menghasilkan dokumen
rencana kerja dan anggaran.
Pasal 39
(1)
Penyusunan
RKA-SKPD dengan pendekatan prestasi kerja dilakukan dengan memperhatikan
keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan dari
kegiatan dan program termasuk efisiensi dalam pencapaian keluaran dan hasil
tersebut.
(2)
Penyusunan
anggaran berdasarkan prestasi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berdasarkan capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar
belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal.
(3)
Standar
satuan harga sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan dengan keputusan
kepala daerah.
Pasal 40
RKA--SKPD sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), memuat rencana pendapatan, belanja untuk
masing-masing program dan kegiatan menurut fungsi untuk tahun yang
direncanakan, dirinci sampai dengan rincian objek pendapatan, belanja, dan
pembiayaan, serta prakiraan maju untuk tahun berikutnya.
Bagian Kelima
Penyiapan Raperda
APBD
Pasal 41
(1)
RKA-SKPD
yang telah disusun oleh kepala SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat
(1) disampaikan kepada PPKD.
(2)
RKA-SKPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selanjutnya dibahas oleh tim anggaran
pemerintah daerah.
(3)
Pembahasan
oleh tim anggaran pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan untuk menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dengan kebijakan umum APBD,
prioritas dan plafon anggaran sementara, prakiraan maju yang telah disetujui
tahun anggaran sebelumnya, dan dokumen perencanaan lainnya, serta capaian
kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan
standar pelayanan minimal.
Pasal 42
(1)
PPKD
menyusun rancangan peraturan daerah tentang APBD berikut dokumen pendukung
berdasarkan RKA-SKPD yang telah ditelaah oleh tim anggaran pemerintah daerah.
(2)
Dokumen
pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas nota keuangan,
dan rancangan APBD.
BAB V
PENETAPAN APBD
PENETAPAN APBD
Bagian Pertama
Penyampaian dan
Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
Pasal 43
Kepala daerah
menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD kepada DPRD
disertai penjelasan dan dokumen pendukungnya pada minggu pertama
bulan Oktober tahun sebelumnya untuk dibahas dalam rangka memperoleh
persetujuan bersama.
Pasal 44
(1)
Tata
cara pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD dilakukan sesuai dengan
peraturan tata tertib DPRD mengacu pada peraturan perundang-undangan.
(2)
Pembahasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menitikberatkan pada kesesuaian antara
kebijakan umum APBD serta prioritas dan plafon anggaran sementara dengan
program dan kegiatan yang diusulkan dalam rancangan peraturan daerah tentang
APBD.
Bagian Kedua
Persetujuan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
Persetujuan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
Pasal 45
(1)
Pengambilan
keputusan bersama DPRD dan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah
tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum tahun
anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
(2)
Atas
dasar persetujuan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala daerah
menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.
Pasal 46
(1)
Apabila
DPRD sampai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) tidak
mengambil keputusan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan peraturan
daerah tentang APBD, kepala daerah melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya
sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap
bulan, yang disusun dalam rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD.
(2)
Pengeluaran
setinggi-tingginya untuk keperluan setiap bulan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diprioritaskan untuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang
bersifat wajib.
(3)
Rancangan
peraturan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah
memperoleh pengesahan dari Menteri Dalam Negeri bagi provinsi dan gubernur bagi
kabupaten/kota.
(4)
Pengesahan
terhadap rancangan peraturan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya
rancangan dimaksud.
(5)
Apabila
sampai batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum disahkan, rancangan
peraturan kepala daerah tentang APBD ditetapkan menjadi peraturan kepala daerah
tentang APBD.
Bagian Keempat
Evaluasi Rancangan
Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang
Penjabaran RAPBD
Pasal 47
(1)
Rancangan
peraturan daerah provinsi tentang APBD yang telah disetujui bersama DPRD dan
rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh
gubernur paling lambat 3 (tiga) hari kerja disampaikan kepada Menteri Dalam
Negeri untuk dievaluasi.
(2)
Hasil
evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Menteri Dalam
Negeri kepada gubernur selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari terhitung sejak
diterimanya rancangan dimaksud.
(3)
Apabila
Menteri Dalam Negeri tidak memberikan hasil evaluasi dalam waktu 15 (lima
belas) hari terhitung sejak rancangan diterima, maka gubernur dapat menetapkan
rancangan peraturan daerah APBD menjadi peraturan daerah APBD dan rancangan
peraturan gubernur tentang penjabaran APBD menjadi peraturan gubernur tentang
penjabaran APBD.
(4)
Apabila
Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan daerah
tentang APBD dan rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran APBD sudah
sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi, gubernur menetapkan rancangan dimaksud menjadi peraturan daerah dan
peraturan gubernur.
(5)
Apabila
Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan daerah
tentang APBD dan rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran APBD
bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi, gubernur bersama DPRD melakukan penyempurnaan selambat-lambatnya
7 (tujuh) hari terhitung sejak siterimanya hasil evaluasi.
(6)
Apabila
hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh gubernur dan DPRD, dan gubernur tetap
menetapkan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan
gubernur tentang penjabaran APBD menjadi peraturan daerah dan peraturan
gubernur, Menteri Dalam Negeri membatalkan peraturan daerah dan peraturan
gubernur dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya.
Pasal 48
(1)
Rancangan
peraturan daerah kabupaten/kota tentang APBD yang telah disetujui bersama DPRD
dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran APBD sebelum
ditetapkan oleh bupati/walikota paling lambat 3 (tiga) bari kerja disampaikan
kepada gubernur untuk dievaluasi.
(2)
Hasil
evaluasi disampaikan oleh gubernur kepada bupati/walikota selambat-lambatnya 15
(lima belas) hari terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud.
(3)
Apabila
gubernur tidak memberikan hasil evaluasi dalam waktu 15 (lima belas) hari sejak
rancangan diterima, maka bupati/walikota dapat menetapkan rancangan peraturan
daerah APBD menjadi peraturan daerah APBD dan rancangan peraturan
bupati/walikota tentang penjabaran APBD menjadi peraturan bupati/walikota
tentang penjabaran APBD.
(4)
Apabila
gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan daerah tentang APBD dan
rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
bupati/walikota menetapkan rancangan dimaksud menjadi peraturan daerah dan
peraturan bupati/walikota.
(5)
Apabila
gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan daerah tentang APBD dan
rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran APBD bertentangan dengan
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lcbih tinggi,
bupati/walikota bersama DPRD melakukan penyempurnaan selambat-lambatnya 7 (tujuh)
hari terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
(6)
Apabila
hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh bupati/walikota dan DPRD, dan
bupati/walikota tetap menetapkan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan
rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran APBD menjadi Peraturan
daerah dan peraturan bupati/walikota, gubernur membatalkan peraturan daerah dan
peraturan bupati/walikota dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD
tahun sebelumnya.
Pasal 49
(1)
Paling
lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 47 ayat (6) dan Pasal 48 ayat (6), kepala daerah harus memberhentikan
pelaksanaan peraturan daerah dan selanjutnya DPRD bersama kepala daerah
mencabut peraturan daerah dimaksud.
(2)
Pencabutan
peraturan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (6) dan Pasal 48 ayat
(6) dilakukan dengan peraturan daerah tentang pencabutan peraturan daerah
tentang APBD.
(3)
Pelaksanaan
pengeluaran atas pagu APBD tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47
ayat (6) dan Pasal 48 ayat (6) ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.
Pasal 50
Gubernur menyampaikan
basil evaluasi yang dilakukan atas rancangan peraturan daerah kabupaten/kota
tentang APBD dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran APBD
kepada Menteri Dalam Negeri.
Pasal 51
Hasil evaluasi atas
rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran APBD ditetapkan dengan keputusan Menteri Dalam Negeri untuk
APBD provinsi dan keputusan gubernur untuk APBD kabupaten/ kota.
Pasal 52
(1)
Penyempurnaan
hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (5) dan Pasal 48 ayat
(5) dilakukan kepala daerah bersama dengan Panitia Anggaran DPRD.
(2)
Hasil
penyempurnaan sebagaimana tersebut pada ayat (1) ditetapkan oleh pimpinan DPRD.
(3)
Keputusan
pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijadikan dasar penetapan
peraturan daerah tentang APBD.
(4)
Keputusan
pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaporkan pada sidang
paripurna berikutnya.
(5)
Keputusan
pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Menteri
Dalam Negeri untuk APBD provinsi dan kepada gubernur untuk APBD kabupaten/kota,
paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah keputusan tersebut ditetapkan.
Bagian Kelima
Penetapan Peraturan
Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang
Penjabaran APBD
Pasal 53
(1)
Rancangan
peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang
penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh kepala daerah menjadi
peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran
APBD.
(2)
Penetapan
rancangan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang
penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selambat-lambatnya
tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya.
(3)
Kepala
daerah menyampaikan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran APBD kepada Menteri Dalam Negeri bagi provinsi dan gubernur
bagi kabupaten/kota selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan.
BAB VI
PELAKSANAAN APBD
Bagian Pertama
Asas Umum Pelaksanaan
APBD
Pasal 54
(1)
SKPD
dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran belanja daerah untuk tujuan
yang tidak tersedia anggarannya, dan/atau yang tidak cukup tersedia anggarannya
dalam APBD.
(2)
Pelaksanaan
belanja daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus didasarkan pada
prinsip hemat, tidak mewah, efektif, efisien dan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Penyiapan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah
Pasal 55
(1)
PPKD
paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah APBD ditetapkan, memberitahukan
kepada semua kepala SKPD agar menyusun dan menyampaikan rancangan DPA-SKPD.
(2)
Rancangan
DPA-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merinci sasaran yang hendak
dicapai, fungsi, program, kegiatan, anggaran yang disediakan untuk mencapai
sasaran tersebut, dan rencana penarikan dana tiap-tiap satuan kerja serta
pendapatan yang diperkirakan.
(3)
Kepala
SKPD menyerahkan rancangan DPA-SKPD yang telah disusunnya kepada PPKD paling
lambat 6 (enam) hari kerja setelah pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disampaikan.
Pasal 56
(1)
Tim
anggaran pemerintah daerah melakukan verifikasi rancangan DPA-SKPD bersama-sama
dengan kepala SKPD yang bersangkutan.
(2)
Verifikasi
atas rancangan DPA-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diselesaikan paling
lambat 15 (lima belas) hari kerja, sejak ditetapkannya peraturan kepala daerah
tentang penjabaran APBD.
(3)
Berdasarkan
hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPKD mengesahkan rancangan
DPA-SKPD dengan persetujuan sekretaris daerah.
(4)
DPA-SKPD
yang telah disahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepala SKPD
yang bersangkutan, kepada satuan kerja pengawasan daerah, dan BPK
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal disahkan.
(5)
DPA-SKPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran
oleh kepala SKPD selaku pengguna anggaran/barang.
Bagian Ketiga
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Daerah
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Daerah
Pasal 57
(1)
Semua
penerimaan daerah dilakukan melalui rekening kas umum daerah.
(2)
Bendahara
penerimaan wajib menyetor seluruh penerimaannya ke rekening kas umum daerah
selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) hari kerja.
(3)
Setiap
penerimaan harus didukung oleh bukti yang lengkap atas setoran dimaksud.
Pasal 58
(1)
SKPD
dilarang melakukan pungutan selain dari yang ditetapkan dalam peraturan daerah.
(2)
SKPD
yang mempunyai tugas memungut dan/atau menerima dan/ atau kegiatannya berdampak
pada penerimaan daerah wajib mengintensifkan pemungutan dan penerimaan
tersebut.
Pasal 59
(1)
Penerimaan
SKPD yang merupakan penerimaan daerah tidak dapat dipergunakan langsung untuk
pengeluaran.
(2)
Komisi,
rabat, potongan atau penerimaan lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang
dapat dinilai dengan uang, baik secara langsung sebagai akibat dari penjualan,
tukar-menukar, hibah, asuransi dan/atau pengadaan barang dan jasa termasuk
penerimaan bunga, jasa giro atau penerimaan lain sebagai akibat penyimpanan
dana anggaran pada bank serta penerimaan dari hasil pemanfaatan barang daerah
atas kegiatan lainnya merupakan pendapatan daerah.
(3)
Semua
penerimaan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila berbentuk uang
harus segera disetor ke kas umum daerah dan berbentuk barang menjadi milik/aset
daerah yang dicatat sebagai inventaris daerah.
Pasal 60
(1)
Pengembalian
atas kelebihan pajak, retribusi, pengembalian tuntutan ganti rugi dan
sejenisnya dilakukan dengan membebankan pada rekening penerimaan yang
bersangkutan untuk pengembalian penerimaan yang terjadi dalam tahun yang sama.
(2)
Untuk
pengembalian kelebihan penerimaan yang teradi pada tahun-tahun sebelumnya
dibebankan pada rekening belanja tidak terduga.
Bagian Keempat
Pelaksanaan Anggaran Belanja Daerah
Pelaksanaan Anggaran Belanja Daerah
Pasal 61
(1)
Setiap
pengeluaran harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang
diperoleh oleh pihak yang menagih.
(2)
Pengeluaran
kas yang mengakibatkan beban APBD tidak dapat dilakukan sebelum rancangan
peraturan daerah tentang APBD ditetapkan dan ditempatkan dalam lembaran daerah.
(3)
Pengeluaran
kas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk belanja yang bersifat
mengikat dan belanja yang bersifat wajib.
Pasal 62
Pembayaran atas beban
APBD dapat dilakukan berdasarkan SPD, atau DPA-SKPD, atau dokumen lain yang
dipersamakan dengan SPD.
Pasal 63
(1)
Gaji
pegawai negeri sipil daerah dibebankan dalam APBD.
(2)
Pemerintah
daerah dapat memberikan tambahan penghasilan kepada pegawai negeri sipil daerah
berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan
daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 64
Bendahara pengeluaran
sebagai wajib pungut Pajak Penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, wajib
menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening
Kas Negara pada bank pemerintah atau bank lain yang ditetapkan Menteri Keuangan
sebagai bank persepsi atau pos giro dalam jangka waktu sesuai ketentuan
perundang-undangan.
Pasal 65
(1)
Pelaksanaan
pengeluaran atas beban APBD dilakukan berdasarkan SPM yang diterbitkan oleh
pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran.
(2)
Pembayaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan penerbitan SP2D oleh kuasa
BUD.
(3)
Dalam
rangka pelaksanaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kuasa BUD
berkewajiban untuk :
a. meneliti kelengkapan perintah
pembayaran yang diterbitkan oleh pengguna anggaran;
b. menguji kebenaran
perhitungan tagihan atas beban APBD yang tercantum dalam perintah pembayaran;
c. menguji ketersediaan
dana yang bersangkutan;
d. memerintahkan
pencairan dana sebagai dasar pengeluaran daerah; dan
e. menolak pencairan
dana, apabila perintah pembayaran yang diterbitkan oleh pengguna anggaran tidak
memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Pasal 66
(1)
Penerbitan
SPM tidak boleh dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima kecuali
ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.
(2)
Untuk
kelancaran pelaksanaan tugas SKPD, kepada pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran dapat diberikan uang persediaan yang dikelola oleh bendahara
pengeluaran.
(3)
Bendahara
pengeluaran melaksanakan pembayaran dari uang persediaan yang dikelolanya
setelah :
a. meneliti kelengkapan
perintah pembayaran yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran;
b. menguji kebenaran
perhitungan tagihan yang tercantum dalam perintah pembayaran; dan
c. menguji ketersediaan
dana yang bersangkutan.
(4)
Bendahara
pengeluaran wajib menolak perintah bayar dari pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran apabila persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi.
(5)
Bendahara
pengeluaran bertanggung jawab secara pribadi atas pembayaran yang
dilaksanakannya.
Pasal 67
Kepala daerah dapat
memberikan izin pembukaan rekening untuk keperluan pelaksanaan pengeluaran di
lingkungan SKPD.
Pasal 68
Setelah tahun
anggaran berakhir, kepala SKPD selaku pengguna anggaran dilarang menerbitkan
SPM yang membebani tahun anggaran berkenaan.
Bagian Kelima
Pelaksanaan Anggaran Pembiayaan Daerah
Pelaksanaan Anggaran Pembiayaan Daerah
Pasal 69
(1)
Pengelolaan
anggaran pembiayaan daerah dilakukan oleh PPKD.
(2)
Semua
penerimaan dan pengeluaraan pembiayaan daerah dilakukan melalui Rekening Kas
Umum Daerah.
Pasal 70
(1)
Pemindahbukuan
dari rekening dana cadangan ke Rekening Kas Umum Daerah dilakukan berdasarkan
rencana pelaksanaan kegiatan, setelah jumlah dana cadangan yang ditetapkan
berdasarkan peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan yang berkenaan
mencukupi.
(2)
Pemindahbukuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi sejumlah pagu dana cadangan
yang akan digunakan untuk mendanai pelaksanaan kegiatan dalam tahun anggaran
berkenaan sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan daerah tentang
pembentukan dana cadangan.
(3)
Pemindahbukuan
dari rekening dana cadangan ke rekening kas umum daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan surat perintah pemindahbukuan oleh kuasa BUD
atas persetujuan PPKD.
Pasal 71
(1)
Penjualan
kekayaan milik daerah yang dipisahkan dilakukan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
(2)
Pencatatan
penerimaan atas penjualan kekayaan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didasarkan pada bukti penerimaan yang sah.
Pasal 72
(1)
Penerimaan
pinjaman daerah didasarkan pada jumlah pinjaman yang akan diterima dalam tahun
anggaran yang bersangkutan sesuai dengan yang ditetapkan dalam perjanjian
pinjaman berkenaan.
(2)
Penerimaan
pinjaman dalam bentuk mata uang asing dibukukan dalam nilai rupiah.
Pasal 73
Penerimaan kembali
pemberian pinjaman daerah didasarkan pada perjanjian pemberian pinjaman daerah
sebelumnya, untuk kesesuaian pengembalian pokok pinjaman dan kewajiban lainnya
yang menjadi tanggungan pihak peminjam.
Pasal 74
(1)
Jumlah
pendapatan daerah yang disisihkan untuk pembentukan dana cadangan dalam tahun
anggaran bersangkutan sesuai dengan jumlah yang ditetapkan dalam peraturan
daerah.
(2)
Pemindahbukuan
jumlah pendapatan daerah yang disisihkan yang ditransfer dari rekening kas umum
daerah ke rekening dana cadangan dilakukan dengan surat perintah pemindahbukuan
oleh kuasa BUD atas persetujuan PPKD.
Pasal 75
Penyertaan modal
pemerintah daerah dapat dilaksanakan apabila jumlah yang akan disertakan dalam
tahun anggaran berkenaan telah ditetapkan dalam peraturan daerah tentang
penyertaan modal daerah berkenaan.
Pasal 76
Pembayaran pokok
utang didasarkan pada jumlah yang harus dibayarkan sesuai dengan perjanjian
pinjaman dan pelaksanaannya merupakan prioritas utama dari seluruh kewajiban
pemerintah daerah yang harus diselesaikan dalam tahun anggaran yang berkenaan.
Pasal 77
Pemberian pinjaman
daerah kepada pihak lain berdasarkan keputusan kepala daerah atas persetujuan
DPRD.
Pasal 78
Pelaksanaan
pengeluaran pembiayaan penyertaan modal pemerintah daerah, pembayaran pokok
utang dan pemberian pinjaman daerah dilakukan berdasarkan SPM yang
diterbitkan oleh PPKD.
Pasal 79
Dalam rangka
pelaksanaan pengeluaran pembiayaan, kuasa BUD berkewajiban untuk :
a. meneliti kelengkapan
perintah pembayaran/pemindah bukuan yang diterbitkan oleh PPKD;
b.
menguji
kebenaran perhitungan pengeluaran pembiayaan yang tercantum dalam perintah
pembayaran;
c. menguji ketersediaan
dana yang bersangkutan;
d.
menolak
pencairan dana, apabila perintah pembayaran atas pengeluaran pembiayaan tidak
memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
BAB VII
LAPORAN REALISASI SEMESTER PERTAMA APBD DAN PERUBAHAN APBD
LAPORAN REALISASI SEMESTER PERTAMA APBD DAN PERUBAHAN APBD
Bagian Pertama
Laporan Realisasi Semester Pertama APBD
Laporan Realisasi Semester Pertama APBD
Pasal 80
(1)
Pemerintah
daerah menyusun laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis untuk 6
(enam) bulan berikutnya.
(2)
Laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya
pada akhir bulan Juli tahun anggaran yang bersangkutan, untuk dibahas bersama
antara DPRD dan pemerintah daerah.
Bagian Kedua
Perubahan APBD
Pasal 81
(1)
Penyesuaian
APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan, dibahas bersama DPRD
dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBD
tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi:
a. perkembangan yang
tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD;
b. keadaan yang
menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar
kegiatan, dan antarjenis belanja;
c. keadaan yang
menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk tahun
berjalan;
d. keadaan darurat; dan
e. keadaan luar biasa.
(2)
Dalam
keadaan darurat, pemerintah daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum
tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan
APBD, dan/atau disampaikan dalam laporan realisasi anggaran.
(3)
Keadaan
darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d sekurang-kurangnya memenuhi
kriteria sebagai berikut :
a. bukan merupakan
kegiatan normal dari aktivitas pemerintah daerah dan tidak dapat diprediksikan
sebelumnya;
b. tidak diharapkan
terjadi secara berulang;
c. berada di luar
kendali dan pengaruh pemerintah daerah; dan
d. memiliki dampak yang
signifikan terhadap anggaran dalam rangka pemulihan yang disebabkan oleh
keadaan darurat.
Pasal 82
(1)
Perubahan
APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran, kecuali
dalam keadaan luar biasa.
(2)
Keadaan
luar biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1) huruf e adalah keadaan
yang menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau pengeluaran dalam APBD mengalami
kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50% (lima puluh persen).
Pasal 83
(1)
Pemerintah
daerah mengajukan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD tahun
anggaran yang bersangkutan untuk mendapatkan persetujuan DPRD sebelum tahun
anggaran yang bersangkutan berakhir.
(2)
Persetujuan
DPRD terhadap rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran.
Pasal 84
(1)
Proses
evaluasi dan penetapan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan
rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran perubahan APBD menjadi
peraturan daerah dan peraturan kepala daerah berlaku ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 52, dan Pasal 53.
(2)
Apabila
hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditindaklanjuti oleh
kepala daerah dan DPRD, dan kepala daerah tetap menetapkan rancangan peraturan
daerah tentang perubahan APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang
penjabaran perubahan APBD, peraturan daerah dan peraturan kepala daerah
dimaksud dibatalkan dan sekaligus rnenyatakan berlakunya pagu APBD tahun
berjalan termasuk untuk pendanaan keadaan darurat.
(3)
Pembatalan
peraturan daerah tentang perubahan APBD provinsi dan peraturan gubernur tentang
penjabaran perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan ole
Menteri Dalam Negeri.
(4)
Pembatalan
peraturan daerah tentang perubahan APBD kabupaten/kota dan peraturan
bupati/walikota tentang penjabaran perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan oleh gubernur.
Pasal 85
(1)
Paling
lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan tentang pembatalan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 84 ayat (3) dan ayat (4), Kepala daerah wajib memberhentikan
pelaksanaan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan selanjutnya kepala
daerah bersama DPRD mencabut peraturan daerah dimaksud.
(2)
Pencabutan
peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan peraturan
daerah tentang pencabutan peraturan daerah tentang perubahan APBD.
(3)
Pelaksanaan
pengeluaran atas pendanaan keadaan darurat dan/atau keadaan luar biasa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) ditetapkan dengan peraturan kepala
daerah.
(4)
Realisasi
pengeluaran atas pendanaan keadaan darurat dan/atau keadaan luar biasa
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicantumkan dalam rancangan peraturan daerah
tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
BAB VIII
PENATAUSAHAAN KEUANGAN DAERAH
PENATAUSAHAAN KEUANGAN DAERAH
Bagian Pertama
Asas umum Penatausahaan Keuangan Daerah
Asas umum Penatausahaan Keuangan Daerah
Pasal 86
(1)
Pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran, bendahara penerimaan/pengeluaran dan orang
atau badan yang menerima atau menguasai uang/barang/kekayaan daerah, wajib
menyelenggarakan penatausahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)
Pejabat
yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat
bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBD bertanggung jawab atas
kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud.
Bagian Kedua
Pelaksanaan
Penatausahaan Keuangan Daerah
Pasal 87
(1)
Untuk
pelaksanaan APBD, kepala daerah menetapkan :
a. pejabat yang diberi
wewenang menandatangani SPD;
b. pejabat yang diberi
wewenang menandatangani SPM;
c. pejabat yang diberi
wewenang mengesahkan surat pertanggungjawaban (SPJ);
d. pejabat yang diberi
wewenang menandatangani SP2D;
e. bendahara
penerimaan/pengeluaran; dan
f. pejabat lainnya yang
ditetapkan dalam rangka pelaksanaan APBD.
(2)
Penetapan
pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelum dimulainya tahun
anggaran berkenaan.
Pasal 88
Bendahara penerimaan
dan/atau bendahara pengeluaran dalam melaksanakan tugas-tugas kebendaharaan
pada satuan kerja dalam SKPD dapat dibantu oleh pembantu bendahara penerimaan
dan/atau pembantu bendahara pengeluaran sesuai kebutuhan dengan keputusan
kepala SKPD.
Pasal 89
(1)
PPKD
dalam rangka manajemen kas menerbitkan SPD dengan mempertimbangkan penjadwalan
pembayaran pelaksanaan program dan kegiatan yang dimuat dalam DPA-SKPD.
(2)
SPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disiapkan oleh kuasa BUD untuk
ditandatangani oleh PPKD.
Bagian Ketiga
Penatausahaan
Bendahara Penerimaan
Pasal 90
(1)
Penyetoran
penerimaan pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3) dilakukan
dengan uang tunai.
(2)
Penyetoran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke rekening kas umum daerah pada bank
pemerintah yang ditunjuk, dianggap sah setelah kuasa BUD menerima nota kredit.
(3)
Bendahara
penerimaan dilarang menyimpan uang, cek, atau surat berharga yang dalam
penguasaannya lebih dari 1 (satu) hari kerja dan/atau atas nama pribadi pada
bank atau giro pos.
Pasal 91
(1)
Bendahara
penerimaan pada SKPD wajib menyelenggarakan pembukuan terhadap seluruh
penerimaan dan penyetoran atas penerimaan yang menjadi tanggung jawabnya.
(2)
Bendahara
penerimaan pada SKPD wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan
kepada PPKD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
(3)
PPKD
melakukan verifikasi, evaluasi dan analisis atas laporan pertanggungjawaban
penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Bagian Keempat
Penatausahaan
Bendahara Pengeluaran
Pasal 92
(1)
Permintaan
pembayaran dilakukan melalui penerbitan SPP-LS, SPP-UP, SPP-GU, dan SPP-TU.
(2)
PPTK
mengajukan SPP-LS melalui pejabat penatausahaan keuangan pada SKPD kepada
pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran paling lambeat 3 (tiga) hari kerja
setelah diterimanya tagihan dari pihak ketiga.
(3)
Pengajuan
SPP-LS dilampiri dengan kelengkapan persyaratan yang ditetapkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(4)
Bendahara
pengeluaran melalui pejabat penatausahaan keuangan pada SKPD mengajukan SPP-UP
kepada pengguna anggaran setinggi-tingginya untuk keperluan satu bulan.
(5)
Pengajuan
SPP-UP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilampiri dengan daftar rincian
rencana penggunaan dana.
(6)
Untuk
penggantian dan penambahan uang persediaan, bendahara pengeluaran mengajukan
SPP-GU dan/atau SPP-TU.
(7)
Batas
jumlah pengajuan SPP-TU sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus mendapat
persetujuan dari PPKD dengan memperhatikan rincian kebutuhan dan waktu penggunaan.
Pasal 93
(1)
Pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran mengajukan permintaan uang persediaan kepada
kuasa BUD dengan rnenerbitkan SPM-UP.
(2)
Pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran mengajukan penggantian uang persediaan yang
telah digunakan kepada kuasa BUD, dengan menerbitkan SPM-GU yang dilampiri
bukti asli pertanggungjawaban atas penggunaan uang persediaan sebelumnya.
(3)
Dalam
hal uang persediaan tidak mencukupi kebutuhan, pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran dapat mengajukan tambahan uang persediaan kepada kuasa BUD dengan
menerbitkan SPM-TU.
(4)
Pelaksanaan
pembayaran melalui SPM-UP dan SPM-LS berpedoman pada ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 94
(1)
Kuasa
BUD menerbitkan SP2D atas SPM yang diterima dari pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran yang ditujukan kepada bank operasional mitra kerjanya.
(2)
Penerbitan
SP2D oleh Kuasa BUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling lama 2 (dua)
hari kerja sejak SPM diterirna.
(3)
Kuasa
BUD berhak menolak permintaan pernbayaran yang diajukan pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran bilarnana:
a. pengeluaran tersebut
melampaui pagu; dan/atau
b. tidak didukung oleh
kelengkapan dokumen sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(4)
Dalam
hal kuasa BUD menolak permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
SPM dikembalikan paling lama 1 (satu) hari kerja setelah diterima.
Pasal 95
Tata cara
penatausahaan bendahara pengeluaran diatur lebih lanjut dalam peraturan kepala
daerah.
Bagian Kelima
Akuntansi Keuangan
Daerah
Pasal 96
(1)
Pemerintah
daerah menyusun sistem akuntansi pemerintah daerah yang mengacu kepada standar
akuntansi pemerintahan.
(2)
Sistem
akuntansi pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan peraturan kepala daerah mengacu pada peraturan daerah tentang
pengelolaan keuangan daerah.
Pasal 97
Kepala daerah
berdasarkan standar akuntansi pemerintahan menetapkan peraturan kepala daerah
tentang kebijakan akuntansi.
Pasal 98
(1)
Sistem
akuntansi pemerintah daerah paling sedikit meliputi :
a. prosedur akuntansi
penerimaan kas;
b. prosedur akuntansi
pengeluaran kas;
c. prosedur akuntansi
aset;
d. prosedur akuntansi
selain kas.
(2)
Sistem
akuntansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan prinsip
pengendalian intern sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IX
PERTANGGUNGJAWABAN
PELAKSANAAN APBD
Pasal 99
(1)
Kepala
SKPD selaku pengguna anggaran menyelenggarakan akuntansi atas transaksi
keuangan, aset, utang dan ekuitas dana, yang berada dalam tanggung jawabnya.
(2)
Penyelenggaraan
akuntansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pencatatan/penatausahaan
atas transaksi keuangan di lingkungan SKPD dan menyiapkan laporan keuangan
sehubungan dengan pelaksanaan anggaran dan barang yang dikelolanya.
(3)
Laporan
keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari laporan realisasi
anggaran, neraca, dan catatan atas laporan keuangan yang disampaikan kepada
kepala daerah melalui PPKD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun
anggaran berakhir.
(4)
Kepala
SKPD selaku pengguna anggaran/pengguna barang memberikan pernyataan bahwa pengelolaan
APBD yang menjadi tanggung jawabnya telah diselenggarakan berdasarkan sistem
pengendalian intern yang memadai, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Pasal 100
(1)
PPKD
menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas
dana, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungannya.
(2)
PPKD
menyusun laporan keuangan pemerintah daerah terdiri dari:
a. Laporan Realisasi
Anggaran;
b. Neraca;
c. Laporan Arus Kas; dan
d. Catatan Atas Luporan
Keuangan.
(3)
Laporan
keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dan disajikan sesuai dengan
Peraturan Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
(4)
Laporan
keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan laporan ikhtisar
realisasi kinerja dan laporan keuangan badan usaha milik daerah/perusahaan
daerah.
(5)
Laporan
keuangan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun
berdasarkan laporan keungan SKPD.
(6)
Laporan
keuangan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan
kepada kepala daerah dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD.
Pasal 101
Kepala daerah
menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran
berakhir.
Pasal 102
(1)
Laporan
keuangan pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (2)
disampaikan kepada BPK selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran
berakhir.
(2)
Pemeriksaan
laporan keuangan oleh BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan
selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari
pemerintah daerah.
(3)
Apabila
sampai batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) BPK belum menyampaikan
laporan hasil pemeriksaan, rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 101 diajukan kepada DPRD.
Pasal 103
Kepala daerah
memberikan tanggapan dan melakukan penyesuaian terhadap laporan keuangan
berdasarkan hasil pemeriksaan BPK atas laporan keuangan pemerintah daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (1).
BAB X
PENGENDALIAN DEFISIT
DAN PENGGUNAAN SURPLUS APBD
Bagian Pertama
Pengendalian Difisit
APBD
Pasal 104
(1)
Dalam
hal APBD diperkirakan defisit ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutupi
defisit tersebut dalam peraturan daerah tentang APBD.
(2)
Defisit
APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditutup dengan pembiayaan netto.
Pasal 105
Dalam rangka
pengendalian fiskal nasional, Menteri Keuangan menetapkan batas maksimal jumlah
kumulatif defisit APBN dan APBD.
Pasal 106
(1)
Berdasarkan
batas maksimal jumlah kumulatif defisit APBN dan APBD sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 105, Menteri Keuangan setelah memperoleh pertimbangan Menteri Dalam
Negeri menetapkan batas maksimal defisit APBD masing-masing daerah untuk setiap
tahun anggaran.
(2)
Penetapan
batas maksimal defisit APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Menteri Keuangan setiap tahun pada bulan Agustus.
(3)
Pemerintah
daerah wajib melaporkan posisi surplus/defisit APBD kepada Menteri Dalam Negeri
dan Menteri Keuangan setiap semester dalam tahun anggaran berkenaan.
(4)
Pelanggaran
terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat dilakukan
penundaan atas penyaluran Dana Perimbangan.
Pasal 107
Defisit APBD dapat
ditutup dari sumber pembiayaan:
a. sisa lebih
perhitungan anggaran (SiLPA) daerah tahun sebelumnya;
b.
pencairan
dana cadangan;
c. hasil penjualan
kekayaan daerah yang dipisahkan;
d.
penerimaan
pinjaman; dan/atau
e. penerimaan kembali
pemberian pinjaman.
Bagian Kedua
Penggunaan Surplus APBD
Penggunaan Surplus APBD
Pasal 108
Dalam hal APBD
diperkirakan surplus, penggunaannya ditetapkan dalam peraturan daerah tentang
APBD.
Pasal 109
Penggunaan surplus
APBD diutamakan untuk pengurangan utang, pembentukan dana cadangan, dan/atau
pendanaan belanja peningkatan jaminan sosial.
BAB XI
KEKAYAAN DAN KEWAJIBAN
KEKAYAAN DAN KEWAJIBAN
Bagian Pertama
Pengelolaan Kas Umum Daerah
Pengelolaan Kas Umum Daerah
Pasal 110
Semua transaksi
penerimaan dan pengeluaran daerah dilaksanakan melalui rekening kas umum
daerah.
Pasal 111
(1)
Dalam
rangka pengelolaan uang daerah, PPKD membuka rekening kas umum daerah pada bank
yang ditentukan oleh kepala daerah.
(2)
Dalam
pelaksanaan operasional penerimaan dan pengeluaran daerah, kuasa BUD dapat
membuka rekening penerimaan dan rekening pengeluaran pada bank yang ditetapkan
oleh kepala daerah.
(3)
Rekening
penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk menampung
penerimaan daerah setiap hari.
(4)
Saldo
rekening penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setiap akhir hari kerja
wajib disetorkan seluruhnya ke rekening kas umum daerah.
(5)
Rekening
pengeluaran pada bank sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dengan dana yang
bersumber dari rekening kas umum daerah.
(6)
Jumlah
dana yang disediakan pada rekening pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) disesuaikan dengan rencana pengeluaran untuk membiayai kegiatan
pemerintahan yang telah ditetapkan dalam APBD.
Pasal 112
(1)
Pemerintah
daerah berhak memperoleh bunga dan/atau jasa giro atas dana yang disimpan pada
bank umum berdasarkan tingkat suku bunga dan/atau jasa giro yang berlaku.
(2)
Bunga
dan/atau jasa giro yang diperoleh pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan pendapatan asli daerah.
Pasal 113
(1)
Biaya
sehubungan dengan pelayanan yang diberikan oleh bank umum didasarkan pada
ketentuan yang berlaku pada bank umum yang bersangkutan.
(2)
Biaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada belanja daerah.
Bagian Kedua
Pengelolaan Piutang
Daerah
Pasal 114
(1)
Setiap
pejabat yang diberi kuasa untuk mengelola pendapatan, belanja, dan kekayaan
daerah wajib mengusahakan agar setiap piutang daerah diselesaikan seluruhnya
dengan tepat waktu.
(2)
Pemerintah
daerah mempunyai hak mendahului atas piutang jenis tertentu sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(3)
Piutang
daerah yang tidak dapat diselesaikan seluruhnya dan tepat waktu, diselesaikan
menurut peraturan perundang-undangan.
(4)
Penyelesaian
piutang daerah sebagai akibat hubungan keperdataan dapat dilakukan melalui
perdamaian, kecuali mengenai piutang daerah yang cara penyelesaiannya sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.
Pasal 115
(1)
Piutang
daerah dapat dihapuskan secara mutlak atau bersyarat dari pembukuan sesuai
dengan ketentuan mengenai penghapusan piutang negara dan daerah, kecuali
mengenai piutang daerah yang cara penyelesaiannya dilakukan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
(2)
Penghapusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sepanjang menyangkut piutang pemerintah
daerah, ditetapkan oleh :
a. kepala daerah untuk
jumlah sampai dengan Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);
b. kepala daerah dengan
persetujuan DPRD untuk jumlah lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).
Bagian Ketiga
Pengelolaan Investasi
Daerah
Pasal 116
Pemerintah daerah
dapat melakukan investasi jangka pendek dan jangka panjang untuk memperoleh
manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.
Pasal 117
(1)
Investasi
jangka pendek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 merupakan investasi yang
dapat segera dicairkan dan dimaksudkan untuk dimiliki selama 12 (dua belas)
bulan atau kurang.
(2)
Investasi
jangka panjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116, merupakan investasi yang
dimaksudkan untuk dimiliki lebih dari 12 (dua belas) bulan.
Pasal 118
(1)
Investasi
jangka panjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (2) terdiri dari
investasi permanen dan non permanen.
(2)
Investasi
permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk dimiliki secara
berkelanjutan tanpa ada niat untuk diperjualbelikan atau tidak ditarik kembali.
(3)
Investasi
non permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk dimiliki
secara tidak berkelanjutan atau ada niat untuk diperjual belikan atau ditarik
kembali.
Pasal 119
Pedoman Investasi
permanen dan non permanen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1), diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.
Bagian Keempat
Pengelolaan Barang
Milik Daerah
Pasal 120
(1)
Barang
milik daerah diperoleh atas beban APBD dan perolehan lainnya yang sah.
(2)
Perolehan
lainnya yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup :
a. barang yang diperoleh
dari hibah/sumbangan/atau yang sejenis;
b. barang yang diperoleh
dari kontrak kerja sama, kontrak bagi hasil, dan kerja sama pemanfaatan barang
milik daerah;
c. barang yang diperoleh
berdasarkan penetapan karena peraturan perundang-undangan.;
d. barang yang diperoleh
dari putusan pengadilan.
Pasal 121
(1)
Pengelolaan
barang daerah meliputi rangkaian kegiatan dan tindakan terhadap barang daerah
yang mencakup perencanaan kebutuhan, penganggaran, pengadaan, penggunaan,
pemanfaatan, pemeliharaan, penatausahaan, penilaian, penghapusan, pemindah
tanganan dan pengamanan.
(2)
Pengelolaan
barang daerah ditetapkan dengan peraturan daerah dan berpedoman pada peraturan
perundang-undangan.
Bagian Kelima
Pengelolaan Dana
Cadangan
Pasal 122
(1)
Pemerintah
daerah dapat membentuk dana cadangan guna mendanai kegiatan yang penyediaan
dananya tidak dapat dibebankan dalam satu tahun anggaran.
(2)
Pembentukan
dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan
daerah.
(3)
Peraturan
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup penetapan tujuan, besaran,
dan sumber dana cadangan serta jenis program/kegiatan yang dibiayai dari dana
cadangan tersebut.
(4)
Dana
cadangan yang dibentuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari
penyisihan atas penerimaan daerah kecuali DAK, pinjaman daerah, dan penerimaan
lain yang penggunaannya dibatasi untuk pengeluaran tertentu berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
(5)
Penggunaan
dana cadangan dalam satu tahun anggaran menjadi penerimaan pembiayaan APBD
dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
Pasal 123
(1)
Dana
cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat (1) ditempatkan pada
rekening tersendiri yang dikelola oleh PPKD.
(2)
Dalam
hal dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum digunakan sesuai
dengan peruntukannya, dana tersebut dapat ditempatkan dalam portofolio yang
memberikan hasil tetap dengan resiko rendah.
(3)
Hasil
dari penempatan dalam portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menambah
dana cadangan.
(4)
Posisi
dana cadangan dilaporkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari laporan
pertanggungjawaban APBD.
Bagian Keenam
Pengelolaan Utang
Daerah
Pasal 124
(1)
Kepala
daerah dapat mengadakan utang daerah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
dalam peraturan daerah tentang APBD.
(2)
PPKD
menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah tentang pelaksanaan pinjaman
daerah.
(3)
Biaya
berkenaan dengan pinjaman daerah dibebankan pada anggaran belanja daerah.
Pasal 125
(1)
Hak
tagih mengenai utang atas beban daerah kedaluwarsa setelah 5 (lima) tahun sejak
utang tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain oleh undang-undang.
(2)
Kedaluwarsa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertunda apabila pihak yang berpiutang
mengajukan tagihan kepada daerah sebelum berakhirnya masa kedaluwarsa.
(3)
Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk pembayaran kewajiban
bunga dan pokok pinjaman daerah.
Pasal 126
Pinjaman daerah bersumber dari :
a. pemerintah;
b.
pemerintah
daerah lain;
c. lembaga keuangan
bank;
d.
lembaga
keuangan bukan bank; dan
e. masyarakat.
Pasal 127
(1)
Penerbitan
obligasi daerah ditetapkan dengan peraturan daerah setelah mendapat persetujuan
dari Menteri Keuangan.
(2)
Persetujuan
Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah
memperoleh pertimbangan Menteri Dalam Negeri.
(3)
Peraturan
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya mencakup jumlah
dan nilai nominal obligasi daerah yang akan diterbitkan.
(4)
Penerimaan
hasil penjualan obligasi daerah dianggarkan pada penerimaan pembiayaan.
(5)
Pembayaran
bunga atas obligasi daerah dianggarkan pada belanja bunga dalam anggaran
belanja daerah.
Pasal 128
Pinjaman daerah
berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
Bagian Pertama
Pembinaan dan
Pengawasan
Pasal 129
Pemerintah melakukan
pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah kepada pemerintah daerah
yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.
Pasal 130
(1)
Pembinaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 meliputi pemberian pedoman, bimbingan,
supervisi, konsultasi, pendidikan, pelatihan, serta penelitian dan
pengembangan.
(2)
Pemberian
pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup perencanaan dan penyusunan
APBD, penatausahaan, pertanggungjawaban keuangan daerah, pemantauan dan
evaluasi, serta kelembagaan pengelolaan keuangan daerah.
(3)
Pemberian
bimbingan, supervisi, dan konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencakup perencanaan dan penyusunan APBD, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban
APBD yang dilaksanakan secara berkala dan/atau sewaktu-waktu, baik secara
menyeluruh kepada seluruh daerah maupun kepada daerah tertentu sesuai dengan
kebutuhan.
(4)
Pendidikan
dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara berkala
bagi kepala daerah atau wakil kepala daerah, anggota DPRD, perangkat daerah,
dan pegawai negeri sipil daerah.
Pasal 131
Pembinaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 129 untuk kabupaten/kota dikoordinasikan oleh gubernur
selaku wakil pemerintah.
Pasal 132
DPRD melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah tentang APBD.
Pasal 133
Pengawasan
pengelolaan keuangan daerah berpedoman pada ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Kedua
Pengendalian Intern
Pasal 134
(1)
Dalam
rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan
keuangan daerah, kepala daerah mengatur dan menyelenggarakan sistem
pengendalian intern di lingkungan pemerintahan daerah yang dipimpinnya.
(2)
Pengaturan
dan penyelenggaraan sistem pengendalian intern sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Pemeriksaan Ekstern
Pasal 135
Pemeriksaan
pengelolaan dan pertanggungjawaban Keuangan Daerah dilakukan oleh BPK sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
BAB XIII
PENYELESAIAN KERUGIAN
DAERAH
Pasal 136
(1)
Setiap
kerugian daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian
seseorang harus segera diselesaikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(2)
Bendahara,
pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena perbuatannya
melanggar hukum, atau melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara
langsung merugikan keuangan daerah, wajib mengganti kerugian tersebut.
(3)
Kepala
SKPD dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi, setelah mengetahui bahwa dalam
SKPD yang bersangkutan terjadi kerugian akibat perbuatan dari pihak manapun.
Pasal 137
(1)
Kerugian
daerah wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau kepala SKPD kepada kepala daerah
dan diberitahukan kepada BPK selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah
kerugian daerah itu diketahui.
(2)
Segera
setelah kerugian daerah tersebut diketahui, kepada bendahara, pegawai negeri
bukan bendahara, atau pejabat lain yang nyata-nyata melanggar hukum atau
melalaikan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (2) segera
dimintakan surat pernyataan kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa kerugian
tersebut menjadi tanggung jawabnya dan bersedia mengganti kerugian daerah
dimaksud.
(3)
Jika
surat keterangan tanggung jawab mutlak tidak mungkin diperoleh atau tidak dapat
menjamin pengembalian kerugian daerah, kepala daerah segera mengeluarkan surat
keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara kepada yang bersangkutan.
Pasal 138
(1)
Dalam
hal bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang dikenai
tuntutan ganti kerugian daerah berada dalam pengampuan, melarikan diri, atau
meninggal dunia, penuntutan dan penagihan terhadapnya beralih kepada
pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris, terbatas pada kekayaan yang dikelola
atau diperolehnya, yang berasal dari bendahara, pegawai negeri bukan bendahara,
atau pejabat lain yang bersangkutan.
(2)
Tanggung
jawab pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris untuk membayar ganti kerugian
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hapus apabila dalam waktu 3
(tiga) tahun sejak keputusan pengadilan yang menetapkan pengampuan kepada
bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang bersangkutan,
atau sejak bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang
bersangkutan diketahui melarikan diri atau meninggal dunia, pengampu/yang
memnperoleh hak/ahli waris tidak dibei tahu oleh pejabat yang berwenang
mengenai adanya kerugian daerah.
Pasal 139
(1)
Ketentuan
penyelesaian kerugian daerah sebagaimana diatur dalam peraturan pemerintah ini
berlaku pula untuk uang dan/atau barang bukan milik daerah, yang berada dalam
penguasaan bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang
digunakan dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.
(2)
Ketentuan
penyelesaian kerugian daerah dalam peraturan pemerintah ini berlaku pula untuk
pengelola perusahaan daerah dan badan-badan lain yang menyelenggarakan
pengelolaan keuangan daerah, sepanjang tidak diatur dalam peraturan
perundang-undangam tersendiri.
Pasal 140
(1)
Bendahara,
pegawai negeri bukan bendahara, dan pejabat lain yang telah ditetapkan untuk
mengganti kerugian daerah dapat dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi
pidana.
(2)
Putusan
pidana atas kerugian daerah terhadap bendahara, pegawai negeri bukan bendahara
dan pejabat lain tidak membebaskan yang bersangkutan dari tuntutan ganti rugi.
Pasal 141
Kewajiban bendahara,
pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain untuk membayar ganti rugi,
menjadi kedaluwarsa jika dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diketahuinya kerugian
tersebut atau dalam waktu 8 (delapan) tahun sejak terjadinya kerugian tidak
dilakukan penuntutan ganti rugi terhadap yang bersangkutan.
Pasal 142
(1)
Pengenaan
ganti kerugian daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh BPK.
(2)
Apabila
dalam pemeriksaan kerugian daerah ditemukan unsur pidana, BPK
menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 143
Pengenaan ganti
kerugian daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara ditetapkan oleh kepala
daerah.
Pasal 144
Ketentuan lebih
lanjut tentang tata cara tuntutan ganti kerugian daerah diatur dengan peraturan
daerah dan berpedoman pada peraturan perundang-undangan:
BAB XIV
PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH
PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH
Pasal 145
Pemerintah daerah
dapat membentuk BLUD untuk :
a.
menyediakan
barang dan/atau jasa untuk layanan umum;
b.
mengelola
dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada
masyarakat.
Pasal 146
(1)
BLUD
dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
(2)
Kekayaan
BLUD merupakan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan serta dikelola dan
dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan BLUD yang bersangkutan.
Pasal 147
Pembinaan keuangan
BLUD dilakukan oleh PPKD dan pembinaan teknis dilakukan oleh kepala SKPD yang
bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang bersangkutan.
Pasal 148
BLUD dapat memperoleh
hibah atau sumbangan dari masyarakat atau badan lain.
Pasal 149
Seluruh pendapatan
BLUD dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja BLUD yang bersangkutan.
Pasal 150
Pedoman teknis
mengenai pengelolaan keuangan BLUD diatur lebih lanjut oleh Menteri Dalam
Negeri setelah memperoleh pertimbangan Menteri Keuangan.
BAB XV
PENGATURAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
PENGATURAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
Pasal 151
(1)
Ketentuan
tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah diatur dengan peraturan daerah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)
Berdasarkan
peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala daerah menetapkan
peraturan kepala daerah tentang sistem dan prosedur pengelolaan keuangan
daerah.
BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 152
Semua peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah sepanjang
belum diganti dan tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah ini dinyatakan
tetap berlaku.
Pasal 153
(1)
Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) dan Pasal 39 ayat (2),
dilaksanakan secara bertahap mulai tahun anggaran 2006.
(2)
Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (3) dilaksanakan mulai tahun anggaran
2006.
(3)
Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1), Pasal 53 ayat (1) dan ayat (2)
mulai dilaksanakan untuk penyusunan dan pelaksanaan APBD tahun anggaran 2007.
(4)
Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (1) dilaksanakan secara bertahap mulai
tahun anggaran 2007.
(5)
Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dilaksanakan mulai tahun anggaran 2009.
Pasal 154
Pemerintah daerah
yang belum menetapkan RPJMD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1),
dokumen perencanaan daerah lainnya dapat digunakan sebagai pedoman penyusunan
RKPD.
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 155
Ketentuan lebih
lanjut tentang pengelolaan keuangan daerah diatur dengan peraturan Menteri
Dalam Negeri.
Pasal 156
Ketentuan pelaksanaan
Peraturan Pemerintah ini harus diselesaikan paling lambat 1 (satu) tahun
terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini ditetapkan.
Pasal 157
Pada saat Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4022) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 158
Peraturan Pemerintah
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 9 Desember 2005
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG
YUDHOYONO
LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 140
Ket: Update, Artikel diatas Di Copy dari berbagai sumber termasuk www.hukumonline.com
Ket: Update, Artikel diatas Di Copy dari berbagai sumber termasuk www.hukumonline.com
Posting Komentar